Tidak Ada Sistem Yang Benar

Penulis

Sabtu, 7 Oktober 1978 00:00 WIB

KARTASURA, menjelang pertengahan abad ke-17. Sebuah iring-iringan pengantin bangsawan lewat sore itu. Tapi bila para wanita yang menonton di tepi jalan pada berbisik atau mendesah, itu bukanlah karena keindahan prosesi. Sesuatu yang lain memukau mereka: di depan iringan itu, di atas kuda yang ranggi, seorang pemuda tegak, rupawan .... Syahdan. Di antara penonton itu diam-diam menyeliplah putera mahkota, Pangeran Adipati Anom. Laki-laki gemuk yang berkaki cacat ini bagai tersengat. Ia bertanya kepada salah seorang pengiringnya, siapa gerangan Si pemuda tampan itu. "Dia adalah Raden Sukra, tuanku. Putera Raden Adipati Sindu Reja." Zaman memang aneh, dan nasib memang buruk. Malam itu putera mahkota menyuruh agar Sukra dipanggil. "Suruh dia menghadapku, dan ikat tangannya." Dan malam itu, di hadapan putera mahkota, Sukra pun disiksa. Ia beramai-ramai dipukuli oleh para prajurit. Setelah itu: ke dalam matanya dimasukkan semut hitam. Mata itu berdarah. Anak muda itu pingsan. Tubuhnya diusung, ditaruhkan di tengah jalan besar, untuk kemudian ditemukan dan dibawa pulang oleh para abdi Sindu Reja. Si bapak, bangsawan tua itu, menangis. Untuk beberapa saat darah menggelegak di dalam diri Raden Adipati Sindu Reja, buat menuntut balas. Tapi bukankah dia cuma abdi raja? Teringat akan hal ini, marahnya segera lilih. Tapi hati Sukra tidak lilih. Seminggu setelah kejadian itu, ia sehat kembali-dengan dendam. Ia bertekad untuk menghadapi putera mahkota di mana saja. Ia mengumpulkan 70 prajurit Bugis pilihan, yang akan ia ajak mengamuk. Ia kini tinggal mencari alasan. Alasan pun kemudian datang dalam kisah tragis yang diungkapkan kembali dalam Babad Tanab Jawi ini. Alasan itu datang dalam bentuk seorang perempuan: isteri pertama sang putera mahkota. Wanita muda itu bernama Lembah. Ia puteri Patih kerajaan, Pangeran Puger. Ia dipersunting oleh sang putera mahkota, tapi disia-siakan: Pangeran Adipati Anom kemudian lebih asyik dengan perempuan baru. Sakit hati, Lembah pun pulang ke rumah ayahnya. Tiap sore ia duduk di panggung petamanan, dan sebagaimana nampak dari Jalanan, wajahnya murung. Sukra tahu hal ini. Segera pula ia bermaksud menggoda sang raden ayu, untuk memancing suatu bentrokan dengan putera mahkota. Maka suatu sore ia pun menaiki kudanya yang putih, Nirwati, yang telah disuruhnya bersihkan hingga mengkilap dan telah disuruhnya hiasi dengan beledu hijau hingga memikat. Ia sendiri berpakaian sebagus-bagusnya. Bolak-balik di bawah panggung petamanan istana kepugeran itu, wajahnya yang tampan mencari pandang ke tempat sang puteri. Tak lama kemudian, pertemuan pandang pun terjadi .... Tapi apa yang dilihat Sukra ternyata mengubah maksudnya -- meskipun tak mengubah nasibnya. Wanita itu menyentakkan hatinya. Di luar niatnya terdahulu, ia jatuh cinta kepada Lembah. Dan Lembah, dalam kesedihannya, tak urung berbahagia menerima surat dan isyarat lelaki di atas kuda putih itu .... Kita tak tahu persis detail dari affair ini selanjutnya. Yang jelas, Pangeran Adipati Anom pun mendengarnya. Tentu saja dengan rasa tersinggung -- meskipun mungkin karena sekedar soal gengsi. Ayah Lembah, Pangeran Puger pun, didesak buat ambil tindakan. Dan tindakan memang tak tanggung-tanggung diambil oleh Patih yang sangat loyal ini: ia menyuruh agar puterinya sendiri dibunuh. Dan Raja yang kaget mendengar semua kejadian ini pun mengambil keputusan. Tapi baginda bukan menegur Pangeran Puger, bukan pula mengoreksi Putera Mahkota, melainkan mengirimkan pasukan buat menangkap Sukra, agar dihukum mati. Akhir hidup Sukra yang muda pun tak tercegah. Setelah terbujuk untuk menyerah dan diminumi racun, tapi belum mati, lehernya pun diinjak dan dipatahkan oleh pamannya sendiri, seorang pengabdi Raja. Di Kartasura, menjelang pertengahan abad ke-17, bukannya tak ada kemarahan terhadap kesewenang-wenangan. Tapi waktu itu tak ada sistim, untuk memperdengarkan yang adil dan yang benar. Dan Sukra yang marah, kemudian jadi bisu.

Berita terkait

Goenawan Mohamad Bicara Pentingnya Kepercayaan dan Etik dalam Profesi Jurnalistik

4 hari lalu

Goenawan Mohamad Bicara Pentingnya Kepercayaan dan Etik dalam Profesi Jurnalistik

Goenawan Mohamad mengatakan etik bukanlah sesuatu yang diajarkan secara teoritis, melainkan harus dialami dan dipraktikkan sehari-hari.

Baca Selengkapnya

Dies Natalis ke-3 Politeknik Tempo: Utamakan Etika di Tengah Gempuran AI

5 hari lalu

Dies Natalis ke-3 Politeknik Tempo: Utamakan Etika di Tengah Gempuran AI

Dies Natalis Politeknik Tempo kali ini mengambil tema "Kreativitas Cerdas Tanpa Batas" dihadiri segenap civitas akademika Politeknik Tempo.

Baca Selengkapnya

MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

14 hari lalu

MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

Hakim MK telah memutuskan hanya 14 amicus curiae, yang dikirimkan ke MK sebelum 16 April 2024 pukul 16.00 WIB yang akan didalami di sengketa Pilpres.

Baca Selengkapnya

Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

55 hari lalu

Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar disertai gelombang demo mahasiswa terekam dalam film Djakarta 66 karya Arifin C. Noer

Baca Selengkapnya

53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

6 Maret 2024

53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

Majalah Tempo telah berusia 53 tahuh, pada 6 Maret 2024. Panjang sudah perjalanannya. Berikut profil para pendiri, Goenawan Mohamad (GM) dan lainnya.

Baca Selengkapnya

53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

6 Maret 2024

53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.

Baca Selengkapnya

Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

9 Februari 2024

Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

Pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad atau GM menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini seolah pemerintahan Orde Baru.

Baca Selengkapnya

Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

9 Februari 2024

Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

Budayawan Goenawan Mohamad bilang ia tak jadi golput, apa alasannya? "Tanah Air sedang menghadapi kezaliman yang sistematis dan terstruktur," katanya.

Baca Selengkapnya

ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

2 Februari 2024

ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

Karya Goenawan Mohamad yang ditampilkan berupa sketsa drawing atau gambar, seni grafis, lukisan, artist book, dan obyek wayang produksi 2016-2024.

Baca Selengkapnya

Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

27 November 2023

Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

Forum Lintas Generasi meminta masyarakat bersuara jujur dan jernih dalam Pemilu 2024.

Baca Selengkapnya