TEMPO.CO, Jakarta - Muhidin M. Dahlan, kerani@warungarsip
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah tokoh pemasar inisial nama sendiri sebagai sebuah merek politik. Tak ada yang menduga bahwa singkatan namanya, SBY, seperti aksara biru yang tercetak di lambung roket yang melontarkan karier politiknya setinggi yang barangkali ia pun tak pernah menduganya.
Jurnalis yang memberikan inisial itu pertama kalinya. Dan anehnya, SBY tak menolaknya. Pada 2004, inisial itu justru dipakainya sebagai bagian penting dari propaganda pada alat-alat peraga kampanye.
Sadar dengan nama "SBY" sebagai merek politik inilah, PDIP, yang menjadi kompetitor politik pada Pemilu 2004 dan 2009, mencoba menyingkirkannya lewat komentar-komentar di depan layar kaca. Misalnya, para fungsionaris PDIP emoh menyebut Susilo Bambang Yudhoyono sebagai SBY, melainkan "Jenderal Susilo". Tujuannya, agar publik tetap mengingatnya sebagai seorang jenderal yang dibesarkan di barak-barak militer.
Namun sejarah menghendaki lain. Justru merek "SBY" mampu mengantarkannya mencapai titik karier paling puncak dalam pasar politik Indonesia dalam dua kali pemilihan presiden langsung. Tuah nama ini melahirkan pengikut. Beberapa tokoh partai mencoba mencari peruntungan dengan singkatan nama sebagai merek politik. Pernah, suatu masa pada Pemilu 2009, pengusung Megawati Soekarnoputri membuat singkatan "MSP". Tapi kita tahu "MSP" berakhir hanya sebagai merek bibit padi, bukan merek politik yang membawa berkah.
Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie dengan penuh percaya diri menyingkat namanya menjadi "ARB". Merek "ARB" terus digeber dalam iklan politik enam purnama sebelum pendaftaran capres dibuka KPU. Dan nama "ARB" itu, jangankan terdaftar dalam "buku kandidat" yang disediakan KPU, malah terlempar dan nyungsep ke pasir beberapa pekan sebelum hari "H" pendaftaran yang diawali peristiwa memalukan "boneka Teddy Bear".
Ada hal lain yang dilupakan para pengikut yang tak kreatif ini, bahwa singkatan atau inisial nama sudah menjadi domain utama reserse untuk menyebut para bromocorah di hadapan publik. MN, AM, AU, AM, adalah sejumlah nama inisial yang diproduksi para reserse antirasuah untuk bromocorah.
Alhasil, inisial nama, alih-alih membawa keberuntungan politik, malah menjadi bagian dari kesialan hidup. Dan inisial "ARB" adalah salah satu merek politik yang paling sial yang dilahirkan Pemilu 2014.
Mengambil trek yang sama, tapi sedikit berbeda, Joko Widodo maju mengarungi karier politiknya dengan akronim dan bukan singkatan. Akronim, sebagaimana penjelasan Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengambil dua atau lebih huruf dari setiap kata yang diucapkan secara wajar.
"Jokowi" adalah akronim sekaligus merek politik yang diusung Joko Widodo sejak membuka palagan di Solo. Yang menarik, merek itu didapatkan secara natural dari pelanggan mebelnya dari Prancis. Merek dari akronim ini, kita tahu kemudian, melejit begitu cepat. Mula-mula di Solo, lalu mengejutkan Ibu Kota, dan pada akhirnya, dalam waktu sesingkat-singkatnya, merek politik "Jokowi" ini menjadi penguasa tertinggi RI.
"Jokowi", di beranda politik terkini, bukan hanya berhenti menjadi sebuah akronim belaka, tapi juga menjadi frasa dengan makna baru. Jokowi adalah kita yang muda (Jaka=muda; we=kita). Jokowi adalah simpul kepemimpinan angkatan muda yang menjadi pemegang lisensi penggerak kreativitas paling depan.
Berita terkait
Daftar 16 Partai Politik yang Gugat Sengketa Pileg ke MK, dari PDIP hingga PKN
2 hari lalu
Sejumlah partai politik mengajukan sengketa Pileg ke MK. Partai Nasdem mendaftarkan 20 permohonan.
Baca SelengkapnyaMendekati Pilkada 2024, Begini Riuh Kandidat Kuat Sejumlah Parpol
4 hari lalu
Mendekati Pilkada 2024, partai-partai politik mulai menyiapkan kandidat yang akan diusung. Beberapa nama telah diisukan akan maju dalam pilkgub.
Baca SelengkapnyaBamsoet Ingatkan Pentingnya Pembenahan Partai Politik
29 hari lalu
Partai politik memegang peran penting dalam menentukan arah kebijakan negara.
Baca SelengkapnyaPilihan Amerika Serikat Hanya Punya 2 Partai Politik, Ini Penjelasannya
29 hari lalu
Amerika Serikat sebagai negara demokrasi terbesar di dunia memilih dominasi hanya dua partai politik yaiutu Partai Republik dan Partai Demokrat.
Baca SelengkapnyaPrabowo Dinilai Butuh Koalisi Raksasa Usai Penetapan Pemilu 2024, Berikut Jenis-jenis Koalisi
35 hari lalu
LSI Denny JA menyatakan Prabowo-Gibran membutuhkan koalisi semipermanen, apa maksudnya? Berikut beberapa jenis koalisi.
Baca Selengkapnya8 Parpol ke Senayan Penuhi Parliamentary Threshold di Pemilu 2024, Apa Bedanya dengan Presidential Threshold?
37 hari lalu
PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, NasDem, PKS, Demokrat, dan PAN penuhi parliamentary threshold di Pemilu 2024. Apa bedanya dengan Presidential Threshold?
Baca SelengkapnyaDaftar 8 Parpol yang Lolos ke DPR di Pemilu 2024, 10 Lainnya Gagal ke Senayan
38 hari lalu
Hasil akhir rekapitulasi suara KPU menyebutkan 8 parpol lolos ke Senayan. Sementara 10 parpol lainnya gagal ke DPR di Pemilu 2024. Berikut daftarnya.
Baca SelengkapnyaMK Tolak Gugatan Uji Materil Frasa Gabungan Partai Politik dalam UU Pemilu
39 hari lalu
Hakim MK mengatakan, keberlakuan Pasal 228 UU Pemilu sesungguhnya ditujukan bagi partai politik secara umum,
Baca SelengkapnyaMK Putuskan Gugatan Mahasiswa soal Pembubaran Partai Politik Tidak Dapat Diterima
39 hari lalu
Seorang mahasiswa mengajukan permohonan uji materiil Undang-undang tentang Partai Politik ke Mahkamah Konstitusi.
Baca SelengkapnyaJika 5 Parpol Tidak Gerakkan Hak Angket DPR, Pakar Hukum Tata Negara Sebut Ini yang Terjadi
40 hari lalu
Pakar hukum tata negara Feri Amsari melihat belum ada gerakan signifikan dari 5 parpol untuk gerakkan hak angket indikasi kecurangan Pemilu 2024.
Baca Selengkapnya