Antara Politik Dan Atlet

Penulis

Sabtu, 7 Juni 1980 00:00 WIB

DONALD Pandiangan menangis, dalam hati. Mungkin banyak orang yang tak bersedih untuk Olympiade 1980, tapi mustahil tak ikut bersimpati kepada atlet seperti Pandiangan. Mungkin orang tak begitu acuh kepada apa niat Uni Soviet atau Amerika Serikat, tapi mustahil tak peka kepada perasaan mereka yang sudah bersiap di ambang pertandingan. Seorang atlet telah berjalan jauh, sebelum ia tiba di ambang itu.- Berbulan-bulan ia menggedor dirinya sendiri. Pelari Sebastian Coe -- anak muda Inggris yang sendirian menggempur banyak rekor itu -- misalnya bersiap selama lebih dari 4 tahun. Untuk memecahkan rekor lari beberapa ratus meter, ia mulai lari antara 35 mil dan 70 mil tiap minggu. Ia juga mengangkat besi, senam, lari berulang-ulang di bukit, meloncat, memanjat tali, sit-up .... Tubuh memang tak bisa dibiarkan terkulai seperti baju lusuh. Tubuh seorang atlet adalah ibarat busur yang direntang sebelum sebuah performance ditembakkan. Tubuh juga misteri. Banyak hal bisa terjadi pada saat yang menentukan tiba. Latihan berbulan-bulan pada dasarnya adalah untuk mengatur pelbagai hal yang mungkin itu ke dalam suatu tertib. Dan pertandingan, seperti yang terjadi dalam Olympiade, adalah ujian terpuncak untuk mengalahkan misteri itu. Seorang atlet dengan demikian, jauh di dasar dirinya, adalah seorang yang sendirian. Tak ada lukisan yang lebih menggurit dari lukisan Yukio Mishima tentang itu dalam eseinya yang panjang mengenai tubuh dan kata-kata, Matahari dan Baja. Ia berlari sendirian mengelilingi beberapa kali jalur utama stadion nasional di sebuah fajar bulan Desember. Dan itu adalah fajar yang membeku. Stadion nasional itu bagai sebuah teratai besar. Arena luasnya yang kosong membentuk daun-bunga yang terbentang berlebihan, penuh bintik-bintik, putih abu-abu. "Sementara aku berlari, yang kuhirup bukari hanya udara setajam pisau, juga aroma fajar yang berkepanjangan .... Sementara aku berlari, pikiranku dipenuhi satu masalah: hubungan antara kembang teratai waktu fajar yang bernafsu itu dengan kemurnian tubuhku." Keterpusatan pada diri sendiri -- itulah yang umumnya tak terlihat oleh para penonton, ketika seorang atlet bertanding. lemang ada lawan, tapi pada akhirnya lawan terutama ada dalam diri sendiri. Memang ada bendera, semangat nasional, lagu kebangsaan, janji-janji. Tapi jantung yang seperti digenjot kaki setan itu bukan milik jutaan orang. Juga ketegangan, juga kecemasan, sebenarnya tak dapat dibagi-bagi. Politik? Teramat mudah kini untuk mengatakan, bahwa olahraga tak bisa dilepaskan, dari politik. Orang seakan-akan tak lagi dapat (atau mau) membedakan bahwa Olympiade adalah satu hal, dan olahraga itu sendiri hal lain. Memang omong kosong untuk berbicara tentang "kemurnin" Olympiade. Sejak upacara dan sekaligus pesta besar ini menjadi mahal, ia mengundang banyak campur tangan. Yang ramai bukan lagi atlet. Lebih ramai lagi adalah iklan dan terompet sejumlah bangsa dan sejumlah rezim. Dengan demikian memang sejak pagi shenarnya Olympiade mengandung sikap pura-pura. Tetapi kita toh tak bisa mengatakan, bahwa makna setiap pertandingan bagi banyak atlet dengan begitu hanyalah pura-pura. Olympiade memang tak bisa dikatakan sebagai seruan rukun negara-negara. Pameran dan jorjoran di sana terlalu banyak. Bahkan Pierre de Coubertin sendiri memulai Olympiade modern semula dengan maksud menyiapkan kembali keperkasaan Prancis. Tetapi dapatkah kita abaikan wajah utuh manusia di sana - yang mengandung jauh lebih banyak cerita dari sekedar ambisi pemimpin politik? Barangkali itulah yang dilupakan, ketika orang serta merta menolak Olympiade Moskow 1980. Memang tidak layak untuk terus naive. Kita tentu melihat Olympiade itu tak akan terlepas dari niat propaganda Uni Soviet -- seraya ingat bahwa negeri lain juga tak bebas dari hasrat itu. Tetapi terlampau tidak adil untuk tidak mendengarkan Donald Pandiangan. Terlampau gampangan untuk tidak merenungkan kenapa seorang atlet dalam hati menangis.

Berita terkait

Klasemen Akhir Perolehan Medali Islamic Solidarity Games: Indonesia Posisi Ke-7

19 Agustus 2022

Klasemen Akhir Perolehan Medali Islamic Solidarity Games: Indonesia Posisi Ke-7

Kontingen Indonesia mengakhiri perjuangannya dalam Islamic Solidarity Games 2021 di Konya, Turki, dengan menduduki peringkat ketujuh.

Baca Selengkapnya

Hasil Islamic Solidarity Games: Siti Nafisatul Hariroh Raih Emas, Emilia Nova Rebut Perunggu

12 Agustus 2022

Hasil Islamic Solidarity Games: Siti Nafisatul Hariroh Raih Emas, Emilia Nova Rebut Perunggu

Lifter Siti Nafisatul Hariroh menyumbang medali emas pertama bagi Indonesia di ajang Islamic Solidarity Games atau ISG 2021.

Baca Selengkapnya

Islamic Solidarity Games 2022: Ayustina Delia Raih Perak, Eki Febri Rebut Perunggu

9 Agustus 2022

Islamic Solidarity Games 2022: Ayustina Delia Raih Perak, Eki Febri Rebut Perunggu

Atlet balap sepeda Ayustina Delia Priatna menyumbang medali perak pertama untuk Kontingen Indonesia dalam gelaran Islamic Solidarity Games (ISG) 2022.

Baca Selengkapnya

Muddai Madang Calonkan Diri Sebagai Ketua Umum KONI Pusat

4 Juni 2019

Muddai Madang Calonkan Diri Sebagai Ketua Umum KONI Pusat

Pengusaha asal Palembang yang berpengalaman dalam organisasi olahraga di Indonesia, Muddai Madang mencalonkan diri sebagai Ketua Umum KONI Pusat.

Baca Selengkapnya

Tak Dampingi ISG, Satlak Prima Adukan Alex Noerdin ke Kemenpora

30 Mei 2017

Tak Dampingi ISG, Satlak Prima Adukan Alex Noerdin ke Kemenpora

Komandan kontingen Indonesia di Islamic Solidarity Games
(ISG) 2017 Alex Noerdin diadukan ke Kemenpora

Baca Selengkapnya

ISG 2017: Sumbang 3 Emas 4 Perak, Bonus Angkat Besi Rp 500 Juta

26 Mei 2017

ISG 2017: Sumbang 3 Emas 4 Perak, Bonus Angkat Besi Rp 500 Juta

Tim angkat besi Indonesia diguyur bonus total Rp 500 juta oleh PB PABBSI, berkat prestasi menghasilkan 3 emas dan 4 perak di ISG 2017 Baku, Azerbaijan

Baca Selengkapnya

ISG 2017: Hanya Peringkat 8, Indonesia Dinilai Kurang Persiapan

24 Mei 2017

ISG 2017: Hanya Peringkat 8, Indonesia Dinilai Kurang Persiapan

Indonesia gagal memenuhi target peringkat 5 besar dalam Islamic Solidarity Games IV 2017 di Baku, Azerbaijan. Indonesia akhirnya menempati peringkat 8

Baca Selengkapnya

ISG 2017, Indonesia Masih Tempati Posisi Lima Besar

18 Mei 2017

ISG 2017, Indonesia Masih Tempati Posisi Lima Besar

Indonesia masih berada di posisi lima besar perolehan medali Islamic Solidarity Games 2017.

Baca Selengkapnya

ISG 2017, Lifter Asal Aceh Sumbang Medali Perak buat Indonesia

18 Mei 2017

ISG 2017, Lifter Asal Aceh Sumbang Medali Perak buat Indonesia

Lifter Indonesia asal Aceh, Nurul Akmal, membuat kejutan setelah mampu meraih perak angkat besi kelas +90 kg pada kejuaraan Islamic Solidarity Games.

Baca Selengkapnya

ISG 2017: Dapat Tambahan 2 Emas, Indonesia di Posisi 4 Besar  

15 Mei 2017

ISG 2017: Dapat Tambahan 2 Emas, Indonesia di Posisi 4 Besar  

Indonesia mendapatkan tambahan dua emas dari cabang olahraga angkat besi dan renang dalam ajang Islamic Solidarity Games (ISG) IV 2017 di Baku, Azerbaijan.

Baca Selengkapnya