Ketidakpedulian terhadap ancaman tanah longsor akhirnya berbuah tragedi. Tanah longsor di Desa Mukapayung, Kecaman Cililin, Kabupaten Bandung Barat, yang menewaskan sekurangnya 17 orang itu tak boleh disepelekan. Melihat kondisi topografis wilayah tersebut yang labil, bencana serupa sangat mungkin berulang. Pemerintah sebaiknya segera menjalankan berbagai persiapan, dari memberdayakan masyarakat dalam mengantisipasi tanah longsor, menghijaukan lahan gundul, hingga relokasi penduduk.
Bencana pada Selasa lalu itu terjadi di kawasan lereng dengan kemiringan hingga 40 derajat. Ribuan kubik tanah dan batu meluncur dari bukit setinggi 100 meter. Tanah bukit tak kuat menahan guyuran hujan sepanjang malam. Meski faktor alam sangat berperan, bencana ini juga terjadi karena kelalaian. Sejatinya, ini bukanlah tanah longsor pertama di sana. Bencana serupa pernah terjadi pada 2001, 2009, dan 2012. Tak mengherankan jika kawasan itu sudah lama dikategorikan rawan longsor. Membiarkan penduduk kembali menghuni area rawan longsor jelaslah merupakan wujud keteledoran pemerintah setempat.
Kecamatan Cililin hanya satu bagian dari wilayah Jawa Barat yang rawan longsor. Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), provinsi ini ada pada peringkat pertama kawasan rawan longsor di Indonesia. Ini terjadi karena kondisi topografis Jawa Barat hampir setengahnya berbukit dan berlembah. Dengan kondisi seperti itu, semestinya pemerintah Jawa Barat lebih waspada dalam mengantisipasi kemungkinan tanah longsor.
Nyatanya, hingga triwulan pertama tahun ini saja di Jawa Barat sudah terjadi 18 bencana tanah longsor dengan korban 30 orang meninggal. Jika saja peta rawan longsor dari PVMBG tidak hanya dijadikan pajangan, jumlah korban semestinya bisa ditekan. Peta itu cukup detail memuat informasi daerah rawan hingga tingkat pedesaan. Berbekal peta ini, pemerintah Jawa Barat semestinya bisa melakukan sosialisasi kepada masyarakat seintensif mungkin. Sayangnya, hal itu tidak dilakukan. Seorang warga Kecamatan Cililin mengungkapkan, selama ini tak ada perhatian khusus pemerintah mengenai bahaya tanah longsor.
Kondisi rawan longsor diperburuk oleh gencarnya penggundulan hutan. Sebagian besar perbukitan di sekitar Bandung telah lama gundul. Hutan di bukit dibabat menjadi kawasan pertanian. Akibatnya, tanah menjadi gembur dan mudah rontok. Saat hujan, air dengan mudah menggerus tanah yang tak lagi ditumbuhi banyak tanaman keras. Kalaupun ada yang tersisa, tanaman keras itu bukan dari jenis yang berakar panjang. Penghijauan pun tak pernah dilakukan dengan serius.
Demi mencegah berulangnya bencana, pemerintah Jawa Barat tak bisa lagi menunda program penghijauan. Apalagi area yang harus dihijaukan sangat luas. Tercatat area pada 18 kecamatan di Kabupaten Bandung dan 14 kecamatan di Kabupaten Bandung Barat bisa sewaktu-waktu longsor akibat tanahnya makin gundul. Banyaknya penggalian pasir secara liar oleh warga setempat juga harus mulai ditertibkan.
Relokasi penduduk dari daerah rawan memang bisa menjadi salah satu pilihan. Namun opsi ini harus disertai skema menyeluruh terkait dengan problem sosial-ekonomi warga. Tujuannya agar pemindahan tidak menimbulkan masalah baru. Misalnya, proses pemindahan harus disertai program alih mata pencaharian. Tanpa hal itu, relokasi hanya akan menimbulkan resistansi dan masalah baru. Semua ini hanya mungkin terlaksana jika pemerintah tak lagi menyepelekan ancaman tanah longsor.