PENJARA itu mengerikan. Ada 8 menara masmg-masing setinggi lebih 30 meter. Dindingnya juga setinggi itu. Sekitarnya dikelilingi parit, selebar lebih dari 24 meter. Umurnya, di pagi yang menentukan itu, sudah lebih dari 400 tahun. Bangunan yang batu pertamanya diletakkan 22 April 1370 itu tadinya memang dimaksudkan sebagai bastide buat menahan serangan Inggeris. Tapi kemudian rakyat Paris, yang menyebutnya jadi "Bastille", tahu bahwa fungsinya tak lagi jadi pelindung. Sejak Kardinal Richelieu berkuasa, bangunan itu jadi bui khusus -- untuk mereka yang di zaman ini agaknya bisa disebut "tahanan politik." Artinya, yang ditahan di sana adalah mereka yang bukan terlibat perkara kriminil biasa. Sebuah lettre de cachet alias surat perintah dari Raja dapat menjebloskan seorang yang dianggap membahayakan keamanan negara. Terkadang itu mata-mata asing, terkadang tukang bikin heboh politik. Atau wartawan. Bahkan buku-buku yang terlarang juga dipenjarakan di gedung itu. Keadaan memang perlahan-lahan berubah. Penyiksaan kian jarang dilakukan di situ. Dan bahkan karena ongkos pemeliharaannya mahal, di tahun 1784 ada usul agar penjara itu dihancurkan saja. Tak tersangka bahwa Bastille lima tahun kemudian bobol, dan kejatuhannya, dari tangan penguasa kerajaan ke tangan rakyat banyak, melambangkan berkobarnya satu revolusi besar dalam sejarah Revolusi Perancis. Di pagi 14 Juli 1789 itu, sebenarnya tak ada yang berniat menyerbu Bastille. Di dalamnya toh cuma ada 7 orang tahanan. Kerumunan orang banyak yang dibakar amarah revolusioner itu sebetulnya mula-mula cuma menuntut kepada markis de Launay, agar membagi-bagikan senjata dan mesiu kepada rakyat. Sang Markis tentu saja menolak. Rakyat tak sabar. Mereka menyerbu. Bastille jatuh. Diperlukan beberapa tahun yang mahal untuk meratakan Bastille sama sekali ke bumi. Sebagaimana revolusi itu sendiri juga makan biaya besar dan berjalar lama sampai dengan sisa-sisa terakhir "regime lama" digusur dari pentas sejarah. Napoleon Bonaparte memang mendekritkan revolusi "berhenti" beberapa waktu setelah ia melakukan kudeta di bulan Nopember 1799. Ia telah menutup kekuasaan "Direktorat" yang memimpin Perancis beberapa tahun setelah Raja terakhir dipenggal. Tapi Revolusi toh tak bisa berhenti. Memang perwira muda usia yang sukses sebagai pemimpin perang itu kemudian mengangkat diri jadi Kaisar. Orang bisa menganggapnya sebagai "pengkhianat Revolusi". Komponis Beethoven bahkan konon merobek-robek karyanya sendiri, sebuah simfoni yang semula dipersembahkannya kepada Napoleon sebagai penyelamat Revolusi Perancis. Namun ahli sejarah kemudian bisa mencatat: orang yang menghidupkan kembali monarki itu sebetulnya mengkonsolidasikan Revolusi, dari mana ia dulu lahir. Monarkinya dikukuhkan dengan plebisit. Semua pembaharuan institusionil yang lahir oleh Revolusi tak dihapuskannya. Hak persamaan di depan hukum tetap diakui. Memang, dalam praktek, sering asas-asas Revolusi 1789 dilanggar. Napoleon mengkontrol pers, memenjarakan orang tanpa proses pengadilan, dan tak begitu menghormati Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia yang disusun di hari-hari puncak Revolusi di tahun 1789. Namun (kini dilihat kembali setelah dua abad) siapa yang bisa membelokkan lagi keinginan manusia setelah Revolusi Amerika mengilhami Revolusi Perancis, dan Revolusi Pcrancis mengilhami dunia lain? Memang, kaum burjuis yang menyusun hak-hak itu tak begitu peduli akan nasib yang buruk dari para pekerja dan para tukang. Pelbagai pemikir sosialis kemudian mengecamnya -- terutama Karl Marx. Namun setelah 14 Juli 1789, zaman cepat berjalan, ide-ide mengejar. Di tahun 1859, Napoleon III, kemenakan Napoleon I yang juga mengangkat diri jadi kaisar akhirnya toh tunduk pula kepada tuntutan oposisi untuk hak-hak rakyat yang lebih luas. "Majulah di depan gagasan dalam abadmu," tulisnya, "dan ide-ide itu akan mengikutimu serta mendukungmu. Tapi kalau kau berjalan di belakangnya, mereka akan menyeretmu. Dan jika kau melawannya, mereka akan menumbangkanmu."