Kekayaan Yang Aneh

Penulis

Sabtu, 20 Desember 1980 00:00 WIB

MINYAK, kata mendiang Raja Iran sebelum dimakzulkan, adalah kutukan. Minyak bumi memang kekayaan yang aneh. Ia bisa ditambang, tapi usaha ini sendiri sebetulnya tak punya efek langsung bagi pembangunan. Tenaga kerja yang dipergunakan di sana sedikit. Modal dan teknologinya datang dari luar. Bahkan, bagi para ahli minyak yang bekerja di negeri asing yang umumnya miskin dan kotor itu, makanan pun didatangkan dari seherang benua . . . Satu-satunya pengaruh penambangan minyak bumi di sebuah . negeri Dunia Ketiga ialah pemerintah Degeri itu menerima bagian uang penjualan minyak yang dibor pelbagai perusahaan minyak asing--semacam sewa. Di sekitar uang inilah terjadi pelbagai peristiwa bersejarah, seperti yang disaksikan orang di Iran. Suatu hari, seorang perdana menteri bermimpi akan dapat menasionalisasi perusahaan minyak asing--dan ia dikudeta. Namanya Mosadeq. Kemudian, seorang raja bermimpi akan dapat menjadikan negerinya "Jepang Timur Tengah" dalam waktu singkat--dan ia terjungkel. Namanya Syah Reza Pahlevi. "Cerita minyak dunia," kata raja yang terjungkel itu dalam otobiografinya yang diterjemahkan dari bahasa Prancis, The Shah's Story (1980), "adalah satu cerita yang paling tidak human yang pernah dikenal manusia." Sejarah minyak, tulisnya pula, "terdiri dari rangkaian intrik dan persekongkolan, tentang guncangan ekonomi dan politik, tentang aksi teror, kudeta dan revolusirevolusi berdarah." Di tahun 1966 penghasilan Iran dari minyak hanya AS$593 juta. Sepuluh tahun kemudian jumlah itu naik menjadi AS$21.000 juta. Di tahun 1977 uang minyak praktis merupakan 77% dari pendapatan pemerintah, dan 87% dari penghasilan devisanya. Digerujug uang sedemikian, Iran tiba tiba merasa punya kesempatan buat segala hal. Dan ia tak buang waktu. Ia tahu hasil tambang ini suatu saat akan mengering. Diperkirakan di tahun 1990 Iran akan tak lagi jadi pengekspor minyak yang besar. Tak mengherankan, bila Repelitanya membubung dari waktu ke waktu. Repelita I (1948 - 56) memproyeksikan pembelanjaan sebesar AS$350 juta. Pada Repelita IV (1968-1972) anggaran belanjanya mencapai AS$8.284 juta. Yang menakjubkan ialah Repelita V-nya (1972-1978): mengikuti kenaikan harga minyak bumi di pasaran dunia, anggaran belanja Iran menjulang sampai AS$ 69 milyar. Lalu Syah Iran pun bicara tentang "Peradaban Besar". Ia mengutip sejarawan Prancis Gobineau untuk memuji dirinya: "Akal sehat mengilhami politik Raja Cyrus dan para penggantinya. hlaka penyelewengan theologis dan kekcjaman khalayak ramai pun berhenti." Tapi benarkah? Uang yang datang dengan mudah ternyata tak tahan jadi azimat. Industrialisasi Iran sebagian besar hanya merupakan perpanjangan ambisi pemerintah--tanpa cukup ditopang kelas menengah yang siap. Burjuasi Iran umumnya terdiri dari para pedagang di hazaar, bukan lapisan yang liat dan dinamis seperti yang terdapat di India ataupun Brazilia. Memang ada sebagian dari kalangan bazaari ini yang kemudian jadi industrialis. Dan di masa pctrodollar memhanjir, banyak pejabat yang terjun dengan kaki sebelah di dalam industri -terutama dari hasil korupsi mereka. kelompok industrialis lain adalah bekas tuan tanah, yang memperoleh kompensasi dari pemerintah setelah landreform. Namun para industrialis seperti itu umumnya sangat terbantung kepada pemerintah, menetek di balik proteksi dan previlese vang diberikan negara. Sektor yang mereka garap juga yang tak begitu menuntut ketingat, tapi punya glamor. Selebihnya negara, negara dan negara-lah yang sibuk dalam segala hal, dengan uang yang begitu banyak... Uang yang banyak itulah yang juga menyebabkan pemerintah tak terdorong mengatur pajak penghasilan--di tengah jurang sosial yang kian menganga. Uang yang datang dari minyak itulah yang juga menyebabkan pemerintah tak tahu kepada siapakah ia mempertanggungjawabkan pendapatan dan belanjanya. Dan "Peradaban Besar" itu? Hanya sebuah bangunan kardus.

Berita terkait

Retno Marsudi Bahas Langkah Perlindungan WNI di Tengah Krisis Timur Tengah

2 hari lalu

Retno Marsudi Bahas Langkah Perlindungan WNI di Tengah Krisis Timur Tengah

Retno Marsudi menilai situasi Timur Tengah telah mendesak Indonesia untuk mempersiapkan diri jika situasi semakin memburuk, termasuk pelindungan WNI

Baca Selengkapnya

Hadapi Boikot karena Gaza, McDonald's Gagal Capai Target Laba Kuartal

4 hari lalu

Hadapi Boikot karena Gaza, McDonald's Gagal Capai Target Laba Kuartal

McDonald's Corporation gagal mencapai perkiraan laba kuartalannya untuk pertama kalinya dalam dua tahun karena boikot Gaza

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Temui Wapres, Bahas Mitigasi Dampak Geopolitik Timur Tengah

5 hari lalu

Sri Mulyani Temui Wapres, Bahas Mitigasi Dampak Geopolitik Timur Tengah

Menteri Keuangan Sri Mulyani menemui Wakil Presiden Maruf Amin untuk melaporkan hasil pertemuan IMF-World Bank Spring Meeting dan G20 yang saya hadiri di Washington DC. pekan lalu. Dalam pertemuan itu, Sri Mulyani pun membahas mitigasi dampak geopolitik di Timur Tengah.

Baca Selengkapnya

Ekonom BCA Ungkap Peluang Penguatan Rupiah di Bawah Rp 16.000 per Dolar AS

7 hari lalu

Ekonom BCA Ungkap Peluang Penguatan Rupiah di Bawah Rp 16.000 per Dolar AS

Ketegangan di Timur Tengah yang perlahan mereda menjadi salah satu faktor peluang menguatnya rupiah.

Baca Selengkapnya

Terkini: Pesan Zulkifli Hasan ke Pejabat Baru Dilantik terkait konflik Timur Tengah, AHY Serahkan 300 Sertifikat Gratis di Sulawesi Tenggara

8 hari lalu

Terkini: Pesan Zulkifli Hasan ke Pejabat Baru Dilantik terkait konflik Timur Tengah, AHY Serahkan 300 Sertifikat Gratis di Sulawesi Tenggara

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau Zulhas melantik Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama atau Pejabat Eselon I dan II Kementerian Perdagangan.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

9 hari lalu

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tensi geopolitik di Timur Tengah cenderung meningkat dan menjadi fokus perhatian para pemimpin dunia. Ia menegaskan kondisi ini mempengaruhi beberapa dampak ekonomi secara signifikan.

Baca Selengkapnya

Harga Emas Turun, Analis: Kekhawatiran terhadap Konflik Timur Tengah Mereda

11 hari lalu

Harga Emas Turun, Analis: Kekhawatiran terhadap Konflik Timur Tengah Mereda

Analisis Deu Calion Futures (DCFX) menyebut harga emas turun karena kekhawatiran terhadap konflik di Timur Tengah mereda.

Baca Selengkapnya

Ekonom: Rupiah Hadapi Tekanan, BI Sebaiknya Tak Naikkan Suku Bunga Acuan

11 hari lalu

Ekonom: Rupiah Hadapi Tekanan, BI Sebaiknya Tak Naikkan Suku Bunga Acuan

Rupiah saat ini sedang menghadapi tekanan mata uang yang sangat besar dan lonjakan arus keluar modal.

Baca Selengkapnya

Konflik Israel-Iran, Pertamina Klaim Tidak Ada Gangguan Stok BBM

12 hari lalu

Konflik Israel-Iran, Pertamina Klaim Tidak Ada Gangguan Stok BBM

PT Pertamina Patra Niaga memastikan stok bahan bakar minyak (BBM) Indonesia tidak terganggu meski ada konflik di Israel dan Iran.

Baca Selengkapnya

Ekonom BCA: Pelemahan Kurs Rupiah Dipengaruhi Konflik Geopolitik Timur Tengah, Bukan Sidang MK

13 hari lalu

Ekonom BCA: Pelemahan Kurs Rupiah Dipengaruhi Konflik Geopolitik Timur Tengah, Bukan Sidang MK

Kepala Ekonom BCA David Sumual merespons pelemahan rupiah. Ia menilai depresiasi rupiah karena ketegangan konflik geopolitik di Timur Tengah.

Baca Selengkapnya