Konflik

Penulis

Sabtu, 27 Januari 1979 00:00 WIB

IRAN begitu terkenal, tapi dunia luar begitu tak mengerti. Orang Barat berbicara tentang karpet dan Omar Khayyam, tentang Persepolis dan wanita bercadar, dan kita mendeng?rkan. Dan tatkala Shah Iran terpojok oleh gemuruh gemertaknya para penentang, kita bengong. Kita membaca Time atau Newsweek atau kawat kantor-kantor berita. Kita tetap tak mengerti. Hanya di kepala kita terbentang layar. Di sebelah kanan berderet para tokoh dari "Mahligai Merak". Shah Iran mengenakan jas tutup hitam berkilap. Di bahunya tercantum epaulet berbenang emas. Kerah jasnya dirias dua bentuk persegi yang berkilau. Tampan. Putih. Agung. Ia didampingi Ratu Farah, maharani terpelajar dan- halus budi. Juga para pangeran. Para menteri. Para jenderal. Pasukan setia, rapi. Pemuda bebas, wanita mempesona dan modern, lanskap nampak dirangkai oleh warna dan arsitektur yang menakjubkan . . . Bagaimana mungkin segala yang indah itu harus diubah? Bagaimana mungkin seorang kakek tua, berwajah suram di bawah turban hitam, bisa dibenarkan untuk melaknat itu? Media dari Barat tak faham, kita ikut tak faham. Kita hanya membayangkan: kemajuan Iran sedang ditentang oleh orang-orang kolot. Sejarah negeri itu akan diputar kembali ke abad lampau, di mana wanita ditaruh di dapur pengap, bioskop dilarang, tv diharamkan . . . Kita memang heran. Dan kita tambah heran ketika melihat bahwa para demonstran di metropolitan Teheran itu ternyata terdiri dari pria muda berjaket kulit, lelaki kelas menengah yang berdasi, gadis-gadis berblue-jeans, bahkan sarjana puteri lulusan Amerika. Nampaknya, ada yang salah dalam informasi yang mengalir lewat media Barat tentang Iran. Betul saja. Dua orang guru besar Amerika, yang satu keturunan Iran, baru-baru ini menulis dalam Columb ia Journalism Review. Mereka mengritik pers Amerika yang telah memberikan gambaran seakan-akan konflik yang terjadi di Iran kini hanyalah konflik antara modernisasi Shah dengan kekolotan para mullah. Pers Amerika, kata kedua penulis itu, tak tahu perubahan yang terjadi dalam ajaran sosial kaum Syi'ah. Ajaran sosial itu, kata mereka, sudah ditafsirkan kembali. Setelah ini kini tampil dengan postur progresif. Ia menarik orang-orang Iran yang kecewa terhadap liberalisme Barat atau Marxisme gayaSoviet, dua sumber ideologi utama yang selama ini mengilhami para penentang Shah. Maka orang Iran yang berpolitik pun, "berpaling dari ideologi asing dan menoleh ke dalam, kembali ke tradisi mereka sendiri." Di situ mereka pun temukan suatu ajaran Syi'ah tipe baru. Di sana bergabung hasrat "perubahan sosial secara radial" dengan keyakinan perlunya dimen moral dalam masyarakat -- agar tak tejatuh ke dalam totaliterianisme. Dalam banyak hal, katanya, Syi'ah modern dapat dibandingkan dengan penafsir radikal Kristen yang muncul Amerika Latin. Begitukah? Tapi tulisan William A. Dorman dan Ehsan Omeed (nama samaran) itu tak menjelaskan lebih lanjut. Sayang. Sebab betapa kepingin tahunya orang akan ide alternatif di dunia kini --setelah dengan agak sia-sia orang menyimak kata-kata Ayatullah Khomeiny. Sang ayatullah berbicara memang, tapi tentang prinsip-prinsip yang umum saja, dengan tekanan yang terasa berubah dari waktu ke waktu. Mungkin tak dapat semua kegoblokan disalahkan kepada pers Amerika. Tapi juga mungkin tak semuanya bisa disalahkan kepada ulama yang telah lanjut usia itu. Ia jelas menghendaki sesuatu yang lebih demokratis, tapi ia barangkali tak bisa diharapkan buat menyusun suatu program untuk memecahkan masalah ekonomi dan politik masyarakat Iran sekarang. Agaknya dia terutama bernyala oleh keyakinan, bahwa segala masalah besar akan lenyap begitu sebuah pemerintah berpegang kepada ajaran agama. Sayangnya, dalam zaman ini, tak ada contoh tentang pemerintah yang seperti itu. Yang kita sudah tahu ialah bahwa ajaran agama sangat mulia tapi sejarah ternyata tak banyak mencatat penguasa-penguasa yang mulia Maka mungkin diperlukan sistem, dimana orang bisa yakin akan kebenaran agamanya, tapi perlu rendah hati ia bisa bersalah.

Berita terkait

Ekonom BCA Ungkap Peluang Penguatan Rupiah di Bawah Rp 16.000 per Dolar AS

1 hari lalu

Ekonom BCA Ungkap Peluang Penguatan Rupiah di Bawah Rp 16.000 per Dolar AS

Ketegangan di Timur Tengah yang perlahan mereda menjadi salah satu faktor peluang menguatnya rupiah.

Baca Selengkapnya

Terkini: Pesan Zulkifli Hasan ke Pejabat Baru Dilantik terkait konflik Timur Tengah, AHY Serahkan 300 Sertifikat Gratis di Sulawesi Tenggara

2 hari lalu

Terkini: Pesan Zulkifli Hasan ke Pejabat Baru Dilantik terkait konflik Timur Tengah, AHY Serahkan 300 Sertifikat Gratis di Sulawesi Tenggara

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau Zulhas melantik Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama atau Pejabat Eselon I dan II Kementerian Perdagangan.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

3 hari lalu

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tensi geopolitik di Timur Tengah cenderung meningkat dan menjadi fokus perhatian para pemimpin dunia. Ia menegaskan kondisi ini mempengaruhi beberapa dampak ekonomi secara signifikan.

Baca Selengkapnya

Harga Emas Turun, Analis: Kekhawatiran terhadap Konflik Timur Tengah Mereda

5 hari lalu

Harga Emas Turun, Analis: Kekhawatiran terhadap Konflik Timur Tengah Mereda

Analisis Deu Calion Futures (DCFX) menyebut harga emas turun karena kekhawatiran terhadap konflik di Timur Tengah mereda.

Baca Selengkapnya

Ekonom: Rupiah Hadapi Tekanan, BI Sebaiknya Tak Naikkan Suku Bunga Acuan

5 hari lalu

Ekonom: Rupiah Hadapi Tekanan, BI Sebaiknya Tak Naikkan Suku Bunga Acuan

Rupiah saat ini sedang menghadapi tekanan mata uang yang sangat besar dan lonjakan arus keluar modal.

Baca Selengkapnya

Konflik Israel-Iran, Pertamina Klaim Tidak Ada Gangguan Stok BBM

6 hari lalu

Konflik Israel-Iran, Pertamina Klaim Tidak Ada Gangguan Stok BBM

PT Pertamina Patra Niaga memastikan stok bahan bakar minyak (BBM) Indonesia tidak terganggu meski ada konflik di Israel dan Iran.

Baca Selengkapnya

Ekonom BCA: Pelemahan Kurs Rupiah Dipengaruhi Konflik Geopolitik Timur Tengah, Bukan Sidang MK

7 hari lalu

Ekonom BCA: Pelemahan Kurs Rupiah Dipengaruhi Konflik Geopolitik Timur Tengah, Bukan Sidang MK

Kepala Ekonom BCA David Sumual merespons pelemahan rupiah. Ia menilai depresiasi rupiah karena ketegangan konflik geopolitik di Timur Tengah.

Baca Selengkapnya

Paus Fransiskus Khawatirkan Timur Tengah, Serukan Dialog dan Diplomasi

7 hari lalu

Paus Fransiskus Khawatirkan Timur Tengah, Serukan Dialog dan Diplomasi

Paus Fransiskus pada Ahad mengemukakan kekhawatiran mengenai situasi di Timur Tengah serta menyerukan untuk terus dilakukan dialog dan diplomasi.

Baca Selengkapnya

BPS Sebut Iran dan Israel Bukan Mitra Utama Dagang RI: Dampak Konflik Tak Signifikan

7 hari lalu

BPS Sebut Iran dan Israel Bukan Mitra Utama Dagang RI: Dampak Konflik Tak Signifikan

BPS menilai dampak konflik geopolitik antara Iran dan Israel tak berdampak signifikan terhadap perdangan Indonesia. Begini penjelasan lengkapnya.

Baca Selengkapnya

11 Fakta Unik Isfahan Iran, Kota Terbaik di Timur Tengah yang Dijuluki "Separuh Dunia"

7 hari lalu

11 Fakta Unik Isfahan Iran, Kota Terbaik di Timur Tengah yang Dijuluki "Separuh Dunia"

Isfahan merupakan salah satu tujuan wisata utama dan salah satu kota bersejarah terbesar di Iran.

Baca Selengkapnya