Sesat Survei Politik

Penulis

Senin, 12 Agustus 2013 00:39 WIB

Rencana membuat aturan untuk mengawasi lembaga survei politik mesti mulai dipertimbangkan dengan serius. Amat menyedihkan melihat persepsi publik disetir lembaga-lembaga survei abal-abal. Mereka membuat survei asal-asalan. Hasilnya pun disesuaikan dengan pesan sponsor yang membayar. Manipulasi opini publik seperti ini harus segera dihentikan. Komisi Pemilihan Umum seharusnya tak boleh hanya diam melihat lembaga survei berlomba mempengaruhi opini publik.

Survei politik memang semakin menjamur belakangan ini. Sejak Pemilu 1998, nyaris tidak ada masa-masa pemilihan yang tak diwarnai survei politik. Survei itu kini juga menjadi menu wajib dalam setiap pemilihan kepala daerah. Lembaga survei berlomba-lomba menawarkan jasa mereka kepada para kandidat kepala daerah.

Survei politik sebenarnya sah saja dibuat bila dilakukan dengan metode statistik yang bisa dipertanggungjawabkan dan untuk kepentingan internal partai atau kandidat. Masalahnya, survei politik kerap dilakukan secara sembarangan. Pengambilan sampel sering ngawur. Hasilnya juga disetir sesuai dengan pesanan yang dibayar. Inilah yang tak bisa ditoleransi. Mereka sengaja ingin menyesatkan publik.

Cara-cara licik itulah yang kini digunakan banyak politikus untuk membeli popularitas. Mereka menyewa lembaga survei bertarif miliaran rupiah untuk mengatrol elektabilitasnya. "Ada uang, Abang menjadi populer", begitulah moto lembaga survei abal-abal.

Gejala seperti itulah yang kini kembali marak mendekati tahun Pemilihan Umum 2014 . Contohnya, sebuah lembaga survei baru, Focus Survey Indonesia (FSI), menyatakan tokoh dengan elektabilitas tertinggi adalah Ketua Dewan Pembina Gerindra Prabowo Subianto dengan 27,4 persen. Tokoh lain, seperti Joko Widodo, mendapat angka di bawah 15 persen.

Advertising
Advertising

Hasil survei itu menimbulkan pertanyaan lantaran bertolak belakang dengan hasil-hasil survei lainnya. Enam lembaga survei lainnya-seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Lembaga Survei Indonesia, dan Indobarometer-justru menempatkan Joko Widodo sebagai kandidat terpopuler. Kecurigaan terhadap survei FSI tersebut makin bertambah kala mereka tak bisa membuktikan validitas surveinya. Pertanyaan dasar, seperti bagaimana metode pengambilan sampel, pun tak bisa mereka jawab dengan memuaskan.

Agar tak bertambah runyam, KPU seharusnya segera mengeluarkan aturan soal survei politik. Harus ada aturan agar setiap lembaga survei wajib mempublikasikan metode survei, asal dana, dan bersedia memvalidasi data jika ada yang ragu akan kesimpulan yang mereka buat. Dulu, sebenarnya aturan soal lembaga survei ini hendak masuk ke paket Undang-Undang Politik. Karena tak ada titik temu, aturan itu batal masuk undang-undang.

Lembaga-lembaga survei yang kredibel semestinya juga tak mau namanya dicemari hasil survei abal-abal. Mereka seharusnya juga membentuk asosiasi atau semacam dewan pengawas yang mengawasi kode etik. Jika dalam industri pers ada asosiasi wartawan yang bertanggung jawab atas kompetensi anggotanya dan dalam kedokteran ada Ikatan Dokter Indonesia, lembaga survei selayaknya punya hal yang sama. Bila ada lembaga survei yang nakal, organisasi inilah yang bertugas menyemprit dan menjatuhkan sanksi.

Berita terkait

KPK Terima Konfirmasi Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Bakal Hadiri Pemeriksaan Hari Ini

22 menit lalu

KPK Terima Konfirmasi Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Bakal Hadiri Pemeriksaan Hari Ini

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sudah 2 kali mangkir dalam pemeriksaan KPK sebelumnya dan tengah mengajukan praperadilan.

Baca Selengkapnya

Pengeroyokan Mahasiswa Katolik Universitas Pamulang Saat Doa Rosario, Polisi Tangkap Beberapa Orang

39 menit lalu

Pengeroyokan Mahasiswa Katolik Universitas Pamulang Saat Doa Rosario, Polisi Tangkap Beberapa Orang

Akibat pengeroyokan itu, dua mahasiswa Universitas Pamulang mengalami luka, satu di antaranya adalah penghuni kos lain yang berusaha melerai.

Baca Selengkapnya

Profil Eko Patrio yang Disiapkan PAN Jadi Menteri did Kabinet Prabowo

1 jam lalu

Profil Eko Patrio yang Disiapkan PAN Jadi Menteri did Kabinet Prabowo

Nama komedian Eko Patrio disebut oleh Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan atau Zulhas pada Ahad, 5 Mei 2024 lalu.

Baca Selengkapnya

Kecelakaan Mobil Polisi Tabrak Mikrobus di Tol MBZ, Pengemudi Diduga Mengantuk

2 jam lalu

Kecelakaan Mobil Polisi Tabrak Mikrobus di Tol MBZ, Pengemudi Diduga Mengantuk

Kedua kendaraan yang terlibat kecelakaan di Tol MBZ itu langsung diamankan di Induk PJR Jakarta-Cikampek.

Baca Selengkapnya

Skema Pemeringkatan Universitas Versi Times Diubah, UI Masih Bisa Naikkan Peringkat

2 jam lalu

Skema Pemeringkatan Universitas Versi Times Diubah, UI Masih Bisa Naikkan Peringkat

Universitas Indonesia atau UI masih menjaga posisi bergengsi dalam pemeringkatan kampus versi Times Higher Education. Berikut hasilnya pada 2024.

Baca Selengkapnya

Saran Dokter untuk Jaga Kesehatan Kulit saat Cuaca Panas

2 jam lalu

Saran Dokter untuk Jaga Kesehatan Kulit saat Cuaca Panas

Berikut saran spesialis kulit untuk menjaga kesehatan kulit di tengah cuaca panas seperti belakangan ini.

Baca Selengkapnya

Gerindra Jajaki Koalisi dengan Parpol Lain di Pilkada Jawa Tengah, Ini Alasannya

2 jam lalu

Gerindra Jajaki Koalisi dengan Parpol Lain di Pilkada Jawa Tengah, Ini Alasannya

Gerindra sebelumnya sudah berkomunikasi dengan Demokrat untuk Pilkada Jawa Tengah.

Baca Selengkapnya

Jadwal dan Tahapan Sidang Sengketa Pileg 2024 Hingga Juni Nanti

2 jam lalu

Jadwal dan Tahapan Sidang Sengketa Pileg 2024 Hingga Juni Nanti

MK akan memutus Perkara PHPU atau sengketa Pileg: anggota DPR, DPD, dan DPRD dalam tenggang waktu paling lama 30 hari kerja sejak permohonan dicatat.

Baca Selengkapnya

Lima Protes Mahasiswa yang Mengubah Sejarah

2 jam lalu

Lima Protes Mahasiswa yang Mengubah Sejarah

Gelombang protes mahasiswa pro-Palestina sedang terjadi di seluruh bagian dunia, sebuah gerakan yang diharapkan dapat menghentikan genosida di Gaza.

Baca Selengkapnya

Sidang Syahrul Yasin Limpo, Eks Anak Buah Dicecar Soal Uang Tip ke Paspampres

2 jam lalu

Sidang Syahrul Yasin Limpo, Eks Anak Buah Dicecar Soal Uang Tip ke Paspampres

JPU KPK mendakwa Syahrul Yasin Limpo dan komplotannya menerima uang dari pungutan di Kementan mencapai Rp 44,5 miliar.

Baca Selengkapnya