IMPERIUM mengembang dan susut negeri terpecah dan menyatu bertaut. Kata-kata itu membuka novel klasik Cina San Kuo Chich Yen-i atau Roman Tiga Kerajaan. Kata-kata itu pula yang menutupnya. Setelah 120 bab, setelah beratus tokoh berpuluh tahun, sejarah seolah bisa diringkas dalam satu kalimat. Kita pun tak mendengar lagi gerbang digempur, wanita menjerit, raja roboh dan genderang naik. Kita melayang dalam ribuan tahun. Kita memandang dari luar kejadian. Dengan perspektif seperti itu, apakah artinya Kambodia di tahun 1979? Selama pertengahan tahun 1969 peswat Amerika Serikat membomi negeri itu dalam serangkaian operasi yang diberi nama kode "Cuci Mulut", "Nyamikan", "Makan Malam" dan "Makan Siang". Di pertengahan 1975 Khmer Merah memulai pembunuhan dan pembersihan bangsanya dengan nama "Revolusi". Penduduk yang 7 juta kemudian tinggal 4 juta: Di Phnom Penh anak-anak berkeliaran lapar dan tak tahu di mana orang tua yang bisa disebut "ibu". Di perbatasan para pengungsi tertawa aneh melihat kematian. Kita tidak tahu, mestikah kita terhibur untuk membayangkan, bahwa semua itu mungkin tak akan banyak artinya dalam ringkasan riwayat 1000 tahun. Dalam riwayat seperti itu imperium memang bisa mengembang dan susut, negeri terpecah dan bertaut, bangsa bangun dan runtuh, masyarakat hancur dan tumbuh. Artinya kita tidak boleh menangis. Tapi jika demikian itu juga berarti kita pun bisa menghalalkan pembunuhan dan tukang siksa. Kita ingin mengatakan bahwa 1000 tahun kemudian toh segalanya akan dilupakan, dimaafkan, membuahkan yang lebih baik, dan Kambodia jadi sesuatu yang gemilang. Tapi mungkinkah? Dapatkah kita berada di luar kejadian, melayang dalam jangka millennium? Pengungsi itu dengan mulut bisu akan bilang tidak. Anak-anak itu hidup hari ini dan mungkin mati besok pagi.