Kini hubungan pedagang kaki lima dengan petugas ketertiban di Jakarta mulai harmonis. Bentrokan dan kejar-kejaran seperti dalam film kartun Tom and Jerry tidak terlihat lagi. Pedagang yang dulu garang berubah ramah ketika berhadapan dengan petugas. Kondisi ini merupakan peluang bagus bagi pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota untuk meneruskan program menata mereka.
Sentuhan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo terlihat di kawasan Pasar Tanah Abang dan Pasar Minggu. Para pedagang kaki lima mulai bersedia meninggalkan tempat berjualan di trotoar dan pinggir jalan setelah melalui berbagai pertemuan dan negosiasi. Walau belum tuntas, kini lalu lintas di sekitar pasar mulai lancar dan pedagang bersedia berjualan di tempat yang disediakan.
Kuncinya, para pedagang tidak disingkirkan begitu saja, sehingga mereka mau ditertibkan. Relokasi dari pinggir jalan ke dalam Blok G Pasar Tanah Abang, misalnya, justru menguntungkan pedagang karena mendapat tempat nyaman dan tidak dikejar-kejar petugas. Pedagang juga tidak perlu membayar sewa kios selama enam bulan pertama.
Jokowi diharapkan segera melangkah lebih jauh. Tak hanya memasukkan para pedagang di jalanan, tapi sekaligus membenahi pasar. Apalagi para preman yang selama ini membekingi pedagang kaki lima akan ikut pula masuk ke pasar. Hal ini membuat pedagang tetap diperas, dan lingkungan pasar sulit ditertibkan.
Pemerintah DKI tak perlu berkompromi dengan para preman. Sudah banyak bukti sepak terjang mereka merugikan tata kelola pemerintahan, sosial, dan ekonomi. Selain seenaknya meminta jatah kepada pedagang, mereka kerap memicu keonaran: bentrokan sesama preman.
Pemihakan terhadap pedagang amat penting karena mereka penggerak perekonomian. Di wilayah DKI terdapat lebih dari 500 ribu pedagang dengan aneka macam jualan, dari makanan, minuman, pakaian, hingga mainan anak-anak. Hanya, mereka menjadi sumber kesemrawutan dan kemacetan lalu lintas bila tidak diatur. Banyak pedagang berjualan seenaknya di taman-taman, di jembatan penyeberangan, bahkan di bahu jalan.
Menertibkan para pedagang tidak hanya akan mendorong mereka lebih berkembang, tapi juga membuat Jakarta lebih bersih dan indah. Itu sebabnya, pemerintah DKI mesti berusaha keras memberikan tempat yang layak bagi mereka. Para pengelola gedung dan mal di Jakarta bisa menyediakan tempat yang nyaman, dengan sewa murah, bagi para pedagang. Apalagi sudah ada aturan yang mewajibkan pusat belanja menyediakan tempat bagi pedagang kecil.
Terlihat sebagai masalah sederhana, tapi sebetulnya tak gampang dilaksanakan. Diperlukan sentuhan khusus seperti yang dilakukan Jokowi untuk meluluhkan hati para pedagang kaki lima. Ini pun bukan tanpa risiko. Kegagalan menampung para pedagang di tempat yang menguntungkan secara bisnis akan membuat mereka kembali ke jalan. Mereka juga akan kembali menjadi sapi perahan para preman. Kita tentu tak mau kembali ke titik nol ini.