Sulit bagi Amerika Serikat dan negara mana saja menemukan alasan yang bisa diterima untuk menyerang Suriah. Presiden Barack Obama menyebutkan soal batas toleransinya yang telah dilanggar, karena terbukti ada penggunaan senjata kimia. Tapi itu pun secara moral sulit dibenarkan.
Jika diplomasi sudah pasti percuma, kewajiban memilih tindakan lain demi menghentikan perang di Suriah pertama-tama berlaku justru bagi negara-negara di sekitarnya. Ini pun jika dilaksanakan dengan restu Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dalam kenyataannya, negara-negara itu--Turki, Mesir, Yordania, dan negara-negara Arab lainnya--sejauh ini tak beranjak dari sikap yang boleh dibilang pengecut. Pendirian ini tak serta-merta menjadikan Amerika menanggung kewajiban buat bertindak.
Dengan menyatakan hal itu, bukan berarti kejahatan Presiden Bashar al-Assad--yang memerintahkan dan membiarkan tentara serta rakyat Suriah saling bantai demi mempertahankan kekuasaan--diabaikan. Tapi, jika selama ini Amerika tak melibatkan militernya secara langsung karena pertimbangan faktor sektarianisme, etnis, dan agama yang rumit dalam konflik di sana, semestinya soal penggunaan senjata kimia juga tak perlu mengubah posisi itu. Bagaimanapun, alasan adanya senjata kimia tak lebih kuat ketimbang fakta betapa jutaan orang terpaksa mengungsi atau terluka, dan sekitar 100 ribu orang tewas.
Soal senjata kimia itu pun kabur. Assad tak punya alasan kuat untuk menggunakannya; saat ini posisinya tak sedang terpojok. Begitu pun halnya dengan oposisi; dan lagi pula sungguh sulit dipastikan bagaimana faksi tertentu di antara kelompok perlawanan yang sebenarnya terpecah-pecah itu sanggup memperoleh senjata kimia.
Yang jelas bisa diidentifikasi adalah sikap Amerika. Ada anggapan bahwa rudal jelajah Amerika bisa mencegah penggunaan senjata kimia. Rudal itulah yang hendak digunakan untuk menghukum Suriah. Alasan untuk melancarkan serangan ini bisa dibesar-besarkan karena, dengan begitu, Obama bisa memperlihatkan bahwa dia tak selembek yang dikira para pengkritiknya.
Masalahnya, andaikata benar Assad yang menggunakan senjata kimia, tak ada pula informasi akurat mengenai lokasi penyimpanan senjata kimia. Soal ini sama gelapnya dengan anatomi rezim Assad. Tanpa informasi ini, tentu saja bakal sulit menentukan secara pasti sasaran serangan. Aksi asal-asalan bakal menimbulkan kerusakan dan korban sia-sia.
Rabu lalu, Inggris, sekutu setia Amerika, mengajukan proposal resolusi yang membuka peluang aksi militer terhadap Suriah. Tapi Dewan Keamanan PBB tak bisa mencapai kesepakatan. PBB memang sebaiknya tak memberi angin bagi proposal semacam ini. Pilihan Sekretaris Jenderal Ban Ki-moon untuk terus bertahan dengan langkah-langkah diplomasi semestinya didukung habis-habisan. Amerika juga akan lebih dihormati bila tak memilih langkah sepihak.
Kita semestinya meyakini, pengerahan kekuatan militer tak pernah berhasil mewujudkan perdamaian sejati, setidaknya di kawasan dengan potensi fragmentasi yang luar bisa besar. Irak dan Afganistan merupakan contoh yang tak terbantahkan.