Hari Buruh Sedunia atau May Day hari ini semestinya tidak menjadi hari yang menakutkan. Peringatan atas hak-hak para pekerja ini selayaknya berlangsung tanpa membuat orang cemas. Para penggagas demo buruh juga harus bisa menjamin bahwa pengerahan massa begitu besar tak akan memancing keributan. Mereka harus belajar dari berbagai aksi demo serupa yang sempat berujung kekacauan. Misalnya, saat para buruh berdemo dengan menutup ruas tol Jakarta-Cikampek, Januari tahun lalu. Saat itu, yang muncul bukannya simpati dan dukungan publik, melainkan antipati.
Merayakan Hari Buruh dengan turun ke jalan sah-sah saja. Namun demo besar-besaran di Jakarta dan berbagai kota lain dengan melibatkan puluhan ribu orang lebih banyak berdampak negatif ketimbang positif bagi khalayak. Lalu lintas Jakarta yang sudah rutin didera kemacetan bakal makin tak terkendali. Demo seperti itu tak hanya memberi efek kemacetan, tapi juga berpotensi memancing kerusuhan.
Inilah yang seharusnya dihindari. Saatnya aktivis buruh juga memikirkan cara memperjuangkan hak tanpa harus melanggar kepentingan orang banyak. Jika hal itu bisa dilakukan, perjuangan buruh akan mendapat simpati. Simpati penting untuk membantu menyuarakan nasib buruh yang masih dianggap warga kelas dua. Selama ini, pendapatan buruh belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup secara layak. Apalagi tuntutan kebutuhan bakal semakin tinggi akibat rencana kenaikan harga bahan bakar minyak dan tarif listrik.
Banyak tuntutan buruh yang disuarakan pada Hari Buruh Sedunia tahun ini. Pada dasarnya, tuntutan mereka masih sama dengan sebelumnya. Tuntutan itu dari menolak kenaikan harga bahan bakar dan listrik, meminta kenaikan upah, penghapusan sistem kontrak dan alih daya (outsourcing), hingga menolak RUU Perusahaan Terbatas dan RUU Organisasi Masyarakat. Tuntutan tersebut selayaknya mendapat respons dari pemerintah, khususnya Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Salah satu hal yang belum direspons adalah tentang tuntutan penghapusan alih daya. Meski pada awal tahun lalu Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan pasal-pasal tentang alih daya dan perjanjian kerja waktu tertentu dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, nyatanya hingga sekarang sistem ini belum dibenahi. Faktanya, pelaksanaan sistem alih daya banyak mengorbankan hak buruh. Inilah yang harus dibereskan. Jangan sampai sistem ini hanya membawa berkah bagi pengusaha tapi menjadi bencana bagi pekerja.
Karena itu, sudah saatnya pemerintah membuka ruang dialog yang lebih lebar. Dialog ini jangan dilakukan hanya ketika buruh berdemo lalu pemerintah mencoba mengakomodasi demi mencegah kerusuhan. Dialog harus berlangsung secara substantif, langsung menyentuh masalah yang dipersoalkan para buruh.
Kita berharap perayaan Hari Buruh di Indonesia menjadi hari bersejarah, bahkan peringatan bagi semua pihak. Sudah saatnya merayakan Hari Buruh dengan aman.
Aksi damai dan tertib yang diciptakan buruh ketika menuntut hak bakal membuat investor merasa aman menanamkan modal. Aksi anarkistis dan memicu kekacauan bisa membuat investor hengkang dan memindahkan modal ke negara lain. Jika itu yang terjadi, para buruh juga yang dirugikan. *