Muhammadiyah dan Pemilihan Presiden

Penulis

Rabu, 25 Juni 2014 22:41 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Benni Setiawan, Dosen Universitas Negeri Yogyakarta

Pemilihan presiden 9 Juli sudah semakin dekat. Black campaign (kampanye hitam) muncul bertubi-tubi. Bahkan, Muhammadiyah, sebagai organisasi massa Islam, pun ikut terseret sebagai korban dalam arus kampanye hitam ini. Hal itu menunjukkan secara gamblang bahwa kebangsaan kita semakin pudar dan rapuh. Kebangsaan kita jauh dari semangat Pancasila dan UUD 1945.

Sebagai organisasi yang lebih tua dari umur Republik, Muhammadiyah terpanggil untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Dalam pidato milad Muhammadiyah ke-101, tertulis, "Muhammadiyah mengajak pemerintah di seluruh tingkatan untuk semakin meningkatkan komitmen dan kesungguhan dalam memajukan bangsa, disertai dengan sikap mengedepankan keadilan dan kejujuran, berdiri di atas semua golongan, tidak partisan, bermitra dengan seluruh komponen bangsa, dan mampu menunjukkan jiwa kenegarawanan yang utama."

Pidato tersebut menegaskan posisi dan peran Muhammadiyah dalam kebangsaan. Muhammadiyah, sebagai bagian dari civil society, perlu mengingatkan calon presiden. Bahwasanya mereka dipilih untuk menjadi pemimpin. Pemimpin adalah mereka yang senantiasa merasa gelisah jika tidak mampu bekerja optimal. Senantiasa menjaga lisan dan perbuatan guna memakmurkan bangsa, dan senantiasa ingin berbuat kebajikan setiap saat.

Karena itu, seorang pemimpin selayaknya menyemai kebajikan setiap saat. Dalam kesejarahan, Muhammadiyah telah mewariskan semangat juang menjadi pelayan dari kepemimpinan A.R. Fachruddin. Pak AR, begitu ia disapa, menjadi simbol dai ikhlas, bersahaja, dan tawaduk.

Ia pun senantiasa menjalin komunikasi dengan masyarakat melalui bahasa-bahasa sederhana. Ia senantiasa ingin dekat dengan umat. Ia sering mengunjungi desa dan menyapa masyarakat. Kesederhanaan, ketulusan, dan ketelatenan menyapa masyarakat menjadi ciri utama kepemimpinan Pak AR. Melalui sikap yang demikian, Presiden Soeharto pun seakan tunduk pada wejangan Pak AR.

Lebih lanjut, kebangsaan hari ini akan kokoh jika pemimpinnya mampu menjadi teladan. Sebaliknya, ketika keteladanan menghilang dan hanya menjadi kata tanpa ucapan, kebangsaan akan runtuh. Bangsa ini harus diselamatkan dari proses kepemimpinan yang rapuh. Pasalnya, jika bangsa dan negara ini ambruk, Muhammadiyah pun akan roboh.

Karena itu, Muhammadiyah tidak dalam posisi mendukung atau menolak seorang capres. Sikap itu menunjukkan bahwa Muhammadiyah dalam pemilihan presiden 2014 ingin membangun politik berperadaban. Politik adiluhung sebagai pengejawantahan sikap dan konsistensi Muhammadiyah dalam membangun kebangsaan.

Kelompok-kelompok seperti Surya Madani Indonesia (SMI) yang mendukung pasangan Prabowo-Hatta dan Relawan Mentari Indonesia (RMI) yang mendukung pasangan Jokowi-JK, tidak bertindak atas nama Muhammadiyah. Mereka adalah simpatisan yang kebetulan terbangun dari jejaring aktivis Persyarikatan. Jadi, tak ada hubungan struktural dengan Persyarikatan.

Muhammadiyah memposisikan diri sebagai bapak bangsa, pengayom semua capres. Sikap ini bukan cara Muhammadiyah mencari selamat atau bermain di dua kaki. Muhammadiyah tetaplah organisasi besar yang tak tergiur bermain di arena politik. Khitah sebagai organisasi massa Islam amar makruf nahi mungkar lebih berharga daripada sekadar turut serta dalam hiruk-pikuk politik. *


Berita terkait

Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

27 Desember 2021

Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

Dalam survei tersebut Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar hanya dipilih 0,1 persen responden.

Baca Selengkapnya

DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

22 Desember 2021

DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

Komisi II DPR meminta KPU dan Bawaslu Provinsi Jawa Barat mengantisipasi kesulitan pemilih menggunakan hak pilih, lantaran diprediksi akan banyak surat suara.

Baca Selengkapnya

Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

27 Maret 2017

Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

Setya Novanto mengungkap hitung-hitungan apabila Jokowi kembali berhadapan dengan Prabowo dalam pilpres 2019.

Baca Selengkapnya

Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

22 Maret 2017

Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

Qodari mengatakan masyarakat cukup mengenal figur Agus Yudhoyono atau AHY ini

Baca Selengkapnya

Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

16 Januari 2017

Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

RUU Permilu Diperkirakan selesai sekitar bulan empat ke depan.

Baca Selengkapnya

Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

10 September 2015

Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

Ada spekulasi bahwa Demokrat memunculkan sindrom I Want SBY Back untuk mempersiapkan Ani Yudhoyono.

Baca Selengkapnya

Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

28 Oktober 2014

Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

Sampai saat ini mereka masih menunggu kepastian dari Jokowi.

Baca Selengkapnya

Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

13 Oktober 2014

Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

Relawan Jokowi-JK turut mengontrol realisasi program pemerintah di pedesaan.

Baca Selengkapnya

Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

9 Oktober 2014

Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

"Enggak ada agenda itu. Makanya, tidak perlu ditanyakan,"
kata


Fahri Hamzah soal agenda mengubah pemilihan presiden dari



langsung menjadi lewat MPR.

Baca Selengkapnya

Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

30 September 2014

Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

Dalam perjalanannya, pria yang kesehariannya berjualan kue putu keliling itu membawa buku catatan yang berisi ratusan pesan ditulis tangan.

Baca Selengkapnya