Indikasi korupsi ini terlalu mencolok untuk diabaikan. Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan diduga berperan besar memainkan proyek di Banten. Adik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah ini memiliki jaringan perusahaan yang memonopoli tender pengadaan. Itu sebabnya, upaya Komisi Pemberantasan Korupsi mengendus permainan proyek ala Nazaruddin ini pantas diapresiasi.
Wawan, yang kini ditahan KPK lantaran terlibat suap sengketa pemilihan kepala daerah, amat berpengaruh secara bisnis-politik. Ia Ketua Kamar Dagang dan Industri Banten, menggantikan ayahnya, Tubagus Chasan Shohib. Dinasti Chasan menguasai sejumlah kabupaten dan kota, termasuk Tangerang Selatan yang dipimpin oleh istri Wawan, Airin Rachmi Diany.
Permainan proyek tidak selalu berkaitan dengan politik dinasti, kendati dua hal ini dipisahkan dalam kasus Wawan. Orang masih ingat, bekas Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin pernah pula memiliki jaringan perusahaan di bawah Grup Permai, yang memonopoli proyek sejumlah kementerian. Modusnya amat simpel. Ia meminjam banyak nama perusahaan untuk mengikuti lelang, lalu mengutip fee miliaran rupiah dari setiap proyek yang dimenangi. Nazar bisa mengatur permainan ini karena daya politiknya yang besar saat itu sebagai petinggi Demokrat sekaligus anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Wawan pun lihai menggunakan pengaruh politik klan Chasan. Ia bisa mengajak sejumlah anggota Badan Anggaran DPRD Banten jalan-jalan ke Singapura untuk menonton balapan F1. Wawan disebut-sebut pula kerap menggelar rapat proyek dengan para kepala dinas Tangerang Selatan di markas bisnisnya di kawasan Kuningan, Jakarta.
Permainan proyek yang telah berlangsung lama itu menunjukkan lemahnya fungsi pengawasan. Mekanisme pengawasan tender tak berjalan. Fungsi pengawasan DPRD melempem. Kepolisian dan kejaksaan setempat tak berfungsi kendati berwenang mengusut korupsi. Lembaga lain, seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha dan Badan Pemeriksa Keuangan, pun seakan dilecehkan. Padahal mudarat permainan proyek itu amat gamblang: ratusan miliar anggaran daerah menguap.
Itulah pentingnya KPK mengusut tuntas permainan proyek di wilayah kekuasaan Gubernur Atut dan kerabatnya. Petugas Komisi telah mendatangi Dinas Kesehatan di Banten dan Tangerang Selatan untuk menyelidiki proyek pengadaan alat kesehatan. Tapi jaringan Wawan sebetulnya tak cuma menguasai pengadaan alat kesehatan. Mereka memonopoli hampir semua proyek besar, termasuk proyek konstruksi di wilayah Banten. Kelompok Wawan memakai banyak perusahaan baru-sebagian berkantor di satu lokasi--yang pengalamannya diragukan. Tak sedikit pula perusahaan yang dimiliki secara langsung oleh keluarga Atut-Wawan memenangi proyek pemerintah daerah.
Sulit membayangkan permainan proyek ala Wawan tidak menabrak prinsip pengadaan yang adil, transparan, dan akuntabel. Dan rakyat hanya bisa berharap pada KPK untuk membongkarnya.