Mengawasi Dana Sosial Perusahaan

Penulis

Sabtu, 27 Juli 2013 02:47 WIB

Dilihat dari sudut mana pun, kekhawatiran tentang penyalahgunaan dana tanggung jawab sosial perusahan (corporate social responsibility atau CSR) dalam berbagai proyek pemerintah DKI Jakarta sangat masuk akal. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo tak perlu over-reaktif menanggapi kritik dari berbagai lembaga nirlaba belakangan ini. Membuat laporan yang transparan dan akuntabel justru adalah langkah terbaik.

Kekhawatiran penyimpangan dana CSR ini mengemuka setelah Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mengkritik pemerintah Jakarta. Orang yang punya akal sehat akan maklum dengan kritik itu. Sebab, nilai sumbangan yang berasal dari 2,5 persen keuntungan perusahaan itu sangat besar. Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apkindo) DKI Jakarta, dana sosial perusahaan itu mencapai Rp 50-100 miliar per tahun.

Dana miliaran rupiah itu masuk ke berbagai dinas di DKI Jakarta dan menjelma menjadi berbagai program pemerintah. Dana itu dipakai untuk berbagai program, seperti biaya untuk penataan kampung deret di Tanah Tinggi, Jakarta Pusat; perbaikan tanggul di Latuharhari yang jebol karena banjir; fasilitas untuk rumah susun sewa Marunda berupa televisi, tempat tidur, dan kulkas; serta pembiayaan alat berat pengerukan di Waduk Pluit.

Yang sangat disesalkan, Pemerintah Jakarta belum memiliki mekanisme pertanggungjawabannya. Inilah pokok masalahnya. Di negeri ini, hampir setiap proyek bermasalah. Terjadi korupsi dan kongkalikong antara pengusaha dan pejabat pemerintah. Apalagi dasar hukum CSR, yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, tidak mengatur hubungan antara pemerintah dan perusahaan dalam penerapan penggunaan CSR.

Masalah itulah yang harus dijawab Joko Widodo dan wakilnya, Basuki Tjahaja Purnama. Marah kepada para pengkritik jelas percuma. Hal itu tak menyelesaikan masalah. Pemerintah DKI Jakarta harus segera membuat sistem pertanggungjawaban yang transparan atas semua dana CSR. Jika perlu, mengajak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengawasinya. Mekanisme ini merupakan bagian dari praktek good governance. Tanpa transparansi, siapa yang bisa menjamin dana sosial perusahaan itu tak diselewengkan oleh pegawai DKI?

Advertising
Advertising

Kritik lain yang harus dijawab Jokowi dan Ahok adalah memastikan kebijakan mereka tak "terbeli" oleh sumbangan perusahaan. Soalnya, perusahaan yang menyumbangkan dananya pasti punya kepentingan tertentu, dari ingin mendongkrak citra perusahaan sampai ingin mempengaruhi kebijakan pemerintah.

Niat perusahaan itulah yang harus diwaspadai dan dipilih-pilah. Sumbangan yang punya "udang di balik batu" yang buruk harus dicoret. Jangan sampai sumbangan ini membuat kebijakan DKI tergadai. Jika hal itu terjadi, tingkat kepercayaan publik terhadap Jokowi-Ahok yang tinggi-terbukti saat pemilihan gubernur tahun lalu-akan runtuh. Maka, satu-satunya pilihan bagi Jokowi-Ahok adalah membuktikan bahwa semua kebijakan mereka bersifat netral, tak terbeli, dan murni untuk kepentingan publik. Mereka juga harus segera membakukan sistem pertanggungjawaban dana sosial yang jelas.

Berita terkait

Dihadiri Elon Musk, Jokowi akan Buka KTT World Water Forum Senin Pagi Ini

2 menit lalu

Dihadiri Elon Musk, Jokowi akan Buka KTT World Water Forum Senin Pagi Ini

Presiden Jokowi akan membuka KTT World Water Forum Ke-10 bertempat di Bali Internasional Convention Center (BICC), Bali, Senin pagi ini,

Baca Selengkapnya

Kritik Wacana Revisi UU TNI, PBHI Ungkap Ada 114 PSN Dijaga Militer Saat Ini

9 menit lalu

Kritik Wacana Revisi UU TNI, PBHI Ungkap Ada 114 PSN Dijaga Militer Saat Ini

Wacana Revisi UU TNI kembali mencuat, kritik mulai berdatangan. Salah satunya PBHI yang melihat kemiripan seperti era Orde Baru, hingga mengungkap 114 PSN yang kini dijaga TNI.

Baca Selengkapnya

e-KTP Mudah Luntur, Begini Cara Menggantinya Secara Gratis

13 menit lalu

e-KTP Mudah Luntur, Begini Cara Menggantinya Secara Gratis

e-KTP mudah mengelupas dan tulisannya luntur jika tidak dirawat dengan baik, masyarakat harus bisa menggantinya dengan e-KTP baru secara gratis.

Baca Selengkapnya

Manchester City Juara Liga Inggris: Pep Guardiola Bicara Kemungkinan Tinggalkan Etihad, Juga Puji Klopp dan Arteta

13 menit lalu

Manchester City Juara Liga Inggris: Pep Guardiola Bicara Kemungkinan Tinggalkan Etihad, Juga Puji Klopp dan Arteta

Pep Guardiola bicara soal prospek untuk meninggalkan Manchester City beberapa menit setelah meraih gelar Liga Inggris keempat secara beruntun.

Baca Selengkapnya

Pembuka Gerbang Reformasi 1998, Aksi Mahasiswa Geruduk Gedung DPR Menjadi Awal Soeharto Lengser

18 menit lalu

Pembuka Gerbang Reformasi 1998, Aksi Mahasiswa Geruduk Gedung DPR Menjadi Awal Soeharto Lengser

Pada 18 Mei 1998, mahasiswa menduduki gedung DPR/MPR, membuat tuntutan agar Soeharto mundur. Peristiwa ini menjadi awal era reformasi.

Baca Selengkapnya

Starlink Uji Coba di Bali, Pakar TI: Waspadai Jangan Sampai Ada Monopoli Harga

18 menit lalu

Starlink Uji Coba di Bali, Pakar TI: Waspadai Jangan Sampai Ada Monopoli Harga

Layanan internet Starlink milik Elon Musk resmi melakukan proses uji coba di Bali. Pengamat mengimbau agar pemerintah pantau penetapan harga.

Baca Selengkapnya

Ledakan Tungku Smelter: dari Janji Bahlil untuk Memperbaiki hingga Keheranan Anggota DPR

20 menit lalu

Ledakan Tungku Smelter: dari Janji Bahlil untuk Memperbaiki hingga Keheranan Anggota DPR

Ledakan tungku smelter kembali terjadi. Kali ini dialami oleh PT Kalimantan Ferro Industry atau PT KFI di Kuta Kartanegara, Kalimantan Timur.

Baca Selengkapnya

Kata Maruarar Sirait Soal PDIP Tak Undang Jokowi di Rakernas V

29 menit lalu

Kata Maruarar Sirait Soal PDIP Tak Undang Jokowi di Rakernas V

Mantan politikus PDIP Maruarar Sirait mengatakan harus menghormati keputusan PDIP yang tidak mengundang Jokowi dalam Rakernas V.

Baca Selengkapnya

Video Kekerasan Beredar, Sean 'Diddy' Combs Akui Perbuatannya dan Minta Maaf

32 menit lalu

Video Kekerasan Beredar, Sean 'Diddy' Combs Akui Perbuatannya dan Minta Maaf

Sean 'Diddy' Combs meminta maaf atas perilakunya setelah video kekerasan beredar

Baca Selengkapnya

ICW Catat Sepanjang 2023 Ada 791 Kasus Korupsi, Meningkat Singnifikan 5 Tahun Terakhir

36 menit lalu

ICW Catat Sepanjang 2023 Ada 791 Kasus Korupsi, Meningkat Singnifikan 5 Tahun Terakhir

Pada 2023. ICW mencatat ada 791 kasus korupsi, 1.695 tersangka dan kerugian negara Rp 28,4 triliun.

Baca Selengkapnya