Wartawan yang benci kekuasaan

Penulis

Sabtu, 3 November 1979 00:00 WIB

PADA sebuah bukit hijau di dataran tinggi Peloponnesus, ada sebuah monumen. Bukan tugu. Bukan bangunan. Tapi sebuah tulisan, terdiri dari tiga huruf: oxi. Kata itu berarti "tidak". Tiga huruf itu telah berada di sana selama 30 tahun lebih, dalam kesunyian semenanjung yang liar itu. 30 tahun lebih -- sejak tentara Nazi menduduki Yunani, dan para partisan bertahan, menyerukan kemerdekaan, seraya menatahkan kata oxi di antara pohon-pohon. Yunani kemudian bebas. Tapi dalam sejarahnya lalu datang sejumlah perwira yang kemudian terkenal dengan sebutan "para kolonel". Mereka mengambil alih kekuasaan. Yunani jadi kediktaturan, kali ini oleh anak kandungnya sendiri. Dan di negeri tempat lahirnya demokrasi itu demokrasi pun dianggap asing, hendak dihapus, seperti juga mereka mencoba menghapus kata oxi di dataran tinggi Peloponnesus. Namun tiga huruf itu tetap saja: cat yang mengapurnya kemudian terkelupas oleh hujan, terusir oleh matahari. Kata "tidak" itu begitu keras rupanya bertahan. Itulah "monumen yang paling indah memperingati harga diri manusia," tulis Oriana Fallaci dalam bukunya yang telah diterjemahkan ke pelbagai bahasa, Intervista con la storia (Wawancara Dengan Sejarah). Kita tahu kemudian kenapa wartawan wanita terkenal itu berpendapat demikian. Bukunya dipersembahkan kepada ibunya, Tosca, "dan kepada semua mereka yang tidak menyukai kekuasaan." Isinya 14 hasil wawancara dengan tokoh-tokoh dunia yang mencerminkan sejarah masa kini: ada Henry Kissinger, ada Jenderal Vietnam Utara Giap. Ada Golda Meir, ada Yasir Arafat. Ada Indira Gandhi, ada Ali Bhutto. Ada Shah Iran Riza Pahlavi yang polisi rahasianya konon sering menyiksa orang, ada pula seorang penyair Yunani yang disiksa "para kolonel" dan menulis puisi dengan darah. Tak berarti Fallaci mencoba menarik tokoh yang saling bermusuhan itu ke dalam dialog. Ia bukan mak comblang untuk kerukunan dunia. Fallaci tidak netral. Jurnalismenya bukan jurnalisme putih yang mau berimbang, tak mau memihak, melainkan suatu ledakan sikap pendirian, juga prasangka dan kemarahan. "Aku tak merasa diriku sebagai perekam dingin dari yang kulihat dan kudengar," katanya, dalam pengantar Intervista con la storia. Ia mendatangi tokoh-tokoh yang diwawancarai dengan seribu rasa marah, "seribu pertanyaan yang telah menyerang diriku sebelum menyerang mereka." Sungguh khas ia memakai kata "menyerang". Ada sesuatu yang galak pada dirinya. Interviewnya adalah semacam duel, bila yang dihadapinya bukan tokoh tempat ia menyampaikan kagum. Taktik pertanyaannya adalah provokasi. Ia ingin mencongkel subyeknya sampai marah, hingga dari mulutnya keluar kata-kata yang tak berkedok. Namun taktik itu bukan sesuatu yang hanya dipakainya. Kita bisa bayangkan ia ngomong keras seperti wanita dalam film Itali, menyemprot-nyemprot, tapi kali ini karena satu hal: Fallaci membenci kekuasaan. Ia ingin meludahinya "Apakah itu datang dari penguasa yang lalim atau seorang presiden yang dipilih .... aku melihat kekuasaan sebagai sesuatu yang tak human dan menjijikkan," begitu ia berkata. Karena itulah ia melihat tiga huruf di bukit Peloponncsus itu sebagai sebuah monumen. Sebab itulah ia pernah mendatangi Kissinger, dan kemudian September yang lalu mendatangi Ayatullah Khomeini: seorang pemimpin yang dielu-elukan rakyat tapi juga seorang pemegang kekuasaan yang hampir mutlak. Fallaci juga dulu mewawancarai Shah Iran dan menutup interviewnya dengan berkata, "Anda menakutkan saya, Baginda." Mungkin ia anarkis 75%. Tapi mungkin ia hanya saksi yang tajam sejarah kita sekarang: ketika manusia makin sadar akan harga diri dan haknya, tapi sementara itu tetap banyak mulut yang diinjak agar jangan bilang "tidak". Oriana Fallaci telah bertemu dengan Alexandros Panagoulis. Dialah penyair yang ditahan, disiksa dan menulis sajak di penara dengan tetesan darahnya. Dialah penyair yang digebuk, disetrum, digantung, dikerangkeng dalam sel paling sempit, dan dalam usia muda keluar ke bumi dengan wajah seorang tua. "Hari itu ia punya wajah seorang Jesus yang disalibkan sepuluh kali," tulis Fallaci seperti seorang ibu yang gementar.

Berita terkait

7 Tahun Berdiri, AMSI Dorong Ekosistem Media Digital yang Sehat

6 hari lalu

7 Tahun Berdiri, AMSI Dorong Ekosistem Media Digital yang Sehat

Selama tujuh tahun terakhir, AMSI telah melahirkan sejumlah inovasi untuk membangun ekosistem media digital yang sehat dan berkualitas di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Dewan Pers Tak Masukkan Perusahaan Pers dalam Komite Publisher Rights, Ini Alasannya

5 Maret 2024

Dewan Pers Tak Masukkan Perusahaan Pers dalam Komite Publisher Rights, Ini Alasannya

Komite Publisher Rights bertugas menyelesaikan sengketa antara perusahaan pers dan perusahaan platform digital.

Baca Selengkapnya

Dewan Pers Bentuk Tim Seleksi Komite Publisher Rights

5 Maret 2024

Dewan Pers Bentuk Tim Seleksi Komite Publisher Rights

Ninik mengatakan, Komite Publisher Rights penting untuk menjaga dan meningkatkan kualitas jurnalistik.

Baca Selengkapnya

Ekonom Sebut Penerapan Perpres Publisher Rights Harus dengan Prinsip Keadilan

23 Februari 2024

Ekonom Sebut Penerapan Perpres Publisher Rights Harus dengan Prinsip Keadilan

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan Perpres Publisher Rights mesti diterapkan dengan prinsip keadilan.

Baca Selengkapnya

Jokowi Teken Perpres Publisher Rights, Atur Kerja Sama Lisensi hingga Bagi Hasil Platform Digital dengan Perusahaan Pers

23 Februari 2024

Jokowi Teken Perpres Publisher Rights, Atur Kerja Sama Lisensi hingga Bagi Hasil Platform Digital dengan Perusahaan Pers

Pemerintah bakal mengatur hubungan kerja sama platform digital dengan perusahaan pers setelah Presiden Jokowi meneken Perpres Publisher Rights.

Baca Selengkapnya

Perpres Publisher Rights Disahkan, Meta Yakin Tak Wajib Bayar Konten Berita ke Perusahaan Media

22 Februari 2024

Perpres Publisher Rights Disahkan, Meta Yakin Tak Wajib Bayar Konten Berita ke Perusahaan Media

Meta menanggapi Perpres Nomor 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas.

Baca Selengkapnya

Jokowi Sahkan Perpres Publisher Rights, Bisa Pengaruhi Kebebasan Pers?

22 Februari 2024

Jokowi Sahkan Perpres Publisher Rights, Bisa Pengaruhi Kebebasan Pers?

Jokowi teken Perpres No. 32 tahun 2024 mengatur Platform Digital dalam mendukung industri jurnalisme berkualitas. Apakah mempengaruhi kebebasan pers?

Baca Selengkapnya

AMSI Optimistis Perpres Publisher Rights Dorong Ekosistem Bisnis Media Jadi Lebih Baik

21 Februari 2024

AMSI Optimistis Perpres Publisher Rights Dorong Ekosistem Bisnis Media Jadi Lebih Baik

Perpres Publisher Rights dinilai membuka ruang bagi model bisnis baru di luar model bisnis yang mengandalkan impresi atau pencapaian traffic.

Baca Selengkapnya

Jokowi Teken Perpres Publisher Rights, Apa Artinya bagi Perusahaan Pers Indonesia?

21 Februari 2024

Jokowi Teken Perpres Publisher Rights, Apa Artinya bagi Perusahaan Pers Indonesia?

AMSI optimistis Perpres Publisher Rights akan membuka jalan bagi negosiasi bisnis yang setara antara platform digital dan penerbit media digital.

Baca Selengkapnya

Media Asing Soroti Perpres Publisher Rights yang Diteken Jokowi

21 Februari 2024

Media Asing Soroti Perpres Publisher Rights yang Diteken Jokowi

Jokowi mengatakan semangat awal dari Peraturan Presiden tentang Publisher Rights adalah ingin membentuk jurnalisme berkualitas.

Baca Selengkapnya