Perilaku jaksa Marcos Panjaitan mengancam pegawai stasiun pengisian bahan bakar (SPBU) dengan pistol sungguh tak bisa diterima. Jaksa di Kejaksaan Negeri Tangerang ini mesti diberi sanksi berat. Marcos marah-marah karena istrinya ditegur oleh pegawai SPBU lantaran mobilnya menghalangi mobil lain di pompa bensin itu. Bak koboi, ia mengajak petugas SPBU berkelahi sambil meletakkan pistol di atas meja. Seorang karyawan ketakutan hingga pingsan melihat pistol itu dan dilarikan ke rumah sakit.
Alih-alih memberi teladan kepada masyarakat untuk patuh kepada hukum, dia malah mempertontonkan kejumawaan. Marcos seolah merasa dirinya berada di atas hukum. Dan pegawai kecil pompa bensin itu ia perlakukan seperti kecoa yang bisa diinjak seenaknya. Sikap sewenang-wenangnya itu jelas telah menyakiti rasa keadilan di masyarakat.
Jaksa Marcos bisa dikenai Pasal 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang perbuatan tidak menyenangkan. Jerat untuknya bisa dilapis dengan Pasal 368 KUHP tentang pengancaman untuk menyakiti orang lain. Kejaksaan mesti menjatuhkan hukuman berat secara internal untuk memberi efek jera agar jaksa lain tak mengulangi perbuatan lancung itu.
Kejaksaan bisa mencontoh tindakan Gubernur Provinsi Bangka-Belitung terhadap Zakaria, Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah provinsi itu. Zakaria, yang terlibat pemukulan seorang pramugari Sriwijaya Air pada Juni lalu, langsung dinonaktifkan meski proses hukum kasusnya sedang berjalan. Ini dilakukan demi lancarnya proses pengusutan.
Marcos semestinya juga segera dinonaktifkan agar pengusutan kasusnya bisa dilakukan dengan jujur dan obyektif. Sebelum peristiwa pengancaman di pompa bensin itu, kita tak pernah mendengar nama jaksa Marcos Panjaitan. Dia bukan jaksa dengan prestasi besar menyidik kejahatan berat korupsi atau pidana lainnya. Korps kejaksaan sama sekali tak akan kehilangan bila jaksa seperti ini absen dari jajaran penyidiknya.
Saat ini masyarakat menunggu polisi dan jaksa bersikap tegas menyelidiki dan menyidik Marcos. Bukti dan saksi sudah cukup. Para pegawai pompa bensin yang menjadi korban arogansi Marcos sudah bercerita lengkap kepada media massa. Dalam beberapa kasus pengancaman dengan senjata api, polisi langsung menahan tersangka dan menyidiknya. Kali ini kita mengharap ketegasan serupa terhadap Marcos. Jangan ada muslihat polisi dan jaksa untuk memelintir kasus ini demi menyelamatkan Marcos, karena ia disebut-sebut anak seorang jenderal tentara.
Komisi Kejaksaan semestinya juga diberdayakan agar bisa melakukan tugasnya mengawasi para jaksa nakal dengan tegas. Dalam kasus pelanggaran hukum seperti yang dilakukan Marcos, Komisi Kejaksaan harus segera memberi rekomendasi tindakan yang tepat untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap korps kejaksaan.
Negara ini hanya membutuhkan jaksa yang punya nurani dan bisa menjadi penegak hukum yang adil serta mengayomi rakyat. Jaksa yang dapat menjadi teladan bagi rakyat untuk patuh kepada hukum. Bukan jaksa koboi bergaya ugal-ugalan mengancam rakyat kecil.