Mengelola Nasionalisme Ekonomi Indonesia

Penulis

Kamis, 4 September 2014 02:17 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Dian Ediana Rae, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Bandung

Pemilu presiden/wakil presiden baru saja berlalu. Selama berlangsungnya kampanye, kedua kubu, meski dengan jargon yang berbeda, menyampaikan visi pembangunan ekonomi yang berorientasi pada nasionalisme dan kemandirian ekonomi. Seandainya visi dan misi "nasionalisme ekonomi" yang disampaikan akan benar-benar diwujudkan, hal tersebut tampaknya akan membawa konsekuensi dalam banyak kebijakan perekonomian yang akan diterapkan.

Dalam dunia yang mengglobal dan terintegrasi dewasa ini, kesatuan strategi pembangunan ekonomi domestik dan strategi untuk bersaing secara internasional mutlak diperlukan. Pemisahan antara strategi domestik dan strategi global dalam era globalisasi ini tidak relevan. Hal ini antara lain terjadi karena proses negosiasi dalam berbagai forum internasional telah semakin inklusif, di mana setiap negara diberi kesempatan yang sama untuk memberi usul, mendiskusikan, serta menerima atau menolak suatu kesepakatan. Pemberlakukan dari kesepakatan internasional tersebut juga sudah mengikuti prosedur hukum dan politik di masing-masing negara.

Isu kebijakan dan regulasi ekonomi masih banyak diperlakukan sebagai suatu pekerjaan dalam konteks "kedaulatan negara yang eksklusif". Globalisasi yang ditandai dengan keterkaitan keuangan dunia yang semakin dalam, revolusi komunikasi yang membentuk hyper-connected world, serta pertumbuhan perdagangan dan perekonomian yang sangat tinggi telah mengubah secara signifikan konsep "kedaulatan negara" yang dipahami selama ini.

Harus diakui, Indonesia menghadapi anomali saat proses percepatan globalisasi perekonomian terjadi. Pada saat terjadinya proses multilateralisasi perdagangan dan investasi internasional setelah dibentuknya World Trade Organization (WTO) pada 1995, tiga tahun kemudian Indonesia mengalami krisis perekonomian (dan politik) yang sangat parah, sehingga terpaksa meminta bantuan IMF. Dalam situasi seperti itu, proses negosiasi multilateral bagi Indonesia tidak lagi berjalan dengan irama dan strategi yang normal atau yang sesuai dengan kebutuhan strategis Indonesia, melainkan harus mengikuti berbagai tekanan bilateral ataupun melalui kesepakatan dengan IMF.Tekanan tersebut telah mengakibatkan terjadinya percepatan tahapan liberalisasi dan kebijakan ekonomi yang bersifat emergensi (crisis mode).

Secara mendasar, dengan disepakatinya pendirian WTO beserta seluruh perjanjian yang menyertainya, dunia perdagangan internasional telah menjadi semakin terikat pada aturan (rule-based). Karena itu, tentu diperlukan tingkat pemahaman dan ketaatan dari para anggotanya untuk menegaskan adanya kepastian perdagangan dan investasi global serta adanya level playing fields bagi seluruh anggota suatu forum internasional, baik pada tingkat bilateral, regional, maupun internasional. Perlu dipahami, mengingat banyak perjanjian internasional dilakukan secara paket (balanced package) dan bersifat single undertaking (seluruh sektor harus disetujui), ukuran apakah suatu negara dapat atau tidak dapat memanfaatkan akses pasar kurang tepat jika diukur pada masing-masing sektor. Dalam kenyataan perekonomian dunia dewasa ini, tidaklah mungkin suatu negara akan dapat unggul dalam semua sektor.

Data neraca perdagangan yang masih mengkhawatirkan dan masih ditandai oleh kelemahan fundamental menunjukkan perlunya pengelolaan nasionalisme ekonomi dengan lebih cermat dan bijaksana. Dalam kehidupan ekonomi global dewasa ini, negara-negara berkembang, seperti Indonesia, serta negara-negara maju masih membutuhkan modal dan keahlian (expertise) dari luar negeri dalam upaya mendorong daya saing masing-masing.

Karena itu, dirasakan perlu untuk memaknai arti nasionalisme ekonomi secara lebih kontekstual karena tujuan akhir suatu kebijakan membuka pasar domestik harus diukur dari dampak positifnya terhadap daya saing negara dalam berbagai bidang untuk jangka menengah dan panjang. Pada dasarnya, kunci dari globalisasi adalah kerja sama yang saling menguntungkan atas dasar kesetaraan. Selain itu, diharapkan suatu negara tidak mengarah ke proteksionisme yang merugikan negara itu sendiri.

Ihwal apakah Indonesia dapat keluar dari kemelut perdebatan politik "domestik-asing" dan dapat memanfaatkan akses pasar yang terbuka secara global, jawabannya sangat bergantung pada strategi dan cara kerja yang lebih sesuai dengan era globalisasi ekonomi saat ini. Karena itu, perlu dibangun mentalitas global (global mentality) yang tidak menafikan upaya multilateralisasi yang sudah dilakukan dengan membangun semangat tanggung jawab bersama (collective responsibility) demi keuntungan bersama. Mentalitas global antara lain mencakup keterbukaan berpikir dan wawasan, pengelolaan perekonomian negara yang cerdas untuk membangun strategi globalisasi yang koheren dalam industri dan perdagangan, serta bekerja bersama dengan semangat "Indonesia Incorporated". *


Berita terkait

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

4 hari lalu

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca Selengkapnya

Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas

8 hari lalu

Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi meminta pemerintah untuk mencari langkah antisipatif untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia, salah satunya adalah dengan cara menyisir belanja tidak prioritas.

Baca Selengkapnya

Menhub Budi Karya Sebut Bandara Panua Pohuwato akan Tingkatkan Perekonomian Gorontalo

10 hari lalu

Menhub Budi Karya Sebut Bandara Panua Pohuwato akan Tingkatkan Perekonomian Gorontalo

Menteri Perhubungan atau Menhub Budi Karya Sumadi mengatakan Bandara Panua Pohuwato menjadi pintu gerbang untuk mengembangkan perekonomian di Kabupaten Pohuwato dan Provinsi Gorontalo.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Pakai Kain Batik pada Hari Terakhir di Washington, Hadiri 3 Pertemuan Bilateral

11 hari lalu

Sri Mulyani Pakai Kain Batik pada Hari Terakhir di Washington, Hadiri 3 Pertemuan Bilateral

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengenakan kain batik pada hari terakhirnya di Washington DC, Amerika Serikat, 21 April kemarin.

Baca Selengkapnya

Apa Kata Pengamat Ekonomi jika Konflik Iran-Israel Berlanjut bagi Indonesia?

15 hari lalu

Apa Kata Pengamat Ekonomi jika Konflik Iran-Israel Berlanjut bagi Indonesia?

Konflik Iran-Israel menjadi sorotan sejumlah pengamat ekonomi di Tanah Air. Apa dampaknya bagi Indonesia menurut mereka?

Baca Selengkapnya

Imbas Serangan Iran ke Israel, Pemerintah akan Evaluasi Anggaran Subsidi BBM 2 Bulan ke Depan

17 hari lalu

Imbas Serangan Iran ke Israel, Pemerintah akan Evaluasi Anggaran Subsidi BBM 2 Bulan ke Depan

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto merespons soal imbas serangan Iran ke Israel terhadap harga minyak dunia. Ia mengatakan pemerintah akan memonitor kondisi selama dua bulan ke depan sebelum membuat keputusan ihwal anggaran subsidi bahan bakar minyak atau BBM.

Baca Selengkapnya

Airlangga Siapkan Antisipasi Imbas Tekanan Serangan Iran ke Israel Terhadap Perekonomian RI

17 hari lalu

Airlangga Siapkan Antisipasi Imbas Tekanan Serangan Iran ke Israel Terhadap Perekonomian RI

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menanggapi soal imbas serangan Iran ke Palestina terhadap perekonomian Indonesia.

Baca Selengkapnya

Menko Perekonomian Airlangga Sebut Bakal Lakukan Antisipasi Imbas Serangan Iran ke Israel

17 hari lalu

Menko Perekonomian Airlangga Sebut Bakal Lakukan Antisipasi Imbas Serangan Iran ke Israel

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut bakal melakukan antisipasi imbas serangan Iran ke Israel agar perekonomian tidak terdampak lebih jauh.

Baca Selengkapnya

ADB Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Asia Pasifik Mencapai 4,9 Persen Tahun Ini, Apa Saja Pemicunya?

22 hari lalu

ADB Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Asia Pasifik Mencapai 4,9 Persen Tahun Ini, Apa Saja Pemicunya?

ADB memperkirakan pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia dan Pasifik bakal mencapai angka rata-rata 4,9 persen pada tahun ini.

Baca Selengkapnya

Pengusaha Beri Masukan Peta Perekonomian ke Prabowo, Apa Isinya?

22 hari lalu

Pengusaha Beri Masukan Peta Perekonomian ke Prabowo, Apa Isinya?

Kalangan pengusaha di Apindo memberi masukan berupa peta perekonomian kepada pemerintahan selanjutnya yakni Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka.

Baca Selengkapnya