Jakarta

Penulis

Senin, 4 Februari 2002 00:00 WIB

JIKA kota ini runtuh, pelan-pelan, dan air bah yang mengepungnya selama berhari-hari ini datang sebagai perusak terakhir yang dingin dan diam, kota ini akan jadi sebuah cerita tentang negeri yang dihabisi oleh kekuatan jahat yang tak tampak tapi ganas. Jika hujan tak punya lagi bukit dan hutan, jika curah air tak punya tempat yang menyerap dan menyimpannya, pasti ada kekuatan keji yang bekerja. Bidang bumi yang vital itu telah direbut oleh para pembangun perumahan, dan segala aturan yang dibuat untuk mencegah perebutan itu dilanggar dengan jelas setiap hari, dengan terang, seperti ayam putih terbang siang. Maka jika kota ini runtuh, ia adalah sebuah kisah tentang para pejabat penjaga peraturan yang telah tidur selama bertahun-tahun, gubernur-gubernur yang tak bergerak karena kekenyangan suap, pejabat yang bodoh atau abai, tak melakukan apa-apa. Jika kota ini runtuh, saya tak tahu bagaimana orang akan bertindak setelah ini. Mungkin mereka akan kembali mengais-ngais nafkah dari apa saja yang tersisa dari kerusakan ini, dan bekerja, makan, beribadah, nonton TV, mendengarkan radio, bersetubuh, jalan kaki, tanpa menyalahkan siapa pun. Lalu lupa. Mungkin akan ada orang yang marah, tahu bahwa banjir ini adalah anak haram birokrasi yang busuk dan bisnis yang tamak, tapi mereka marah bersendiri. Mereka akan memaki-maki di gagang telepon atau di pinggir gang yang becek dengan sejumlah kenalan dan, setelah itu, merasa tak berdaya dan terdiam. Jika kota ini runtuh, mungkin karena orang-orang tak mengharap bahwa polisi, jaksa, dan hakim akan menghukum sejumlah penjahat yang mendapat uang berlebihan seraya menghancurkan Jakarta. Tak ada yang melihat ada jalan yang bisa ditempuh yang menyelamatkan. Semua tahu bahwa untuk menghentikan persekutuan jahat itu akhirnya harus ada sebuah alat: kekuasaan. Tapi sudah bertahun-tahun kita hidup dengan asumsi bahwa kekuasaan adalah sesuatu yang jauh dan ajaib, bukan sesuatu yang bisa diproduksi oleh proses politik. Maka di bawah mistifikasi kekuasaan, orang pun mencari jalan lain dengan mistifikasi ketidakkuasaan. Terkadang dalam bentuk doa, terkadang dalam petuah budi pekerti. Seakan-akan banjir di hari ini adalah sesuatu yang tak bisa diterangkanyakni ia bukan sebuah problem, melainkan sebuah misteri. Seakan-akan penyelewengan dan korupsi tak bisa ditelaah sebab dan strukturnya, tapi diduga bersembunyi, sebagai akhlak yang bernoda, di lubuk hati. Seakan-akan untuk lepas dari rawa-rawa sekarang kita hanya bisa dibisiki dan diangkat oleh Yang Gaib. Jika kota ini runtuh, pelan-pelan, kehancuran itu mungkin ditandai dengan hadirnya kembali rasa tak berdaya di depan Yang Gaib: kita ketakutan mendengar petir dan memandang mendung, seolah-olah itu adalah isyarat buruk dari kahyangan. Sebab setiap kali hujan turun baru, kita tahu apa yang akan terjadi: jalan jadi sungai kembali, mungkin lebih luas dan deras. Rumah, toko, bengkel, tempat kerja, akan musnah. Listrik mungkin akan mati. Telepon akan rusak. Bandara akan tak terjangkau. Bus dan truk antarkota tak akan datang. Tak akan ada konsumen, tak ada buruh, tak ada pedagang. Yang ada para pengungsi dan, di sana-sini, pencoleng kecil di jalan di mana ribuan mobil merayap, dikepung air. Air, ketakutan, kelumpuhan. Bayangkan: sebuah ibu kota republik, sebuah kota metropolitan, sebuah ruang hidup dengan gedung-gedung pemerintah yang megah, dengan bank-bank yang rajin, dengan Pasar Modal dan World Trade Center, dengan perguruan tinggi yang bangga, dengan rumah sakit yang beperkakas piawai, dengan ratusan ribu lulusan universitas, dengan para teknokrat yang pintar, dengan komputer yang tak kenal lelahdengan kata lain: sebuah kota pada abad ke-21ternyata sebuah kota yang rentan dan ketakutan di bawah hujan. Dusun-dusun yang primitif memang layak gentar kepada alam yang masih agung dan misterius. Tapi Jakarta: ia lumpuh bukan di hadapan gempa tektonik yang besar, bukan puting beliung yang bengis, bukan tsunami. Dengan kata lain, ini adalah sebuah kota yang telah dibuat tak berdaya. Jakarta adalah sebuah kota di mana korupsi bukan sekadar mencolong. Di kota ini, korupsi bukanlah sekadar perbuatan jahat para gubernur atau para birokrat yang "membangun" wilayah dengan menyulap biaya sampai melambung. Bukan sekadar pembuatan proyek fiktif atau tanpa guna untuk mendapatkan anggaran. Bukan sekadar perilaku rutin para petugas izin bangunan yang minta sogok dan dengan itu membiarkan lingkungan hancur. Bukan sekadar polisi dan jaksa dan hakim yang buncit oleh bayaran mereka yang seharusnya dihukum karena penghancuran itu. Korupsi adalah jumlah dari semua itu ditambah dengan hasil sampingnya yang tak terelakkan: kelumpuhan di tengah krisis. Sebuah krisis memerlukan kekuatan bersama untuk mengatasinya. Tapi korupsi telah menghancurkan apa saja yang "bersama" itu: korupsi adalah sejenis privatisasi dalam jenis yang menyimpang. Kejahatan ini telah membuat kekuasaan yang lahir dari proses politik (dengan kata lain: proses bersama) menjadi wilayah dan alat privat orang yang berkuasa. Korupsi juga melahirkan fragmentasi: sebuah masyarakat yang bukan masyarakat, sehimpun orang ramai yang berhubungan satu sama lain tapi saling tak mempercayai, karena bahkan kepercayaan telah jadi komoditi. Maka bisakah mereka akan saling mempercayai ketika krisis merundung dan harus diatasi? Tidak. Dan kota pun akan runtuh, pelan-pelan. Goenawan Mohamad

Berita terkait

Perkiraan Cuaca BMKG: Hujan dan Petir Akan Melanda Jakarta

10 Desember 2018

Perkiraan Cuaca BMKG: Hujan dan Petir Akan Melanda Jakarta

BMKG membuat perkiraan cuaca dimana hujan disertai petir dan angin kencang akan melanda Jakarta.

Baca Selengkapnya

Korban Crane Ambruk di Kemayoran Jadi Pengungsi Sementara

7 Desember 2018

Korban Crane Ambruk di Kemayoran Jadi Pengungsi Sementara

Operator crane ambruk menyewa sebuah rumah untuk ditempati keluarga Husin yang rumahnya rusak tertimpa crane.

Baca Selengkapnya

Anies Baswedan Buat Aturan Baru, Tim Pembebasan Lahan Dapat Honor

5 Desember 2018

Anies Baswedan Buat Aturan Baru, Tim Pembebasan Lahan Dapat Honor

Pergub 127 yang diteken Gubernur Anies Baswedan diharapkan mampu mempercepat program pembebasan lahan yang selama ini tersendat.

Baca Selengkapnya

Bos Sarana Jaya Ingin Sulap Tanah Abang Seperti SCBD 8 Tahun Lagi

23 Oktober 2018

Bos Sarana Jaya Ingin Sulap Tanah Abang Seperti SCBD 8 Tahun Lagi

Desain penataan Tanah Abang menjadi seperti kawasan SCBD Jakarta, masih digarap dan ditargetkan selesai tahun ini

Baca Selengkapnya

DKI Bantah Gunungan Sampah Muara Baru Imbas Konflik dengan Bekasi

22 Oktober 2018

DKI Bantah Gunungan Sampah Muara Baru Imbas Konflik dengan Bekasi

Dinas LH menjelaskan tumpukan sampah karena truk di Jakarta Utara sedang perawatan oleh agen tunggal pemegang merek (ATPM).

Baca Selengkapnya

Dinas LH: DKI Tetap Butuh Bantargebang Meski ITF Sunter Dibangun

22 Oktober 2018

Dinas LH: DKI Tetap Butuh Bantargebang Meski ITF Sunter Dibangun

ITF Sunter hanya mengelola 2.200 ton sampah per hari dan 10 % residu harus dibuang ke Bantargebang.

Baca Selengkapnya

Koalisi Masyarakat Dukung Rencana DKI Stop Eksploitasi Air Tanah

16 Oktober 2018

Koalisi Masyarakat Dukung Rencana DKI Stop Eksploitasi Air Tanah

Penghentian eksploitasi air tanah, kata Koalisi Masyarakat, bisa menekan penurunan permukaan tanah di Ibu Kota.

Baca Selengkapnya

Pemerintah DKI Susun Aturan Penghentian Eksploitasi Air Tanah

16 Oktober 2018

Pemerintah DKI Susun Aturan Penghentian Eksploitasi Air Tanah

DKI mengusulkan anggaran Rp 1,2 triliun untuk perluasan jaringan pipa air bersih menekan eksploitasi air tanah.

Baca Selengkapnya

Rekayasa Lalu Lintas, Jalan Wahid Hasyim Bakal Satu Arah

1 Oktober 2018

Rekayasa Lalu Lintas, Jalan Wahid Hasyim Bakal Satu Arah

Uji coba rekayasa lalu lintas dilakukan pada 8 Oktober hingga 23 Oktober nanti.

Baca Selengkapnya

Siap-siap Musim Hujan, 129 Kelurahan di DKI yang Terancam Banjir

13 September 2018

Siap-siap Musim Hujan, 129 Kelurahan di DKI yang Terancam Banjir

Balai Besar menjelaskan, wilayah yang berpotensi terendam banjir di Jakarta berada di daerah aliran sungai yang belum dinormalisasi.

Baca Selengkapnya