TEMPO.CO, Jakarta - Muhidin M. Dahlan, kerani @warungarsip
"1.000 kali seniman tak berpolitik, 1.000 kali pula politik mencampuri seni dan seniman." - Amir Pasaribu, komposer
Kutipan dari komposer musik legendaris Indonesia itu saya temukan dari kliping koran pada 1957. Kutipan itu berumur 57 tahun jika diukur dari masa saat Glen Fredly, Bimbim Slank, dkk "mengorganisasi" musikus untuk menjadi relawan politik Indonesia dalam pemilu Indonesia ke-12.
Amir sadar bahwa frasa "seniman berpolitik" adalah posisi. Seniman yang disebutnya sebagai paal di tengah kehidupan bangsa dan masyarakatnya bukanlah spectateur atau penonton, melainkan pemikir, peserta, yakni peserta yang bergiat menyelamatkan bangsanya dari kerugian besar.
Peristiwa panggung musik politik 5 Juli 2014 di Gelora Bung Karno Jakarta adalah kembalinya spirit Amir Pasaribu dalam bermusik yang tak alergi terhadap keterlibatan politik. Politik bukanlah iblis yang mesti dihindari, melainkan dirawat dan dibersihkan bersama dalam kepemimpinan rakyat.
Amir Pasaribu, C. Simandjuntak, Sarbini, W.R. Supratman adalah leluhur musik yang diproduksi revolusi. Karakter mereka dibentuk dan ditempa di alam politik yang keras dalam pencarian notasi budaya. Mereka adalah musikus dan sekaligus aktivis.
Musikus semacam Amir tahu betul bahwa politik tak merusak dunia musik yang ditekuninya, melainkan saling mengisi dalam konteks kebangsaan yang luas. Politik tidak berada di pihak yang mengeksploitasi.
Kebudayaan yang tak kalis dari politik itu bisa kita baca dari bagaimana kebijakan politik bersikap pada musik, film, teater, sastra, buku, tari, seni rupa, yang kemudian dihimpun dalam satu frasa baru: "ekonomi kreatif". Dan frasa ini adalah frasa politik karena berkaitan dengan visi kebudayaan dan politik anggaran yang menyertainya. Makin sedikit anggaran yang disediakan, makin mudah menilai keberpihakan politik terhadap kemaslahatan kebudayaan.
Dalam sejarah pemilu di Indonesia, ada tiga bentuk keterlibatan seniman. Pemilu 1955 melahirkan keterlibatan seniman dalam satu struktur barisan organisasi/sanggar. Seniman berpolitik dalam organisasi seperti Lekra, Lesbumi, dan LKN.
Ketika rezim Sukarno tumbang, keterlibatan seniman dalam politik berubah. Seniman dilarang berpolitik praktis bersamaan dengan penyusutan partai. Keterlibatan seniman dalam politik pun semata bersifat panggilan dan penghibur tanpa ada tawar-menawar kepentingan selain bayaran. Seniman sebagai boneka politik tanpa daya tawar itu berlangsung puluhan tahun.
Dalam pemilu ke-12 ini muncul keterlibatan lain yang berbeda dengan dua model keterlibatan sebelumnya, yakni keterlibatan yang cair dan tanpa bayaran. Keterlibatan yang bersifat sukarela ini bersifat ad hoc, tanpa ada iming-iming uang, kecuali panggilan jiwa untuk menjadi peserta dan bukan penonton politik.
Dalam sejarah pemilu, jumlah keterlibatan relawan seni, terutama dimotori musikus yang memiliki lapisan pengikut yang luas, adalah terbesar dan tiada tanding. Mereka tak diikat oleh organisasi yang bersifat partisan, melainkan jaringan teknologi komunikasi. Walau bukan pendukung partai politik tertentu, mereka hadir menyuarakan apa yang disebut Amir Pasaribu sebagai cara, "memikirkan nasib kemadjuan bangsanja dalam pemikiran semua segi hidupnja."
Berita terkait
Forum Seniman Ragukan Janji-janji Jakpro dalam Revitalisasi TIM
20 Februari 2020
Forum Seniman ragukan pernyataan PT Jakarta Propertindo (Jakpro) terkait tak akan mengkomersialisasi kawasan pusat kesenian itu usai revitalisasi TIM.
Baca SelengkapnyaHari Buruh, Pekerja Seni Berorasi dengan Kreatif Ramah Lingkungan
1 Mei 2019
Serikat pekerja media dan industri kreatif atau Sindikasi mendorong ekosistem kerja yang berkeadilan di peringatan Hari Buruh 1 Mei.
Baca SelengkapnyaHasil Pameran Seni Etza di Prancis untuk Korban Gempa Palu
23 Oktober 2018
Seniman muda Bandung, Etza Meisyara, menyumbangkan seluruh hasil karyanya yang terjual di pameran tunggalnya di Prancis untukkorban gempa Palu.
Baca SelengkapnyaKasus Ratna Sarumpaet, Seniman Yogya Larung 5 Wayang Antagonis
9 Oktober 2018
Sejumlah seniman di Yogyakarta punya cara sendiri untuk menyikapi kasus Ratna Sarumpaet dan berbagai kabar hoax yang beredar di masyarakat.
Baca SelengkapnyaPertemuan IMF - World Bank di Bali, Begini Komentar Mike Marjinal
7 Oktober 2018
Gitaris grup band punk Marjinal, Mike, bersama sejumlah aktivis dan seniman ikut memantau pertemuan IMF - World Bank di Bali.
Baca SelengkapnyaSeniman Mural Singgung Cara Anies Baswedan Bersihkan Kali Item
26 Juli 2018
Upaya cepat yang dilakukan Anies Baswedan menangani Kali Item mendapat respons beberapa pihak salah satunya seniman mural
Baca SelengkapnyaTidak Perlu Takut Jadi Seniman, Simak Kata Pelukis Naufal Abshar
11 Januari 2018
Beberapa orang akan berpikir bahwa seorang seniman tidak akan mendapatkan pekerjaan dan tidak bisa bertahan. Simak pengalaman pelukis Naudal Abshar.
Baca SelengkapnyaKarya Teguh Ostenrik Segera Ditenggelamkan di Pulau Bangka
17 Oktober 2017
Instalasi seni Teguh Ostenrik yang ketujuh, ditanam untuk mengembalikan keindahan laut Pulau Bangka
Baca SelengkapnyaTeras Budaya Tempo Gelar Malam Simpati untuk Hamsad Rangkuti
22 September 2017
Malam ini, Teras Budaya Tempo menggelar kegiatan penggalangan dana bertajuk Simpati untuk sastrawan Hamsad Rangkuti.
Baca SelengkapnyaPerformance Art Tisna Sanjaya Protes DPR Soal KPK
21 Juli 2017
Seniman Tisna Sanjaya memprotes Panitia Khusus Angket DPR soal KPK dengan melakukan performance art di samping Gedung Merdeka Bandung.
Baca Selengkapnya