SEBUAH diskusi kecil, senja hari. Hanya 19 orang yang serta, dan tak semua aktif bicara. Ada sejumlah filosof, termasuk seorang filosof asing terkemuka, dan beberapa filosof muda. Ada beberapa ahli ilmu sosial. Ada negarawan pensiunan. Juga jenderal purnawirawan. Yang dibicarakan ialah soal ideologi nasional. Dan karena diskusi ini terjadi di Indonesia, maka bersoaljawablah mereka tentang Pancasila. Di bawah ini petilan-petilan tidak lengkap. T.B. Simatupang: "Sekiranya kita tidak mempunyai Pancasila, apakah kita akan pernah mampu untuk mempertahankan kesatuan dan persatuan bangsa ini ? Alfian: "Dalam hal ini secara teoritis saya kira orang dapat mengatakan ya. Umpamanya, Majapahit berdiri tidak berdasarkan Pancasila dan Siriwijaya berdiri juga tidak berdasarkan Pancasila. Dalam tahun 1945 . . . pilihan yang cerdas, 'the intelligent choice' dari masyarakat Indonesia menemukan Pancasila. Ditinjau dari segi sejarah, . . . kita mungkin saja memilih yang lain. Pilihan itu tergantung pada bagaimana orang menafsirkan sejarah secara cerdas. Sutan Takdir Alisjahbana "Tentane pertanyaan yang sama, tentang pertanyaan Saudara Simatupang, dapatkah Indonesia menjadi bangsa tanpa Pancasila secara historis? Tetapi kalau kita melihat ke belakang, sebelum perang dunia ke-2. gerakan nasional tidak mengenal Pancasila. Pernyataan nasionalisme Indonesia yang paling tepat dan berpengaruh untuk gerakan nasional ialah Sumpah Pemuda . . . Pancasila adalah kompromi antara sebagian cendekiawan yang memimpin pada saat itu, mereka tidak dipilih secara demokratis. . . Kalau pilihan diberikan pada pemuda-pemuda pada masa itu untuk merumuskan suatu undang-undang dasar, mungkin mereka menghasilkan versi yang berbeda sama sekali . . . T.B. Simatupang: " . . . Tentu kita dapat mengembangkan teori-teori dan berkata bahwa pilihan yang lain mungIin juga diadakan, akan tetapi kita hidup dalam sejarah dan adalah merupakan kenyataan bahwa dalam tahun 1945 tidak ada jalan untuk menghindarkan jalan buntu bahkan perpecahan, kecuali apabila sebuah rumus kompromi dapat disetujui bersama .... Pancasila merupakan kompromi antara kekuatan-kekuatan historis yang bersama-sama menentukan hidup negara kita .... ** MEMANG, petilan-petilan itu adalah dari buku Percakapan Dengan Sidney Hook, yang terbit empat tahun yang lalu. Diskusi yang direkam dalam buku itu sebenarnya merupakan diskusi dengan Prof. Sidney Hook, gurubesar tilsafat terkemuka yang di tahun 1971 jadi tamu di Indonesia. Namun dalam persoalan Pancasila, Sidney Hook tentu saja banyak diam. Sebab memang tidak mudah bagi seorang ahli filsafat asing untuk memahami sebuah kata yang baginya mungkin terdengar seperti mantera. Lagipula Pancasila memang sesuatu yang lahir dari situasi sejarah Indonesia sendiri. Takdir Alisjahbana keliru bila ia menganggap bahwa kompromi yang terjadi di tahun 1945 itu hanya terjadi di kalangan pemimpin, yang rlota beile tak dipilih rakyat. Ia lupa. bahwa para pemimpin yang berembuk menjelang perumusan Pancasila oleh Bung Karno 35 tahun yang lalu itu adalah para pemimpin yang bertahun sebelumnya lahir dari keresahan rakyat, dan diterima, bahkan didorong oleh rakyat juga. Dengan kata lain, Pancasila bukanlah sesuatu yang aksidental. T.B. Simatupang lebih tepat merumuskannya sebagai "kompromi antara kekuatan-kekuatan historis" di Indonesia Alfian berbicara tentang "pilihan yang cerdas", yang tergantung "bagaimana orang menafsirkan sejarah". Kata kuncinya adalah "kompromi dan "kekuatan-kekuatan historis". Artinya kita tak bisa meniadakan perbedaan, bahkan pertentingan. Tapi kita perlu memahami, bahkan dalam hidup bersama ini, kompromi tak harus berarti keji. Artinya juga kita tak akan bisa melepaskan Pancasila dari kekuatan-kekuatan historis yang hidup di masyarakat. Kecuali bila kian lama ia dianggap sebagai benda yang begitu saja diturunkan dari atas, steril, necis, selesai.
Berita terkait
Hasil Final Piala Uber 2024: Tuan Rumah Cina Jadi Juara, Indonesia Runner-up
3 menit lalu
Hasil Final Piala Uber 2024: Tuan Rumah Cina Jadi Juara, Indonesia Runner-up
Ester Nurumi Tri Wardoyo yang turun di partai ketiga kalah melawan He Bing Jiao sehingga Cina yang jadi juara PIala Uber 2024.
Prabowo Bentuk Presidential Club, Pengamat Sebut Ada Ketegangan dalam Transisi Kepemimpinan
30 menit lalu
Prabowo Bentuk Presidential Club, Pengamat Sebut Ada Ketegangan dalam Transisi Kepemimpinan
Pengamat politik menilai, gagasan Presidential Club Prabowo mungkin saja hasil dari melihat transisi kepemimpinan Indonesia yang seringkali ada ketegangan.