Anak-anak yang Kehilangan Sungai

Penulis

Kamis, 31 Juli 2014 01:04 WIB

Bagja Hidayat
@hidayatbagdja

Menyiapkan ongkos, berdandan, dan membekali diri dengan sabun dan handuk, mereka menempuh perjalanan jauh agar bisa berenang. Mereka berdesakan di mobil bak terbuka yang mengangkut mereka ke kolam renang di kecamatan. Ketika sungai-sungai kering, orang-orang membangun kolam dengan tiket dan satpam.

Tentu saja ini kisah generasi baru yang harus dikasihani. Anak-anak yang kehilangan sungai tak lagi bebas beradu tangkas menjajal palung dan oplak. Di kolam buatan itu, mereka menemui kedalaman yang sama dan terukur, seperti kolam renang di kota. Mereka tak belajar bagaimana cara menjelajah. Mereka kehilangan permainan.

Barangkali ini romantisme, atau ketakjuban mudik Lebaran. Dulu sungai adalah arena menjajal nyali. Kami harus mencuri kesempatan berenang di Cisanggarung yang lebar dan dalam. Kami harus sembunyi dari mata tetangga yang bisa melaporkan keasyikan kanak-kanak kepada orang tua. Mereka takut kami tenggelam atau dimakan buaya.

Buaya mungkin hanya mitos yang diciptakan untuk menakuti anak-anak agar tak berenang ke sana. Sepanjang umur Cisanggarung, kami tak pernah sekali pun melihatnya. Kini sungai itu tak ada lagi. Kering dan gersang. Tak ada tukang perahu yang menyeberangkan orang-orang kampung yang akan ke pasar. Hampir setiap rumah punya sepeda motor. Mereka lebih senang ke pasar atau ke kota menempuh jalan memutar melewati jembatan Belanda. Tapi bukan karena kehadiran sepeda motor, melainkan lantaran perahu tak ada lagi.

Kematian sungai itulah pokoknya. Air memang menghilang dari kampung kami ini. Mungkin karena pemanasan global yang diributkan dunia itu, karena hutan-hutan yang dulu dijaga wangatua dan dedemit dijarah hingga punah, gersang, dan boyak.

Sebelum penjarahan itu, sungai kami pelan-pelan hilang ketika di kampung seberang ada "orang Jakarta" yang membangun pabrik aspal, sekitar 25 tahun lalu. Orde Baru, yang sedang membangun infrastruktur hingga pelosok, membutuhkan pengusaha macam ini. Demikianlah, batu-batu sungai diangkut untuk digiling.

Petani tak lagi ke sawah dan ladang. Mereka menyelam di sungai menggali batu-batu kali yang liat untuk dijual ke pabrik itu. Pasir pun lenyap, sungai jadi dangkal. Yang timbul adalah padas yang licin. Palung-palung menghilang, oplak tumpas. Anak-anak tak lagi punya mainan selepas pulang sekolah, atau memandikan ternak.

Kini mereka melakukan apa yang dilakukan anak-anak kota: bermain PlayStation, berenang di kolam renang porselen, serta ngebut dengan sepeda motor. Tak ada lagi yang bermain gundu atau gasing. Selepas magrib, kampung sepi, anak-anak berkhidmat di depan televisi. Mereka tak mengangeni bulan sambil mendengarkan orang-orang tua bertukar cerita tentang palawija dan legenda, juga takhayul yang paling semprul.

Setiap Lebaran, selalu saya merasa kehilangan sesuatu dari kampung ini. Suasananya, orang-orangnya, bau asap sampahnya. Kini saya merasa seperti orang-orang tua dulu: senang mengenang sungai, lapangan sepak bola, serta kebun buah-buahan yang sudah tak kelihatan bekasnya. Tapi bukankah 20 tahun terlalu cepat untuk membuat kampung ini berubah dan menjadi asing?

Berita terkait

Tarawih Bubar Gara-gara Ulah Tikus Ugal-ugalan  

17 Juli 2015

Tarawih Bubar Gara-gara Ulah Tikus Ugal-ugalan  

Di antara yang menjadi korban, mayoritas


para wanita yang sedang menjalankan salat




tarawih.

Baca Selengkapnya

7 Orang Tewas Selama Arus Mudik dan Balik di Banten

6 Agustus 2014

7 Orang Tewas Selama Arus Mudik dan Balik di Banten

Persentase pemudik meninggal dunia turun 65 persen dibanding tahun lalu.

Baca Selengkapnya

Takbir Keliling Pakai Musik Dugem, Warga Protes  

6 Agustus 2014

Takbir Keliling Pakai Musik Dugem, Warga Protes  

"Mereka tidak takbiran, malah joget-joget dengan diiringi musik 'dugem' lewat sound system."

Baca Selengkapnya

Ada Aa Gym, Sekolah di Banyuwangi Libur  

5 Agustus 2014

Ada Aa Gym, Sekolah di Banyuwangi Libur  

Sekolah-sekolah meliburkan siswanya bersamaan dengan halalbihalal Lebaran yang digelar pemerintah daerah setempat.

Baca Selengkapnya

Habis Mudik Lebaran, Terbitlah Social Jetlag  

5 Agustus 2014

Habis Mudik Lebaran, Terbitlah Social Jetlag  

Social jetlag merupakan fenomena menurunnya produktivitas masyarakat yang melakukan mudik.

Baca Selengkapnya

Lebaran Dongkrak Kinerja Impor Juni  

4 Agustus 2014

Lebaran Dongkrak Kinerja Impor Juni  

"Ini sebagai gambaran bahwa ada kegiatan mengimpor untuk memenuhi kebutuhan Lebaran, seperti produk tekstil dan makanan," kata Kepala BPS Suryamin.

Baca Selengkapnya

Korban Jiwa Kecelakaan Lebaran di Jawa Timur 64 Orang

4 Agustus 2014

Korban Jiwa Kecelakaan Lebaran di Jawa Timur 64 Orang

Jumlah kecelakaan tahun ini 559 kasus. Angka kecelakaan itu, kata Awi, menurun 16 persen dibanding tahun lalu.

Baca Selengkapnya

Bolos Habis Lebaran, PNS Subang Tak Naik Jabatan

4 Agustus 2014

Bolos Habis Lebaran, PNS Subang Tak Naik Jabatan

Bupati Subang Ojang Sohandi memperingatkan para pegawai negeri
yang berani bolos kerja hari pertama seusai libur Lebaran.

Baca Selengkapnya

Usai Lebaran, Lalu Lintas ke Ragunan Lancar  

4 Agustus 2014

Usai Lebaran, Lalu Lintas ke Ragunan Lancar  

Keadaan jalan menuju Ragunan sangat berbeda dengan beberapa hari sebelumnya saat libur Lebaran.

Baca Selengkapnya

60 Ribu Penumpang Melintas di Bandara Juanda  

4 Agustus 2014

60 Ribu Penumpang Melintas di Bandara Juanda  

Akumulasi dari kedatangan dan keberangkatan penumpang di jalur
domestik dan internasional.

Baca Selengkapnya