Mustafa Ismail
Pegiat Kebudayaan, @musismail
Muhibah sastra ke beberapa sekolah di Aceh baru-baru ini memberi gambaran miris bagi saya. Ternyata tidak banyak siswa yang mengenal sastrawan Indonesia. Hanya sedikit yang mengenal Taufik Ismail, Sutardji Calzoum Bahri, Hamid Jabbar, Sitor Situmorang, KH Mustofa Bisri, dan lain-lain. Apalagi nama-nama yang lebih muda dan belum tercatat dalam buku ajar sekolah.
Lebih miris lagi, mereka tidak kenal nama-nama sastrawan dari daerah mereka sendiri. Bahkan mereka tidak mengenal sastrawan sufi, Hamzah Fansuri, yang oleh Profesor A. Teeuw disebut "Sang Pemula Puisi Indonesia". Mereka juga tidak kenal Teungku Chik Pantee Kulu yang digelari penyair perang karena puisi-puisinya mampu membangkitkan semangat perlawanan rakyat Aceh terhadap penjajah Belanda.
Dari tiga SMA di tiga kabupaten yang kami kunjungi lewat kegiatan Sastrawan Saweue Sikula yang dinisiasi Balai Bahasa Banda Aceh itu, dua sekolah memperlihatkan apresiasi sangat minim terhadap sastra. Hanya satu sekolah, yakni di Takengon, Aceh Tengah, yang menggembirakan. Sebagian dari mereka sangat antusias dan akrab dengan sastra. Bahkan, akhir acara ditutup dengan aksi baca puisi sejumlah siswa.
Sekilas ini hal biasa saja. Apalagi sastra memang tidak menjadi pelajaran utama di sekolah-sekolah. Ia bagian dari pelajaran bahasa Indonesia. Maka sebagian besar guru pun-seperti disinyalir peneliti sastra di Balai itu, Ibrahim Sembiring-adalah guru bahasa Indonesia. Akibatnya, mereka lebih memberi tekanan pada pelajaran bahasa, sesuai dengan keahlian mereka, ketimbang sastra.
Akibatnya, sastra menjadi "nomor sekian". Logikanya, jika mereka mengikuti perkembangan sastra, tentulah hal itu sudah disampaikan kepada para siswa. Sebagai ujung tombak pendidikan, guru menjadi penentu penguasaan materi tertentu oleh siswa. Bahkan menjadi penentu apakah siswa menyenangi pelajaran tertentu.
Jika guru tidak menguasai bahan, selain tidak bisa membuat siswa menambah pengetahuan, ia juga tidak akan berhasil mendorong siswanya untuk "mencintai" pelajaran itu. Ungkapan "tak kenal maka tak sayang" berlaku di mana pun. Ini belum bicara kreativitas mengajar-yang mampu membuat siswa merasa menyerap materi pelajaran dengan riang gembira.
Maka, dalam konteks pelajaran sastra, perlu ada terobosan. Salah satu alternatifnya adalah melibatkan sastrawan lokal. Sastrawan setempat, yang berdomisili di sebuah kota/kabupaten, diintensifkan menjadi guru sastra tamu secara terjadwal di sekolah-sekolah terdekatnya.
Dengan demikian, siswa dapat menimba pengetahuan dan pengalaman dari sumber utama. Para sastrawan itu tentu tidak hanya mengajarkan menulis, misalnya puisi dan prosa, tapi juga memberi perspektif tentang sastra, termasuk perkembangannya. Walhasil, para siswa bisa terus memperbaharui pengetahuan dan informasi mereka tentang sastra. Keuntungannya ganda: mereka terampil menulis sastra sekaligus melek terhadap perkembangan sastra.
Selama ini memang ada program sastrawan masuk sekolah yang diadakan baik oleh lembaga pemerintah maupun komunitas sastra. Namun kegiatan itu tidak menyentuh banyak sekolah, sporadis, dan hanya berlangsung sesekali. Tapi, jika sastrawan menjadi pengajar sastra tamu, proses pengenalan dan berakrab-akrab dengan sastra akan berkelanjutan. Dari situlah motivasi untuk membaca dan mencintai sastra akan tumbuh.
Berita terkait
Bank BJB dan Unpar Dukung UMKM Berkelanjutan
21 Februari 2024
Bank bjb dan Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) berkolaborasi dalam seminar bertajuk "Riset Pasar: Berdayakan Lokal, Bisnis Mengglobal" untuk mendorong Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Jawa Barat memiliki bisnis yang berkelanjutan.
Baca SelengkapnyaBamsoet Buka Seminar dan Uji Kompetensi Ikatan Motor Indonesia (IMI) II-2023
29 November 2023
Bambang Soesatyo membuka Seminar dan Uji Kompetensi IMI II-2023 bagi Pelaksana dan Penyelenggara Olahraga Kendaraan Bermotor. Diikuti 296 peserta
Baca SelengkapnyaTaylor Swift Jadi Topik Pembahasan Seminar Akademis Berjudul Swiftposium
22 September 2023
Pengaruh Taylor Swift sebagai ikon pop menjadikan popularitas dan karyanya sebagai pembahasan seminar akademis
Baca SelengkapnyaSeminar Implementasi Proper PKN II, Sekda Hana Sangat Dukung Gustaf Griapon
14 September 2023
Sekretaris Daerah Kabupaten Jayapura menjadi mentor pada Seminar Implementasi Proyek Perubahan PKN Tingkat II Angkatan XXX
Baca SelengkapnyaPT EMLI Gelar Seminar untuk Industri Manufaktur di Batam
28 Juli 2023
PT ExxonMobil Lubricants Indonesia (EMLI) kembali menggelar kegiatan bertajuk Mobil Nationwide General Manufacture Seminar di wilayah Batam.
Baca SelengkapnyaHari Anak Nasional, Ajak Keluarga Tingkatkan Ilmu Parenting
21 Juli 2023
Good Doctor bekerja sama dengan Jakarta Escape Citypark gelar seminar parenting mengenai pola hidup sehat pada perayaan Hari Anak Nasional 2023.
Baca SelengkapnyaCerita di Balik Hari Sejarah Nasional Setiap 14 Desember
14 Desember 2022
14 Desember sebagai Hari Sejarah Nasional merujuk pada tanggal dimulainya Seminar Sejarah Nasional 1957 di Yogyakarta.
Baca SelengkapnyaMas Dhito Gelar Seminar Kebangsaan untuk Milenial
15 November 2022
Pemkab Kediri berupaya menyiapkan kaum milenial siap menghadapi berbagai tantangan di masa depan.
Baca SelengkapnyaSeminar Huawei di SUTD Hubungkan Talenta Digital ASEAN dan Singapura
4 September 2022
Seminar Huawei itu bertujuan membantu peserta mempelajari pengembangan karir di masa depan di bidang teknologi, serta mendorong kewirausahaan.
Baca SelengkapnyaAnies Baswedan Bicara Integrasi Nasional di Seminar APPSI Bengkulu
20 Juni 2022
Anies Baswedan membuka acara Seminar Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia di Gedung Raya Semarak, Bengkulu.
Baca Selengkapnya