Obral Bintang Kehormatan

Penulis

Senin, 19 Agustus 2013 02:09 WIB

Pemberian Bintang Mahaputra oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum lama ini mengundang tanda tanya. Maklum, peraihnya didominasi orang dekat Presiden. Dari sebelas penerima Bintang Mahaputra Adipradana, delapan orang berasal dari Kabinet Indonesia Bersatu II. Kesan obral penghargaan sulit dihindarkan.

Delapan menteri penerima tanda kehormatan itu adalah Hatta Rajasa, Sudi Silalahi, Purnomo Yusgiantoro, Jero Wacik, Djoko Kirmanto, M. Nuh, Suryadharma Ali, dan Mari Elka Pangestu. Pertanyaannya, apa jasa luar biasa mereka? Hampir semua tak memiliki jasa yang hebat. M. Nuh, yang memimpin Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, misalnya, justru kewalahan mengelola ujian nasional. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik pun dipertanyakan kepemimpinannya setelah muncul skandal suap di sektor minyak dan gas.

Menjelang akhir masa jabatan, Presiden Yudhoyono boleh saja mengapresiasi orang-orang yang loyal membantunya. Tanpa menteri yang bekerja penuh dedikasi, pemerintahan Yudhoyono dipastikan tak berjalan mulus. Tapi ungkapan terima kasih Presiden secara pribadi tak boleh campur aduk dengan penghargaan negara.

Penghargaan itu jelas diberikan Presiden sebagai kepala negara, bukan sebagai kepala pemerintahan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009, tanda kehormatan Bintang Mahaputra hanya diberikan negara kepada orang yang memiliki jasa luar biasa. Kalaupun ada menteri yang memenuhi kriteria ini, Presiden Yudhoyono tak perlu buru-buru memberinya bintang. Lebih elok bila yang menyematkan tanda kehormatan itu adalah presiden setelah Yudhoyono.

Pemberian penghargaan juga bukan lomba tahunan. Dalam lomba, memang harus ada juara, terlepas dari kualitas peserta lomba itu. Sebaliknya, dalam memberi penghargaan, negara tak punya kewajiban mencetak juara tahunan. Jadi, bukanlah aib bila pada tahun tertentu Presiden mengumumkan tak ada orang yang layak mendapat penghargaan.

Advertising
Advertising

Jika saban tahun dipaksakan harus ada pembagian bintang tanda jasa atau tanda kehormatan, justru bisa terjadi inflasi penghargaan. Tanda jasa dan kehormatan dari negara bisa dipandang sebelah mata karena semakin lama nilainya kian tak berharga.

Perlu diingat pula, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 menyebutkan asas kehati-hatian, obyektivitas, serta keterbukaan dalam pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan. Dengan kata lain, Presiden harus berhati-hati agar tak memberikan penghargaan kepada orang yang tak berhak. Untuk meminimalkan kekeliruan, penjaringan dan penentuan calon penerima penghargaan mesti terbuka atas masukan banyak kalangan.

Presiden bisa saja berkilah hanya mengesahkan rekomendasi Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Urusan teknis meneliti, membahas, dan memverifikasi usul calon penerima penghargaan adalah tugas Dewan itu. Tapi, ketika menteri kabinet mendominasi calon penerima penghargaan, publik tetap ragu akan obyektivitas Dewan Gelar, sekaligus mempertanyakan keputusan Presiden.

Berita terkait

Pesan Nadiem untuk Guru Penggerak: Bawa Obor Perubahan di Setiap Daerah

6 menit lalu

Pesan Nadiem untuk Guru Penggerak: Bawa Obor Perubahan di Setiap Daerah

Mendikbud Nadiem Makarim memberikan pesan kepada Guru Penggerak. Apa katanya?

Baca Selengkapnya

Daftar 7 Lowongan Kerja BUMN dan Swasta pada Mei 2024

8 menit lalu

Daftar 7 Lowongan Kerja BUMN dan Swasta pada Mei 2024

Sejumlah perusahaan Badan Usaha Milik Negara atau BUMN membuka lowongan kerja pada bulan Mei 2024 ini

Baca Selengkapnya

Daftar Lengkap Juara Piala Asia U-23 setelah Jepang Jadi Kampiun Edisi 2024

9 menit lalu

Daftar Lengkap Juara Piala Asia U-23 setelah Jepang Jadi Kampiun Edisi 2024

Timnas Jepang U-23 memastikan diri menjadi tim yang paling sering menjuarai Piala Asia U-23 setelah menjuarai edisi 2024.

Baca Selengkapnya

Frankly Speaking: Sinopsis dan Pemeran Drakor Ini

12 menit lalu

Frankly Speaking: Sinopsis dan Pemeran Drakor Ini

Drama Korea atau drakor Frankly Speaking telah tayang pada Rabu, 1 Mei 2024

Baca Selengkapnya

Rupiah Menguat di Akhir Pekan, Sentuh Level Rp 16.083 per Dolar AS

13 menit lalu

Rupiah Menguat di Akhir Pekan, Sentuh Level Rp 16.083 per Dolar AS

Nilai tukar rupiah ditutup menguat Rp 16.083 terhadap dolar AS pada perdagangan Jumat, 3 Mei.

Baca Selengkapnya

Amnesty International Ungkap Rentetan Kekerasan Polisi Terhadap Mahasiswa di Makassar

16 menit lalu

Amnesty International Ungkap Rentetan Kekerasan Polisi Terhadap Mahasiswa di Makassar

Amnesty International Indonesia mendesak polisi segera membebaskan puluhan mahasiswa yang ditangkap saat Hari Buruh dan Hari Pendidikan.

Baca Selengkapnya

Parlemen Korea Selatan Loloskan RUU Investigasi Tragedi Hallowen 2022, Selanjutnya?

27 menit lalu

Parlemen Korea Selatan Loloskan RUU Investigasi Tragedi Hallowen 2022, Selanjutnya?

Tragedi Itaewon Hallowen 2022 merupakan tragedi kelam bagi Korea Selatan dan baru-baru ini parlemen meloloskan RUU untuk selidiki kasus tersebut

Baca Selengkapnya

Bila Justin Hubner Benar-benar Absen, Timnas U-23 Indonesia Dinilai Akan Kesulitan saat Hadapi Guinea di Playoff Olimpiade 2024

29 menit lalu

Bila Justin Hubner Benar-benar Absen, Timnas U-23 Indonesia Dinilai Akan Kesulitan saat Hadapi Guinea di Playoff Olimpiade 2024

Peluang Timnas U-23 Indonesia untuk lolos ke Olimpiade 2024 Paris akan semakin berat apabila Justin Hubner absen pada laga playoff melawan Guinea.

Baca Selengkapnya

Antisipasi Protes Anti-Israel, Penyelenggara Eurovision Larang Pengibaran Bendera Palestina

32 menit lalu

Antisipasi Protes Anti-Israel, Penyelenggara Eurovision Larang Pengibaran Bendera Palestina

Keputusan penyelenggara Eurovision diambil meskipun ketegangan meningkat seputar partisipasi Israel

Baca Selengkapnya

CPNS 2024 Belum Kunjung Dibuka, Kemenpan RB: Screening Dokumen Usulan Belum Selesai

39 menit lalu

CPNS 2024 Belum Kunjung Dibuka, Kemenpan RB: Screening Dokumen Usulan Belum Selesai

Kemenpan RB menjelaskan ada perbedaan teknis pengumpulan rincian formasi yang menghambat pengumuman CPNS tahun ini.

Baca Selengkapnya