Kartel Komoditas Pangan

Penulis

Senin, 11 Februari 2013 00:46 WIB

Saling lempar tanggung jawab tak akan mengenyahkan kartel komoditas pangan. Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan semestinya segera duduk bersama untuk mencari solusi. Bea-Cukai juga tak bisa lepas tangan, karena mereka mengawasi barang impor.

Permainan kartel itu semakin terkuak setelah Komisi Pemberantasan Korupsi membongkar kasus suap yang berkaitan dengan impor daging sapi. Komisi ini mengungkapkan, praktek serupa juga terjadi pada komoditas lain, seperti jagung, kedelai, beras, gula, dan terigu. Pengusaha bersama pejabat dan politikus memanfaatkan pembatasan impor pangan itu untuk mengeruk fulus sebanyak-banyaknya.

Impor yang terbatas itu membuka peluang untuk mempermainkan harga. Inilah yang membuat harga daging di negara kita tidak wajar, bahkan paling tinggi di dunia. Bayangkan, daging sapi yang diimpor dari Australia harganya Rp 40 ribu, tapi di sini dijual hingga Rp 90 ribu. Dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, harga daging sapi di Indonesia juga dua kali lebih mahal.

Laba yang dikeruk para pengusaha bisa mencapai puluhan triliun rupiah setiap tahun. Selama Januari-November tahun lalu, misalnya, Indonesia mengimpor bahan-bahan pangan utama itu lebih dari 15 juta ton dengan nilai Rp 81,5 triliun. Ini yang menjelaskan pula kenapa importir daging sapi bersedia menyuap hingga miliaran rupiah buat mendapatkan kuota impor.

Pengusaha juga sering memanfaatkan momen Lebaran dan liburan akhir tahun sebagai alasan untuk mendongkrak harga pangan semaunya. Berita bencana yang kadang tak berhubungan pun tak jarang dimanfaatkan untuk tujuan yang sama. Kenaikan harga seolah menjadi ritual yang lebih pasti daripada jadwal hari raya itu sendiri.

Permainan kotor itu bisa dilakukan karena tak ada transparansi sekaligus akurasi soal data pangan, baik cadangan di dalam negeri maupun data impor. Sapi anakan dan indukan, bahkan piaraan yang digunakan untuk balapan atau membajak sawah, juga dihitung sebagai cadangan daging. Data impor daging sapi pun kerap ditutup-tutupi atau berbeda antara di lapangan dan di atas kertas.

Jika impor pangan dibebaskan, tentu saja akan merusak harga produksi dalam negeri. Pemerintah semestinya tetap bisa membatasi impor tanpa menyuburkan praktek kartel yang merugikan rakyat. Ini bisa dihindari bila pemerintah mengawasi betul proses pemberian kuota hingga komoditas pangan itu masuk ke negeri ini.

Masalahnya, pengawasan impor pangan melibatkan banyak instansi. Kementerian Pertanian berwenang membagi kuota impor kepada pengusaha. Adapun proses impor diawasi oleh Kementerian Perdagangan. Data mengenai barang impor pun sering tidak sesuai dengan jumlah barang yang masuk lewat Bea-Cukai.

Pejabat semestinya segera membenahi mekanisme yang bolong dalam pengadaan pangan, dan bukan malah memanfaatkannya untuk korupsi atau berkongkalikong dengan importir. Praktek kotor ini hanya menyuburkan kartel yang merugikan rakyat.

Berita terkait

Gempa M3,7 Guncang Pangandaran Sampai Garut Pagi ini, Belum Ada Laporan Kerusakan

19 detik lalu

Gempa M3,7 Guncang Pangandaran Sampai Garut Pagi ini, Belum Ada Laporan Kerusakan

Gempa tektonik bermagnitudo 3,7 mengguncang wilayah sekitar Priangan Timur bagian selatan.

Baca Selengkapnya

Arsenal Kalahkan Tottenham Hotspur 3-2, Mikel Arteta: Kami Harus Lebih Baik

8 menit lalu

Arsenal Kalahkan Tottenham Hotspur 3-2, Mikel Arteta: Kami Harus Lebih Baik

Kemenangan Arsenal atas Tottenham Hotspur pada pekan ke-35 Liga Inggris menjaga peluang The Gunners meraih gelar Liga Inggris.

Baca Selengkapnya

Parlemen Arab Desak Investigasi Internasional Kuburan Massal di Gaza

9 menit lalu

Parlemen Arab Desak Investigasi Internasional Kuburan Massal di Gaza

Parlemen Arab menyerukan investigasi internasional independen menyusul penemuan kuburan massal di Rumah Sakit Al-Shifa dan Rumah Sakit Nasser di Gaza

Baca Selengkapnya

12 Penyebab Kantuk Berat yang Perlu Diwaspadai, Salah Satunya Kanker

15 menit lalu

12 Penyebab Kantuk Berat yang Perlu Diwaspadai, Salah Satunya Kanker

Rasa kantuk merupakan hal normal yang terjadi dalam tubuh. Tapi, ada beberapa penyebab kantuk berat yang harus diwaspadai. Ini penjelasannya.

Baca Selengkapnya

Penjelasan Hakim Saldi Isra soal Arsul Sani Tangani Sidang Sengketa Pileg PPP

15 menit lalu

Penjelasan Hakim Saldi Isra soal Arsul Sani Tangani Sidang Sengketa Pileg PPP

Hakim MK Saldi Isra menjelaskan, hakim konstitusi Arsul Sani tetap menangani sidang sengketa pileg untuk PPP. Tapi Arsul tak menggunakan haknya untuk memutus.

Baca Selengkapnya

BRIN Kirim Surat Teguran, Minta Ratusan Pensiunan Ilmuwan Kosongkan Rumah di Puspiptek

18 menit lalu

BRIN Kirim Surat Teguran, Minta Ratusan Pensiunan Ilmuwan Kosongkan Rumah di Puspiptek

BRIN meminta ratusan pensiunan ilmuwan mengosongkan rumah dinas di Puspiptek paling lambat 15 Mei 2024

Baca Selengkapnya

PAN Mau Terima Jokowi dan Gibran Setelah Dipecat PDIP

23 menit lalu

PAN Mau Terima Jokowi dan Gibran Setelah Dipecat PDIP

Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan sebelumnya mengaku dirinya sudah berulang kali menyampaikan bahwa PAN membuka pintu untuk Jokowi dan Gibran.

Baca Selengkapnya

Pesan DKPP kepada KPU dan Bawaslu Jelang Pilkada 2024 Serentak

23 menit lalu

Pesan DKPP kepada KPU dan Bawaslu Jelang Pilkada 2024 Serentak

KPU akan mendapatkan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) untuk Pilkada 2024 dari Kemendagri pada 2 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Menyelami Peluang dan Pengalaman Baru Melalui Konferensi International Model United Nations 2024

24 menit lalu

Menyelami Peluang dan Pengalaman Baru Melalui Konferensi International Model United Nations 2024

Model United Nations IGN tidak hanya berfokus pada debat semata, tetapi juga menerapkan pembelajaran praktis yang selaras dengan Kurikulum Merdeka.

Baca Selengkapnya

Mengenal Stasiun Luar Angkasa Internasional alias ISS

29 menit lalu

Mengenal Stasiun Luar Angkasa Internasional alias ISS

Stasiun Luar Angkasa Internasional atau ISS merupakan pesawat luar angkasa raksasa yang mengorbit mengelilingi bumi demi tujuan ilmiah.

Baca Selengkapnya