Anak Kaya Versus Anak Miskin

Penulis

Sabtu, 29 Juli 1978 00:00 WIB

DIA anak seorang kaya. Ayahnya punya perkebunan luas di daerah Florida, Amerika Serikat. Di perkebunan itu bekerja para buruh pendatang -- juga anak-anak mereka. Pada umurnya yang ke-6, si anak orang kaya itu pun bertanya: "Papa, kenapa anak-anak itu bekerja di kebun dan aku tidak?" Pertanyaan itu tak berhenti di situ. Pada umurnya yang ke-12, si anak menulis dalam pelajaran mengarang di sekolahnya: "Aku sebenarnya ingin, orang-orang yang bekerja untuk kami sekeluarga bersikap berteman kepada kami. Sekarang, mereka takut pada ayah. Mereka takut kepada para mandor . . . Harus kuakui aku kira mereka juga takut kepadaku. Bila aku datang ke dekat mereka dengan sepedaku, mereka pun berhenti berbicara, dan mereka bekerja sangat keras, dan mereka berkali-kali memandang ke arahku, melihat apakah aku masih tetap di situ." Suatu hari anak itu pun menggambar langit, sebuah lanskap dan sebuah matahari. Matahari itu amat besar. Di bawah bola yang menyala-nyala itu dilukiskannya para buruh bekerja memetik di kebun. Melihat ini, ayahnya merengut. "Matahari itu terlalu dibesar-besaran," gerutunya. Papa itu memang merasa anaknya kian kritis kepada keadaan di sekitarnya. Hubungan si bapak dan si anak memang biasanya jadi tegang. Tapi makin dewasa, si anak mulai jinak. Ia memang masih tetap mempertahankan "gaasan-gagasannya", tapi ia makin tahu hidup begitu majemuk. Dunia tak gampang diubah .... Siapakah dia? Dia hanyalah salah satu tokoh dalam Previleged Ones, sebuah buku tinjauan, atau lebih tepat laporan, tentang anak anak golongan kaya di Amerika, yang disusun dengan menarik oleh seorang ahli psikiatri anak-anak, Robert Coles. Buku itu sendiri merupakan jilid ke-V dari serangkaian karya Coles yang berjudul Children of Crisis. Karya-karya tebal ini, seluruhnya 2.800 halaman, ditulis setelah dokter jiwa anak-anak ini mengunjungi dan bergaul dengan sejumlah anak berumur antara 6 sampai dengan 13 tahun. Bila Previleged Ones yang terbit awal tahun ini berkisah tentang anak-anak orang kaya, maka Eskimos, Cicanos, Indians, yang merupakan jilid ke-IV, berbicara tentang anak-anak golongan minoritas yang tergencet. Yang menarik ialah bahwa ada persamaan antara anak si kaya di perkebunan itu dengan anak orang Chicano yang melarat mereka menerima keadaan sekitarnya sebagai sesuatu yang tak wajar. Mereka bingung tentang konsep "klas" atau lapisan sosial. Mereka marah. Pada mulanya adalah menonton TV dari jam ke jam. Anak-anak miskin itu membayangkan bahwa kelak, suatu hari nanti, mereka akan menjadi seperti para tokoh yang mereka lihat di layar persegi itu. Mereka mungkin akan seperti para penyanyi. Mereka akan seperti para bintang. Atau tokoh dalam iklan itu: naik mobil keren, tinggal di rumah bagus. Maka ketika mereka di dalam hidup sehari-hari melihat orang tua mereka diperlakukan buruk uleh para boss, mereka menganjurkan bapak dan embok mereka melawan. "Ketika anak-anak saya masih kecil," tutur seorang ibu Chicano di Texas, "saya mencoba sedapat saya membuat mereka senang. Terkadang, sementara saya memeluk mereka, saya berkata kepada diri saya sendiri Tak lama lagi si kecil ini akan tahu tentang Texas .... Yang paling celaka ialah bila anak-anak itu mulai bertanya: mengapa. Saya mencoba mencegahnya. Saya katakan kepada mereka, sudah, jangan bertanya-tanya begitu. Saya tak tahu kenapa orang-orang itu berada di atas dan kita berada di bawah .... " Ibu itu tak tahu. Sayangnya anak-anak itu suatu hari pasti bertanya lagi, atau satu pertanyaan dengan sendirinya akan tergantung-gantung di atas kepala mereka: Apa masa depanku, mbok? Tapi "masa depan yang hampir pasti" bagi mereka tampaknya hanya: menyerah kepada situasi -- sebagaimana orang tua mereka sendiri. Betapa seorang bapak atau seorang ibu Chicano harus menjawab pertanyaan anaknya tentang masa depan seperti itu? Seperti kalau orang tua kelas menengah kulit putih menjawab pertanyaan anak tentang sex, kata Coles. Sebuah jawaban yang tak boleh diulangi lagi. Sebuah jawaban yang akan dikenangkan seterusnya. Sebuah jawaban yang bukan seperti yang dipertunjukkan oleh TV.

Berita terkait

Goenawan Mohamad Bicara Pentingnya Kepercayaan dan Etik dalam Profesi Jurnalistik

2 hari lalu

Goenawan Mohamad Bicara Pentingnya Kepercayaan dan Etik dalam Profesi Jurnalistik

Goenawan Mohamad mengatakan etik bukanlah sesuatu yang diajarkan secara teoritis, melainkan harus dialami dan dipraktikkan sehari-hari.

Baca Selengkapnya

Dies Natalis ke-3 Politeknik Tempo: Utamakan Etika di Tengah Gempuran AI

3 hari lalu

Dies Natalis ke-3 Politeknik Tempo: Utamakan Etika di Tengah Gempuran AI

Dies Natalis Politeknik Tempo kali ini mengambil tema "Kreativitas Cerdas Tanpa Batas" dihadiri segenap civitas akademika Politeknik Tempo.

Baca Selengkapnya

MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

12 hari lalu

MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

Hakim MK telah memutuskan hanya 14 amicus curiae, yang dikirimkan ke MK sebelum 16 April 2024 pukul 16.00 WIB yang akan didalami di sengketa Pilpres.

Baca Selengkapnya

Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

53 hari lalu

Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar disertai gelombang demo mahasiswa terekam dalam film Djakarta 66 karya Arifin C. Noer

Baca Selengkapnya

53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

58 hari lalu

53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

Majalah Tempo telah berusia 53 tahuh, pada 6 Maret 2024. Panjang sudah perjalanannya. Berikut profil para pendiri, Goenawan Mohamad (GM) dan lainnya.

Baca Selengkapnya

53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

58 hari lalu

53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.

Baca Selengkapnya

Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

9 Februari 2024

Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

Pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad atau GM menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini seolah pemerintahan Orde Baru.

Baca Selengkapnya

Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

9 Februari 2024

Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

Budayawan Goenawan Mohamad bilang ia tak jadi golput, apa alasannya? "Tanah Air sedang menghadapi kezaliman yang sistematis dan terstruktur," katanya.

Baca Selengkapnya

Angka Pengasuhan Tidak Layak Anak Masih Tinggi, Ini Saran Legislator

4 Februari 2024

Angka Pengasuhan Tidak Layak Anak Masih Tinggi, Ini Saran Legislator

Legislator menyoroti penurunan angka pengasuhan tidak layak belum merata di Indonesia, termasuk juga perkawinan anak, ini sarannya.

Baca Selengkapnya

ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

2 Februari 2024

ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

Karya Goenawan Mohamad yang ditampilkan berupa sketsa drawing atau gambar, seni grafis, lukisan, artist book, dan obyek wayang produksi 2016-2024.

Baca Selengkapnya