Fitnah

Penulis

Rabu, 2 Juli 2014 23:31 WIB

Bandung Mawardi,
ESAIS

Hari-hari politik di Indonesia bergelimang fitnah. Tempo edisi 23-29 Juni 2014 memberi peringatan bagi pembaca: "Fitnah dan kebencian dihidangkan setiap hari." Kita lekas mengingat Obor Rakyat, yang berisi fitnah-fitnah untuk menghancurkan Joko Widodo. Fitnah terus berbiak, tak selesai mengotori niat berdemokrasi secara beradab.

Kita mulai menengok ke masa silam, saat demokrasi berisi fitnah-fitnah. Robert Harris, dalam novel berjudul Imperium, mengisahkan tokoh-tokoh politik yang saling menyebar fitnah dengan dalih jabatan dan otoritas kekuasaan. Fitnah membuat orang dipersalahkan dan disingkirkan dari arena politik. Fitnah pun berlanjut dengan pembunuhan. Ironis! Sejarah berdemokrasi memang sulit mengelak dari fitnah sejak demokrasi bertumbuh di Yunani.

Fitnah bisa mengalahkan seribu panah dan pedang. Fitnah juga bisa bersaing dengan bedil, bom, dan ranjau. Olahan kata bermaksud jahat dalam fitnah memang bertujuan menghancurkan: kejam dan biadab. Fitnah selalu mengiringi idealitas berbangsa-bernegara, dari masa ke masa. Sebaran fitnah melalui omongan, koran, puisi, lagu, dan film mirip pelipatgandaan petaka. Di Indonesia, fitnah telah berbiak sejak ribuan tahun silam, mengiringi sejarah kerajaan dan kolonialisme. Fitnah menimbulkan suksesi, pemberontakan, perang, serta pembunuhan. Fitnah menggunakan simbol-simbol agama, gender, etnis, dan seks demi raihan kekuasaan. Sejarah Indonesia memiliki catatan berlimpah tentang fitnah.

Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1952) mengartikan fitnah sebagai "perkataan jang bermaksud mendjelekkan orang, menodai nama baik, merugikan kehormatan orang". Konsekuensi fitnah perlahan merusak tatanan demokrasi di Indonesia. Fitnah tak cuma pengertian dalam kamus. Sekarang, fitnah adalah "raksasa" atau "monster" penghancur etika politik dan demokrasi beradab. Goenawan Mohamad pun mengingatkan bahwa sebaran fitnah bisa melukai bangsa. Fitnah melukai akal sehat dan kejujuran (Koran Tempo, 25 Juni 2014). Peringatan mengacu pada pola serangan fitnah telah berlebihan mengarah ke calon presiden. Fitnah menciptakan narasi ketokohan agar mendapat kebencian, hujatan, dan kutukan.

Produksi fitnah menimbulkan rasa cemas dan kesedihan saat muncul berbarengan dengan resepsi publik atas iklan, debat capres, serta lagu. Sebaran fitnah semakin menambah daftar ironi berdemokrasi di Indonesia. Sukarno mengalami keruntuhan politik akibat fitnah. Soeharto tak terlalu mendapat serangan fitnah. Gus Dur, saat menjadi presiden, mesti "bertarung" melawan serbuan fitnah. Demokrasi mengalami luka. Fitnah belum selesai. SBY adalah "korban" petaka dari fitnah sejak 2004. SBY, dalam buku berjudul, Selalu Ada Pilihan (2014), tanpa sungkan memberikan predikat kepada dirinya sebagai "korban". Puluhan istilah fitnah hadir dalam buku, pembuktian bahwa SBY mendapat serangan fitnah. Kita tentu masih mengingat "ratapan" SBY saat berpidato mengenai fitnah.

Kemanjuran fitnah untuk penghancuran mulai mengarah ke Joko Widodo saat berkehendak menjadi presiden. Fitnah disebarkan melalui Obor Rakyat, yang bermaksud mempengaruhi kalangan pesantren di Jawa Barat dan Jawa Timur agar membenci Joko Widodo. Tanggapan-tanggapan atas fitnah sudah diajukan meski tak merampungkan ulah orang atau institusi yang bermaksud menghancurkan Joko Widodo. Fitnah telanjur bersebaran, mengusik dan melukai bangsa. Fitnah adalah "neraka" bagi Indonesia! *

Berita terkait

Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

27 Desember 2021

Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

Dalam survei tersebut Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar hanya dipilih 0,1 persen responden.

Baca Selengkapnya

DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

22 Desember 2021

DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

Komisi II DPR meminta KPU dan Bawaslu Provinsi Jawa Barat mengantisipasi kesulitan pemilih menggunakan hak pilih, lantaran diprediksi akan banyak surat suara.

Baca Selengkapnya

Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

27 Maret 2017

Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

Setya Novanto mengungkap hitung-hitungan apabila Jokowi kembali berhadapan dengan Prabowo dalam pilpres 2019.

Baca Selengkapnya

Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

22 Maret 2017

Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

Qodari mengatakan masyarakat cukup mengenal figur Agus Yudhoyono atau AHY ini

Baca Selengkapnya

Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

16 Januari 2017

Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

RUU Permilu Diperkirakan selesai sekitar bulan empat ke depan.

Baca Selengkapnya

Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

10 September 2015

Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

Ada spekulasi bahwa Demokrat memunculkan sindrom I Want SBY Back untuk mempersiapkan Ani Yudhoyono.

Baca Selengkapnya

Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

28 Oktober 2014

Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

Sampai saat ini mereka masih menunggu kepastian dari Jokowi.

Baca Selengkapnya

Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

13 Oktober 2014

Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

Relawan Jokowi-JK turut mengontrol realisasi program pemerintah di pedesaan.

Baca Selengkapnya

Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

9 Oktober 2014

Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

"Enggak ada agenda itu. Makanya, tidak perlu ditanyakan,"
kata


Fahri Hamzah soal agenda mengubah pemilihan presiden dari



langsung menjadi lewat MPR.

Baca Selengkapnya

Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

30 September 2014

Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

Dalam perjalanannya, pria yang kesehariannya berjualan kue putu keliling itu membawa buku catatan yang berisi ratusan pesan ditulis tangan.

Baca Selengkapnya