Joko Riyanto
Alumnus Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta
Pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung sejak Juni 2005 ada kemungkinan akan berganti ke mekanisme perwakilan melalui DPRD. Mayoritas anggota DPR, yang awalnya setuju pilkada langsung, kini berubah sikap. Fraksi Golkar, PPP, PAN, Gerindra, dan Demokrat (65 persen suara di DPR) mendukung pilkada melalui DPRD atau pilkada tidak langsung yang dituangkan dalam RUU Pilkada dan segera disahkan pada 11 September 2014.
Mereka beralasan bahwa pilkada langsung berbiaya politik mahal, membudayakan politik uang, menimbulkan konflik horizontal dan memakan korban, serta tidak menciptakan pemerintahan yang bersih, bahkan banyak kepada daerah terjerat kasus korupsi. Namun, haruskah argumentasi itu lantas menjadi dasar kuat untuk menyerahkan pilkada lewat DPRD?
Menurut saya, pilkada melalui DPRD mengingkari semangat dan jiwa demokratisasi di Indonesia. Sebuah langkah mundur jika DPR menarik kembali hak rakyat memilih pemimpin daerah. Secara hukum, mekanisme pilkada lewat DPRD bertentangan dengan Pasal 18 ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 24 ayat (5) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, di mana gubernur, bupati, dan wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Aturan tersebut memberikan hak memilih secara langsung kepada rakyat sebagai bagian dari pelaksanaan prinsip demokrasi di Indonesia.
Makna frasa "dipilih secara demokratis" haruslah dimaknai dipilih langsung dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat yang merupakan implementasi menempatkan kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan berdasarkan UUD. Bagaimanapun, mekanisme pilkada melalui DPRD akan menyingkirkan kedaulatan rakyat dalam menentukan dan memilih pemimpin daerah. Bisa dipastikan bahwa pemilihan dengan sistem perwakilan sering kali mengingkari pemikiran, kedaulatan rakyat, dan proses demokrasi. Upaya menjadikan pilkada melalui DPRD potensial merusak sistem demokrasi dan perjuangan reformasi hanya dengan pertimbangan pragmatis dalam penyusunan UU Pilkada.
Argumentasi pilkada langsung berbiaya mahal dan rawan politik uang kurang tepat. Justru kalau pilkada dikembalikan ke DPRD, peluang transaksi politik uangnya semakin besar. Mahar politik kepada parpol untuk menjadi kandidat juga makin mahal. Begitu pula DPRD yang diberi wewenang memilih bupati dan wali kota, tentu akan mematok harga. Dikhawatirkan, bukan pemimpin daerah berkualitas yang terpilih, melainkan "raja-raja" kecil yang mengeruk kekayaan daerah untuk kepentingan pribadi dan golongan. Pilkada oleh DPRD akan menutup ruang partisipasi warga dalam proses demokrasi dan menentukan kepemimpinan politik di daerah.
Bagaimanapun, pilkada langsung masih lebih baik dan layak dipertahankan! Pilkada langsung memberikan pendidikan politik. Esensi demokrasi yang terkait dengan partisipasi, kebebasan, keadilan, dan kesetaraan lebih terjamin. Serta proses ketatanegaraan dan suksesi kepemimpinan lokal berjalan dalam kaidah yang benar. Pilkada langsung dapat menghasilkan pemimpin yang berlegitimasi, berkualitas, berintegritas, partisipatif, dan memungkinkan fungsi checks and balances berlangsung. Maka, DPR, berpihaklah kepada suara rakyat!
Berita terkait
Dana Pengawasan Pilkada 2015 di 27 Daerah Masih Bermasalah
22 Agustus 2016
Bawaslu telah meminta Mendagri Tjahjo Kumolo untuk memfasilitasi penyelesaian permasalahan dana hibah pengawasan pilkada 2015.
Baca SelengkapnyaKPU Susun Opsi Verifikasi Dukungan Calon Perseorangan
12 Juli 2016
Hadar bakal meminta bantuan Direktorat Pendudukan dan Catatan Sipil memastikan keberadaan pendukung calon perseorangan.
Baca SelengkapnyaKajian KPK: Ada Calon yang Hartanya Minus Maju di Pilkada
29 Juni 2016
KPK melakukan penelitian dengan mewawancarai 286 calon yang kalah pada pilkada. Ini temuannya.
Baca SelengkapnyaPemungutan Suara Ulang Pilkada Kabupaten Muna Diwarnai Keributan
19 Juni 2016
Polisi mengevakuasi anggota KPUD Muna keluar dari TPS sambil melepaskan tiga tembakan ke udara.
Baca SelengkapnyaHari Ini Pemungutan Suara Ulang Pilkada Kabupaten Muna
19 Juni 2016
Ini merupakan pemungutan suara ulang yang kedua kali akibat saling gugat dua pasangan calon kepala daerah.
Baca SelengkapnyaRevisi UU Pilkada, Bawaslu Kini Bisa Periksa Politik Uang
6 Juni 2016
Bawaslu kini bisa memeriksa kasus politik uang dalam pilkada.
Baca SelengkapnyaSyarat Calon Perorangan Dipersulit, Ini Kata Pendukung Garin
6 Juni 2016
Pendukung Garin menilai seharusnya DPR sebagai wakil rakyat membuat aturan yang lebih bermutu.
Baca SelengkapnyaDisahkannya UU Pilkada Dinilai Memicu Potensi Konflik
5 Juni 2016
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menilai, ada persoalan yang akan terjadi seusai DPR mengesahkan UU Pilkada.
Baca SelengkapnyaUndang-Undang Pilkada Akhirnya Disahkan, Ini Reaksi PKS
2 Juni 2016
PKS sebelumnya menilai anggota DPR yang maju ke pilkada tak perlu mundur dari keanggotaan di Dewan, melainkan hanya perlu cuti.
Baca SelengkapnyaDPR Sahkan Undang-Undang Pilkada
2 Juni 2016
DPR akhirnya mengesahkan undang-undang tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota dalam sidang paripurna hari ini.
Baca Selengkapnya