Zaim Uchrowi,
Kolumnis Senior
Bagaimana suasana Ramadan berbalut pemilihan presiden? Tepat di puasa hari ke-12, Indonesia akan memilih presiden untuk masa lima tahun mendatang. Bukan hanya salat tarawih saban malam dan tadarus Al-Quran yang susul-menyusul menyemarakkan Ramadan, kampanye serta debat calon presiden ikut pula mewarnai suasananya.
Bagi umat Islam, peristiwa ini sungguh penting. Pemilihan presiden atau pilpres bukan semata akan menentukan sosok pemimpin Indonesia ke depan. Pilpres kali ini juga menguji bagaimana umat Islam akan berperan dalam kehidupan bernegara pada masa mendatang. Apakah akan lebih mengedepankan "politik" atau "dakwah nyata". Atau malah terbelah antar-keduanya.
Sosok yang harus dipilih sebagai presiden pun--kebetulan atau tidak--begitu bertolak belakang. Dari latar keluarga, karier dan pengalaman hidup, orientasi, hingga postur tubuh. Prabowo Subianto, "anak kota" dari keluarga Nasrani-muslim kaya, berbadan gempal. Joko Widodo, "anak daerah" dari keluarga muslim sederhana, bertubuh kerempeng. Dalam berkeluarga, Prabowo gagal dan Jokowi harmonis. Dalam karier, Prabowo jenderal dan Jokowi eksportir mebel yang lalu menjadi pejabat publik. Prabowo gemar berkuda, Jokowi suka blusukan.
Kecenderungan keagamaannya pun berbeda. Prabowo lebih dekat dengan para "pemimpin Islam' dibanding menjalankan ritual. Sedangkan Jokowi lebih taat dalam ritual--seperti salat dan puasa--ketimbang dekat dengan "pemimpin Islam". Maka. Prabowo lebih didukung oleh kalangan "Islam politik" dan Jokowi disokong oleh kelompok "Islam kultural". Prabowo dipandang akan lebih membela "syariah", sedangkan Jokowi diyakini lebih mengedepankan "akhlak' lewat Revolusi Mental-nya. Kecenderungan itu selaras dengan pendekatan masing-masing yang juga berbeda. Prabowo dengan pendekatan maskulin, sedangkan Jokowi cenderung pada pendekatan feminin.
Keterbelahan dukungan umat Islam itu tak terlepas dari perbedaan sosiologis pendukung keduanya. Kalangan tradisionalis merasa lebih terwakili oleh figur Jokowi. Itu yang menjelaskan mengapa PKB di belakang Jokowi. Kalangan modernis yang lebih politis merasa lebih srek dengan sosok Prabowo, seperti tecermin lewat dukungan PKS, PAN, dan PPP. Berbagai argumen dipakai untuk menguatkan dukungan itu.
Di luar mereka, masih ada kalangan lain yakni "kalangan posmo atau madani". Mereka cenderung memilih Jokowi yang "pekerja" dibanding Prabowo yang "retoris nasionalis". Indonesia dinilai lebih memerlukan "presiden pekerja" dibanding "presiden retoris". Selain itu, bila Jokowi jadi presiden, akan mematahkan paradigma lama, bahwa hanya keluarga "terhormat" yang bisa jadi presiden. Anak "orang biasa" seperti Jokowi--atau siapa pun--bisa juga menjadi presiden hebat sepanjang mampu dan dipilih rakyat seperti Obama di Amerika.
Di Indonesia, kalangan posmo atau madani itu sangat sedikit. Mereka praktis tak berperan signifikan dalam penentuan presiden. Maka, pertarungan yang terjadi adalah pertarungan antara kalangan tradisionalis dan modernis yang hampir pasti seru dan berpotensi memecah umat. Maraknya kampanye hitam adalah cermin sengit pertarungan tersebut. Termasuk fitnah--yang ironisnya mengatasnamakan Islam--yang juga terus-menerus menghajar Jokowi.
Syukurlah, Pilpres 2014 ini berlangsung pada saat Ramadan, sehingga ketegangan yang ada dapat teredam.
Berita terkait
Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang
27 Desember 2021
Dalam survei tersebut Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar hanya dipilih 0,1 persen responden.
Baca SelengkapnyaDPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024
22 Desember 2021
Komisi II DPR meminta KPU dan Bawaslu Provinsi Jawa Barat mengantisipasi kesulitan pemilih menggunakan hak pilih, lantaran diprediksi akan banyak surat suara.
Baca SelengkapnyaSetya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019
27 Maret 2017
Setya Novanto mengungkap hitung-hitungan apabila Jokowi kembali berhadapan dengan Prabowo dalam pilpres 2019.
Baca SelengkapnyaGagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019
22 Maret 2017
Qodari mengatakan masyarakat cukup mengenal figur Agus Yudhoyono atau AHY ini
Baca SelengkapnyaTiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses
16 Januari 2017
RUU Permilu Diperkirakan selesai sekitar bulan empat ke depan.
Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?
10 September 2015
Ada spekulasi bahwa Demokrat memunculkan sindrom I Want SBY Back untuk mempersiapkan Ani Yudhoyono.
Baca SelengkapnyaJokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri
28 Oktober 2014
Sampai saat ini mereka masih menunggu kepastian dari Jokowi.
Baca SelengkapnyaJokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi
13 Oktober 2014
Relawan Jokowi-JK turut mengontrol realisasi program pemerintah di pedesaan.
Baca SelengkapnyaFahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR
9 Oktober 2014
"Enggak ada agenda itu. Makanya, tidak perlu ditanyakan,"
kata
Fahri Hamzah soal agenda mengubah pemilihan presiden dari
langsung menjadi lewat MPR.
Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi
30 September 2014
Dalam perjalanannya, pria yang kesehariannya berjualan kue putu keliling itu membawa buku catatan yang berisi ratusan pesan ditulis tangan.
Baca Selengkapnya