Pekerjaan Rumah Defisit Demokrasi

Penulis

Jumat, 4 Juli 2014 00:25 WIB

Wawan Sobari,
Dosen Universitas Brawijaya

Ada dua fakta paradoksal mengenai pemilu presiden dan wakil presiden 2014. Di satu sisi, tingkat ketertarikan publik terhadap politik dan kepercayaan terhadap lembaga-lembaga publik terbilang rendah. Di sisi lain, indikasi defisit demokrasi itu tidak menyurutkan minat publik terhadap pilpres 2014.

Menurut survei nasional Saiful Mujani Research & Consulting pada Februari 2012, ketertarikan publik terhadap masalah politik hanya 32 persen. Sementara itu, data survei nasional Cirus Surveyors Group (CSG) pada Desember 2013 mengungkapkan pesimisme publik terhadap kinerja partai politik, DPR, dan pemerintah. Sebanyak 79,2 persen responden tidak dan kurang percaya terhadap parpol; rerata 51,13 persen responden yakin DPR belum menjalankan tiga fungsinya dan 59,7 persen merasa tidak diperjuangkan; dan rerata 34,68 persen responden menyatakan kurang puas dan kecewa terhadap 13 jenis pelayanan publik. Adapun survei CSG pada Februari 2014 menemukan sedikit perbaikan atas tingkat ketidakpercayaan terhadap parpol menjadi 75,01 persen.

Begitu pula tren partisipasi publik dalam pemilu legislatif dan pilpres. Pemilu legislatif 2009 mencatat partisipasi tertinggi hingga 92,74 persen. Sepuluh tahun kemudian, angka partisipasi menurun hingga 70,96 persen. Angka partisipasi pilpres setali tiga uang. Jumlah pemilih yang menggunakan haknya dalam pilpres 2009 tinggal 72,56 persen.

Sebaliknya, survei nasional Pol-Tracking Institute (PTI) pada Oktober 2013 menemukan 84 persen responden berminat mengikuti pilpres 2014. Lalu, survei PTI Januari dan Juni 2014 menunjukkan angka peningkatan minat untuk memilih dalam pilpres 2014 menjadi 84,9 persen dan 92,4 persen. Demikian juga angka partisipasi pada pemilihan legislatif 2014, naik 4,15 persen (75,11 persen).

Kemeriahan dukungan para sukarelawan terhadap kubu-kubu capres-cawapres merupakan fakta kontras lainnya. Kubu Jokowi-JK mengklaim telah mendapat dukungan dari hampir sejuta sukarelawan. Kubu Prabowo-Hatta mencatat sudah 820 elemen sukarelawan mendeklarasikan dukungannya di rumah Polonia, Jakarta, hingga akhir Juni 2014. Jumlah tersebut belum termasuk elemen sukarelawan yang mendeklarasikan dukungannya di daerah-daerah.

Kamus bahasa Indonesia mengenal kata sukarelawan atau volunter sebagai orang yang melakukan suatu pekerjaan secara sukarela. Para volunter bekerja atas dasar kemauan sendiri, dengan kerelaan hati.

Dalam kajian sosial, praktek-praktek volunterisme atau keterlibatan dalam lembaga-lembaga volunter merupakan indikasi utama tumbuhnya modal sosial (social capital). Putnam (1995) merinci elemen utama modal sosial dalam bentuk jejaring, norma, dan kepercayaan yang mendorong para volunter bekerja untuk mencapai tujuan bersama.

Sayangnya, penguatan praktek volunterisme dalam hal pilpres 2014 terjadi saat demokrasi mengalami defisit. Selain karena dominasi lembaga politik ketimbang aspirasi publik dalam membuat keputusan publik, lembaga-lembaga pilar demokrasi kurang mampu meredam tekanan nonpublik dalam mewujudkan tuntutan rakyat (Luckham, 2000). Padahal, lembaga-lembaga itu semestinya lebih responsif terhadap suara publik sebagai bukti menjalankan amanah suara publik (akuntabilitas).

Untuk itu, gejala paradoks penguatan jejaring sukarelawan capres-cawapres di tengah defisit demokrasi atau keterpurukan kinerja parpol dan DPR bisa dimengerti. Penyebabnya, basis gerakan para sukarelawan bersandar pada tujuan mendukung figur capres atau cawapres, bukan identitas parpol pengusungnya. Bahkan, sangat mungkin para sukarelawan tak tertarik dengan parpol. Dengan tanpa mengatasnamakan parpol, gerakan mereka bisa lebih kuat karena tidak dibatasi sekat identitas politik yang kental kepentingan, cenderung konfrontatif, dan rendah kepercayaan.

Bonus modal sosial di tengah demokrasi yang nirsurplus merupakan pekerjaan rumah bagi siapa pun pemimpin terpilih dalam pilpres 2014. Presiden dan wapres terpilih mesti memiliki karakter kepemimpinan dan kebijakan yang mampu mengundang keterlibatan publik, sebagaimana antusiasme para sukarelawan.

Bukan sekadar populis, tipe kemimpinan partisipatoris sangat dibutuhkan dalam situasi melemahnya peran pemerintah karena berbagai tekanan. Terbitnya Inpres Nomor 4 Tahun 2014 yang menargetkan pemotongan belanja negara hingga Rp 100 triliun merupakan salah satu indikasinya. Peran entitas non-negara sangat dominan dalam menggerakan roda ekonomi, termasuk usaha mikro, kecil, dan menengah.

Walhasil, siapa pun capres-cawapres terpilih nanti bukan saja harus mampu mengkonsolidasikan kekuatan-kekuatan yang terpecah karena perbedaan dukungan. Lebih dari itu, pemimpin terpilih mesti mampu memanfaatkan potensi besar volunterisme para sukarelawan. Kemudian, pemimpin dapat mentransformasikannya menjadi modal sosial untuk meminimalkan keterbatasan negara dalam memberi manfaat kepada rakyat.

Berita terkait

Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

27 Desember 2021

Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang

Dalam survei tersebut Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar hanya dipilih 0,1 persen responden.

Baca Selengkapnya

DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

22 Desember 2021

DPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024

Komisi II DPR meminta KPU dan Bawaslu Provinsi Jawa Barat mengantisipasi kesulitan pemilih menggunakan hak pilih, lantaran diprediksi akan banyak surat suara.

Baca Selengkapnya

Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

27 Maret 2017

Setya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019  

Setya Novanto mengungkap hitung-hitungan apabila Jokowi kembali berhadapan dengan Prabowo dalam pilpres 2019.

Baca Selengkapnya

Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

22 Maret 2017

Gagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019

Qodari mengatakan masyarakat cukup mengenal figur Agus Yudhoyono atau AHY ini

Baca Selengkapnya

Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

16 Januari 2017

Tiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses

RUU Permilu Diperkirakan selesai sekitar bulan empat ke depan.

Baca Selengkapnya

Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

10 September 2015

Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?

Ada spekulasi bahwa Demokrat memunculkan sindrom I Want SBY Back untuk mempersiapkan Ani Yudhoyono.

Baca Selengkapnya

Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

28 Oktober 2014

Jokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri

Sampai saat ini mereka masih menunggu kepastian dari Jokowi.

Baca Selengkapnya

Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

13 Oktober 2014

Jokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi

Relawan Jokowi-JK turut mengontrol realisasi program pemerintah di pedesaan.

Baca Selengkapnya

Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

9 Oktober 2014

Fahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR  

"Enggak ada agenda itu. Makanya, tidak perlu ditanyakan,"
kata


Fahri Hamzah soal agenda mengubah pemilihan presiden dari



langsung menjadi lewat MPR.

Baca Selengkapnya

Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

30 September 2014

Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi

Dalam perjalanannya, pria yang kesehariannya berjualan kue putu keliling itu membawa buku catatan yang berisi ratusan pesan ditulis tangan.

Baca Selengkapnya