Joko Riyanto
Alumnus Fakultas Hukum UNS-Surakarta
Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla, yang sudah ditetapkan oleh KPU pada 22 Juli 2014 lalu sebagai pemenang pemilihan presiden, tampaknya masih harus bersabar untuk merayakan kemenangannya. Sebab, kubu Prabowo-Hatta melayangkan gugatan tentang kecurangan pilpres ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Bisa dimaklumi bila sebuah pesta demokrasi tidak berjalan sempurna, namun tak ada alasan untuk mengabaikan kecurangan, apalagi pembiaran atas ketidakberesan prosesnya. Dengan demikian, proses hukum yang diajukan oleh salah satu kontestan pilpres menjadi penting dan strategis. Penting karena merupakan langkah tepat menunjukkan kekeliruan pelaksanaan pesta demokrasi terbesar di Republik ini, dan menjadi strategis karena langkah tersebut diharapkan mampu memangkas kekeliruan sejarah yang dibuat secara sengaja atau tidak oleh anak bangsa ini.
Pada Pemilu 2004, dua hari setelah pencoblosan, Gus Dur bersama belasan partai politik peserta pemilu menolak hasil pemilu dan menyatakan pemilu tidak sah. Besoknya, koran-koran terkemuka mengutip pernyataan Gus Dur bahwa Indonesia mengalami krisis konstitusi. Tapi akhirnya pemilu tersebut telah menghantarkan bangsa Indonesia kepada babak baru kehidupan berbangsa dan bernegara. Golkar tampil sebagai pemenang pemilu dan SBY-JK tampil sebagai presiden dan wakil presiden, mengemban amanat rakyat (Mahfud MD, "Sah-Tidak Tak Bergantung Gugatan", 2009).
Pasangan Prabowo-Hatta yang mengajukan tuntutan kepada MK adalah hal yang sangat wajar dalam mekanisme demokrasi. Namun, yang membuat kita tidak mengerti adalah mengapa Prabowo justru menarik diri dari proses rekapitulasi nasional? Secara logika, jika menarik diri dari proses pilpres, berarti Prabowo juga mengundurkan diri sebagai capres. Kalau menarik diri dari proses pilpres, mengapa Prabowo menggugat hasil pilpres? Ini menjadi suatu keanehan dalam demokrasi pilpres.
Meskipun demikian, kita patut mengapresiasi langkah Prabowo, karena gugatan melalui MK merupakan pilihan hukum yang tepat dan lebih baik daripada terus menolak proses pilpres. Sekarang bola ada di tangan MK untuk menentukan secara final dan mengikat siapa yang berhak memimpin Indonesia lima tahun ke depan. Karena itu, saatnya kita mengajak seluruh elemen masyarakat agar menempatkan diri pada posisi yang tepat, menghormati proses hukumnya. Kita tidak boleh menggiring opini publik dan terkesan memaksa salah satu kontestan untuk menerima hasil pilpres begitu saja. Bukankah gugatan atas kecurangan merupakan bagian dari pembelajaran politik?
Jika nanti gugatan ditolak MK, Prabowo harus siap menerima putusan hukum itu dengan sikap kenegarawanan, legawa, ikhlas, dan puas. Bukan justru membuat manuver politik yang merugikan diri sendiri dan kepentingan rakyat. Sebaliknya, jika gugatan itu dikabulkam MK, Jokowi-JK juga harus berbesar hati menerimanya dan tak perlu meluapkan kemarahan sehingga menimbulkan kekacauan besar.
Marilah menjaga ikhtiar itu, agar anak bangsa ini tidak keliru menulis sejarah bangsanya sendiri. Teladan baik dari tulisan sejarah yang benar adalah bukti otentik bagi generasi selanjutnya. Penerus kita nanti akan tetap percaya ada niat baik untuk membangun bangsa ini sejak awal. Tugas kita adalah mengawal proses hukumnya agar tidak dicederai oleh para penegak hukum.
Berita terkait
Survei Capres Muhaimin Iskandar Rendah, PKB: Masih Ada Peluang
27 Desember 2021
Dalam survei tersebut Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar hanya dipilih 0,1 persen responden.
Baca SelengkapnyaDPR Dorong KPU dan Bawaslu Antisipasi Potensi Masalah Pemilu 2024
22 Desember 2021
Komisi II DPR meminta KPU dan Bawaslu Provinsi Jawa Barat mengantisipasi kesulitan pemilih menggunakan hak pilih, lantaran diprediksi akan banyak surat suara.
Baca SelengkapnyaSetya Novanto: Golkar Siap Menangkan Jokowi di Pilpres 2019
27 Maret 2017
Setya Novanto mengungkap hitung-hitungan apabila Jokowi kembali berhadapan dengan Prabowo dalam pilpres 2019.
Baca SelengkapnyaGagal Pilkada DKI, AHY Punya Modal Besar Ikut Pilpres 2019
22 Maret 2017
Qodari mengatakan masyarakat cukup mengenal figur Agus Yudhoyono atau AHY ini
Baca SelengkapnyaTiap Parpol Bisa Ajukan Calon Presiden, Jokowi: Masih Proses
16 Januari 2017
RUU Permilu Diperkirakan selesai sekitar bulan empat ke depan.
Sindrom I Want SBY Back, Sinyal Ani Yudhoyono Maju Capres?
10 September 2015
Ada spekulasi bahwa Demokrat memunculkan sindrom I Want SBY Back untuk mempersiapkan Ani Yudhoyono.
Baca SelengkapnyaJokowi Tak Butuh, Relawan Bakal Membubarkan Diri
28 Oktober 2014
Sampai saat ini mereka masih menunggu kepastian dari Jokowi.
Baca SelengkapnyaJokowi Dilantik, Relawan Jokowi-JK Berevolusi
13 Oktober 2014
Relawan Jokowi-JK turut mengontrol realisasi program pemerintah di pedesaan.
Baca SelengkapnyaFahri: Koalisi Pro-Prabowo Tidak Berencana Pilpres MPR
9 Oktober 2014
"Enggak ada agenda itu. Makanya, tidak perlu ditanyakan,"
kata
Fahri Hamzah soal agenda mengubah pemilihan presiden dari
langsung menjadi lewat MPR.
Giman Membawa Ratusan Pesan untuk Jokowi
30 September 2014
Dalam perjalanannya, pria yang kesehariannya berjualan kue putu keliling itu membawa buku catatan yang berisi ratusan pesan ditulis tangan.
Baca Selengkapnya