Banyaknya orang pajak yang masuk penjara rupanya tak membuat jeri. Belum lama ini, dua penyidik pajak tertangkap basah menerima suap. Hal itu menunjukkan upaya membersihkan pegawai nakal di Direktorat Jenderal Pajak belum berhasil. Mesti ada langkah yang lebih serius untuk menghentikan kejahatan mereka.
Dua penyidik pajak yang ditangkap itu bernama Muhammad Dian Irwan Nuqishira dan Eko Darmayanto. Bertugas di Kantor Pajak Jakarta Timur, keduanya diciduk oleh Komisi Pemberantasan Korupsi di Terminal 3 Bandar Udara Soekarno-Hatta. Di sini pula mereka menerima suap Sin$ 300 ribu dari PT The Master Steel sebagai wajib pajak korporasi. Tempat ramai seperti ini mungkin sengaja dipilih-sebelumnya ada petugas pajak yang ditangkap di kawasan stasiun Gambir-untuk mengelabui pantauan penyidik KPK.
Kasus itu menambah panjang deretan petugas pajak yang ditangkap karena menerima suap. Dua bulan yang lalu, Pargono Riyadi kepergok memeras seorang wajib pajak sebesar Rp 125 juta. Sebelumnya, pegawai Kantor Pajak Bogor, Anggrah Suryo, serta pegawai pajak Sidoarjo, Tommy Hindratno, juga dibekuk penyidik KPK karena suap.
Semua itu mengindikasikan bahwa pegawai pajak yang bermain kotor amat banyak, bahkan mirip jaringan mafia yang sulit diberantas. Hal ini berarti perlu langkah yang lebih tegas untuk memeranginya. Direktur Jenderal Pajak mesti melakukan pembenahan besar-besaran. Seluruh petugas pajak yang mengisi lini strategis perlu dikocok ulang. Para petugas pajak yang nakal itu seharusnya diberi sanksi. Terlibat atau tidak, ia mesti ikut bertanggung jawab atas perilaku anak buahnya.
Mungkin perlu dicoba pula kiat Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo yang melakukan lelang jabatan dengan tes yang ketat guna mencari camat dan lurah. Para pejabat pajak yang integritasnya diragukan jangan dipilih. Mereka mesti dipantau secara cermat, termasuk gaya hidupnya sehari-sehari. Pejabat pajak yang jujur dan bersih tak mungkin bergaya hidup mewah, kecuali ia anak konglomerat. Penyerahan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara jangan sekadar menjadi persyaratan administratif. Tim seleksi mesti turun menelusuri lapangan guna menguji laporan itu.
Langkah besar itu harus diikuti perbaikan sistem pengawasan internal secara berjenjang. Operasi menangkal praktek kotor dengan memiliki whistle-blowing system, yang kini mulai berjalan, perlu diteruskan. Sudah terbukti, sejumlah penangkapan oknum pajak oleh komisi antikorupsi bermula dari adanya laporan "peniup peluit".
Pembenahan internal Direktorat Pajak akan lebih efektif bila penegak hukum juga bertindak tegas. Hakim mesti memberi hukuman yang lebih berat kepada petugas pajak yang nakal. Ancaman hukuman terhadap kasus terakhir, Irwan dan Eko, bahkan harus jauh lebih berat karena mereka bukan petugas pajak biasa, melainkan penyidik pajak.
Itulah pentingnya KPK memantau persidangan kasus tersebut. Jangan lupa pula mengawasi jaringan "pemain pajak" di kepolisian dan kejaksaan. Soalnya, proses hukum kejahatan pajak juga melibatkan dua instansi ini.