Menjual Kreativitas

Penulis

Rabu, 2 Juli 2014 23:32 WIB

Agus Dermawan T.,
Pengamat Budaya dan Seni

Dalam debat calon presiden edisi 15 Juni, juga dalam dialog ekonomi dengan Kamar Dagang dan Industri Indonesia pada 20 Juni lalu, Prabowo Subianto dan Joko Widodo bersepakat bahwa sektor ekonomi kreatif harus dikembangkan. Tekad pengembangan ini diyakini karena hitung-hitungan betapa sektor ini menjanjikan buah ekonomi yang amat besar.

Kesepakatan di atas panggung itu tentulah diharapkan terwujud dalam realitas sosial, siapa pun presiden yang akan terpilih nanti. Dan perwujudan itu dimulai dari kebijakan politik yang secara resmi digariskan, sehingga menjadi agenda politik-ekonomi yang tak pernah putus.

Hasrat mengembangkan sektor ekonomi kreatif pastilah membesarkan hati, walau niat ini sesungguhnya amat terlambat sehingga Kementerian Ekonomi Kreatif baru didirikan beberapa tahun lalu. Itu pun digabungkan dengan bidang pariwisata.

Belum pernah ada data statistik yang menghitung jumlah pelaku ekonomi kreatif di Indonesia. Namun sejumlah pengamat mengakumulasi bahwa Indonesia saat ini memiliki tak kurang dari 80 ribu pelaku ekonomi kreatif profesional (perajin ukir sampai batik, desainer, penari, pemain sandiwara, pemusik, perupa, sastrawan, penata panggung, arsitek, fotografer, hingga animator). Para pelaku ini didukung oleh ratusan ribu pekerja yang sibuk di belakangnya. Namun, selama puluhan tahun hidup di Indonesia merdeka, para kreator itu bekerja mandiri. Berkarya dalam sepi, berpentas sendiri, membuat pameran sendiri, berpromosi sendiri, hingga mencari pembeli dan penonton sendiri. Ironisnya, beriringan dengan itu, negara tiba-tiba masuk: untuk menyensor atau memungut pajak!

Ke depan, bersama Presiden yang baru, Indonesia harus memberdayakan potensi ekonomi-kreatif lewat berbagai dorongan. Model upaya pemberdayaan sejumlah negara berikut ini mungkin bisa jadi stimulan. Belanda, sejak 1936, membuat ketetapan bahwa Kementerian Perumahan dan Perencanaan Fisik serta Kementerian Pengajaran dan Ilmu Pengetahuan harus menyisihkan 1-1,5 persen anggaran untuk pembelian karya kreatif. Perhatian ini mendorong masyarakat domestik dan internasional untuk memandang karya kreatif Belanda sebagai komoditas penting. Kebijakan yang sejalan juga dilakukan oleh Prancis, Jerman, Kanada, Jepang, apalagi Korea Selatan.

Di Amerika, penyediaan anggaran untuk karya kreatif menunjukkan angka spektakuler pada dekade terakhir. Anggaran itu untuk menghidupkan sekitar 600 sekolah seni serta lebih dari 700 rumah karya kreatif (museum, gedung teater, konservatori, dan lain-lain). Hal itu juga untuk memberi rangsangan bagi lebih dari sejuta seniman amatir. Kebijakan politik ini mengarahkan minat masyarakat, sehingga rumah karya kreatif, yang diekonomisasi lewat tiket, dijejali lebih dari 100 juta penonton setiap tahun.

Sejak memasuki era kapitalisme-sosialis pada 1990-an, jagad ekonomi kreatif Cina sungguh mengguncangkan. Pemerintah membina sektor industri budaya sampai ke tingkat kota, distrik, dan desa. Jutaan kreator bekerja giat. Ratusan ahli seni dari luar negeri didatangkan untuk mengajarkan teknologi panggung sampai teknik berseni visual yang baru. Ujung dari itu adalah usaha pemerintah dalam membuka pasar. Hasilnya, kini Cina menjadi maharaja ekonomi-kreatif tiada tara!

Indonesia adalah lumbung besar pelaku ekonomi kreatif. Namun, apabila komitmen para capres cuma retorika, lumbung itu akan menjadi dongeng sebelum tidur belaka.*

Berita terkait

Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

27 Desember 2021

Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

Dalam survei tersebut Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar hanya dipilih 0,1 persen responden.

Baca Selengkapnya

DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

22 Desember 2021

DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

Komisi II DPR meminta KPU dan Bawaslu Provinsi Jawa Barat mengantisipasi kesulitan pemilih menggunakan hak pilih, lantaran diprediksi akan banyak surat suara.

Baca Selengkapnya

Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

27 Maret 2017

Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

Setya Novanto mengungkap hitung-hitungan apabila Jokowi kembali berhadapan dengan Prabowo dalam pilpres 2019.

Baca Selengkapnya

Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

22 Maret 2017

Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

Qodari mengatakan masyarakat cukup mengenal figur Agus Yudhoyono atau AHY ini

Baca Selengkapnya

Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

16 Januari 2017

Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

RUU Permilu Diperkirakan selesai sekitar bulan empat ke depan.

Baca Selengkapnya

Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

10 September 2015

Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

Ada spekulasi bahwa Demokrat memunculkan sindrom I Want SBY Back untuk mempersiapkan Ani Yudhoyono.

Baca Selengkapnya

Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

28 Oktober 2014

Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

Sampai saat ini mereka masih menunggu kepastian dari Jokowi.

Baca Selengkapnya

Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

13 Oktober 2014

Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

Relawan Jokowi-JK turut mengontrol realisasi program pemerintah di pedesaan.

Baca Selengkapnya

Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

9 Oktober 2014

Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

"Enggak ada agenda itu. Makanya, tidak perlu ditanyakan,"
kata


Fahri Hamzah soal agenda mengubah pemilihan presiden dari



langsung menjadi lewat MPR.

Baca Selengkapnya

Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

30 September 2014

Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

Dalam perjalanannya, pria yang kesehariannya berjualan kue putu keliling itu membawa buku catatan yang berisi ratusan pesan ditulis tangan.

Baca Selengkapnya