Berpikir Bebas

Penulis

Sabtu, 9 September 1978 00:00 WIB

ORANG yang ekstrim biasanya menarik. Tapi orang moderat biasanya yang mendekati kebenaran. Guru filsafat itu mengucapkan itu dengan nada datar, lalu diam. Para mahasiswanya menyeringai. Lelaki di depan ruang kuliah itu memang tidak memikat. Tidak berapi-api. Hanya sedikit menenteramkan. Terutama kalau seraya menerangkan satu bab tentang epistemologi ia menyelingi suasana dengan petilan lagu dari film Blue Angel. Tapi cuma itu. Selebihnya pak guru filsafat layak dilupakan. Ia suka humor tapi kurang sex. Memang ada citra yang hambar tentang orang-orang yang yakin kepada benarnya ucapan (dari seorang Nabi, lho) bahwa "sebaik-baiknya perkara ialah yang tengah-tengah." Ya, hambar. Orang-orang tanpa warna. Tidak tegas. Kompromistis. Kurang punya greget buat memihak kepada salah satu kutub yang sedang berkonfrontasi. Di dalam masa yang membutuhkan hentakan kaki dan gemertak geraham di suatu kurun yang panas dan suram hingga fikiran lalu-lalang seperti petir berlistrik, moderatton sering dlanggap banci. Dan "banci" adalah sesuatu yang menjijikkan, terutama bagi mereka yang menyenangi kejantanan. Atau moderation dianggap sebagai kelambanan khas intelektuil, yang selalu cukup untuk dihina oleh mereka yang menyukai "aksi". Masa seperti itu pernah ada beberapa ribu hari yang lalu. Di sekitar gerakan protes kalangan pemuda Amerika, kata "radikal" menjadi suatu cap yang gagah. Berkat publisitas yang luas, karena hegemoni media massa Amerika, hampir seluruh cendekiawan muda dunia mengenal pamor kata itu. Juga daya tarik dari semangat "Kiri Baru". Kalau tak percaya datanglah ke pelbagai seminar. Biasanya, dalam semangat ini, Amerika Serikat sedemikian dikutuk sebagai "Setan Dunia," hingga apa saja yang dekat denean Amerika dicap sebagai "pion", atau "kompra dor", dan hingga apa saja yang memusuhi Amerika (misalnya Hanoi atau Khmer Merah) dianggap sebagai pahlawan. Ketidak-sukaan kepada Amerika itu juga menyangkut sampai ke masalah gaya hidup yang memang tidak selalu sehat. Hingga inilah semacam ciri baru cendekiawan yang berfikiran progresif memuji-muji kesederhanaan hidup di RRT di bawah Mao Tse-tung. Tapi beberapa ribu hari kemudian lewatlah. Mao Tse-tung mangkat, Hanoi menang, Khmer Merah berkuasa, dan seorang Presiden Amerika yang dipilih dari udik berbicara tentang "hak-hak asasi manusia." Di Afrika, tentara Kuba (dengan baret "Che" Guevara) masuk. Pasukan asing. Di Uni Soviet sejumlah cendekiawan dihukum. Di laut Asia Tenggara beratus-ratus orang-orang malang lebih baik menyabung nyawa mengungsi dari Vietnam yang "dibebaskan". Dan tentang Kamboja .... Dengan cepat, banyak hal mendcsak untuk suatu renungan kembali. Mereka yang dulu kagum ketika mendengar rakyat RRT menggempur gunung tanpa pamrih materiil, kini perlu merumuskan sikap lagi ketika tahu bahwa di Peking, pesawat TV berwarna laku terjual. Mereka yang dulu bertepuk tangan untuk Khieu Samphan, kini harus bertanya apa yang memberi hak Khmer Merah untuk membasmi begitu banyak manusia dan mcmbungkam negeri Kamboja. Tidakkah ini saat kembalinya moderatiol dalam sikap berfikir? Pada saat kita menelaah kembali posisi, penilaian dan tinjauan kita tentang hal-ihwal di dunia sekitar kita, pada saat itu kita mau tidak mau surut sebentar dari pendirian yang tegas, jelas, tidak di tengah-tengah. Tapi rasanya itu bukanlah sikap yang hampa. Sebab jika ada yang dipilih di situ, maka itu ialah pilihan yang dasar keberanian untuk berfikir bebas. Bukan sekedar berani menghadapi fikiran-fikiran lawan yang kita anggap bebal, jika kita mau. Tapi berani menghadapi kesimpulan kawan sefaham dan diri kita sendiri, yang biasanya kita anggap pintar.

Berita terkait

Goenawan Mohamad Bicara Pentingnya Kepercayaan dan Etik dalam Profesi Jurnalistik

4 hari lalu

Goenawan Mohamad Bicara Pentingnya Kepercayaan dan Etik dalam Profesi Jurnalistik

Goenawan Mohamad mengatakan etik bukanlah sesuatu yang diajarkan secara teoritis, melainkan harus dialami dan dipraktikkan sehari-hari.

Baca Selengkapnya

Dies Natalis ke-3 Politeknik Tempo: Utamakan Etika di Tengah Gempuran AI

4 hari lalu

Dies Natalis ke-3 Politeknik Tempo: Utamakan Etika di Tengah Gempuran AI

Dies Natalis Politeknik Tempo kali ini mengambil tema "Kreativitas Cerdas Tanpa Batas" dihadiri segenap civitas akademika Politeknik Tempo.

Baca Selengkapnya

MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

13 hari lalu

MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

Hakim MK telah memutuskan hanya 14 amicus curiae, yang dikirimkan ke MK sebelum 16 April 2024 pukul 16.00 WIB yang akan didalami di sengketa Pilpres.

Baca Selengkapnya

Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

54 hari lalu

Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar disertai gelombang demo mahasiswa terekam dalam film Djakarta 66 karya Arifin C. Noer

Baca Selengkapnya

53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

59 hari lalu

53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

Majalah Tempo telah berusia 53 tahuh, pada 6 Maret 2024. Panjang sudah perjalanannya. Berikut profil para pendiri, Goenawan Mohamad (GM) dan lainnya.

Baca Selengkapnya

53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

6 Maret 2024

53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.

Baca Selengkapnya

Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

9 Februari 2024

Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

Pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad atau GM menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini seolah pemerintahan Orde Baru.

Baca Selengkapnya

Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

9 Februari 2024

Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

Budayawan Goenawan Mohamad bilang ia tak jadi golput, apa alasannya? "Tanah Air sedang menghadapi kezaliman yang sistematis dan terstruktur," katanya.

Baca Selengkapnya

ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

2 Februari 2024

ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

Karya Goenawan Mohamad yang ditampilkan berupa sketsa drawing atau gambar, seni grafis, lukisan, artist book, dan obyek wayang produksi 2016-2024.

Baca Selengkapnya

Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

27 November 2023

Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

Forum Lintas Generasi meminta masyarakat bersuara jujur dan jernih dalam Pemilu 2024.

Baca Selengkapnya