TEMPO.CO, Jakarta - Bandung Mawardi, ESAIS
Hari-hari menjelang akhir masa kerja Kabinet Indonesia Bersatu II, Susilo Bambang Yudhoyono mesti bersedih dan menanggung malu akibat ulah para menteri yang terlibat korupsi. Para menteri pasti belum membaca nasihat SBY dalam puisi berjudul Membasuh Hati (1 Agustus 2010), dimuat di buku Membasuh Hati di Taman Kehidupan (2014): "Menjaga hati yang bersih adalah akidah/ mengapa kita menjauh/ dan tak pandai mencari berkah. Kita tentu maklum bahwa para menteri adalah kaum sibuk, tak sempat membaca atau merenungi puisi, meski merupakan gubahan sang atasan: SBY.
Di Indonesia, korupsi adalah urusan hukum dan politik. Kita jarang mengurusi korupsi dengan puisi. Kita masih ingat publikasi iklan melawan korupsi buatan Partai Demokrat. Para menteri dan legislator asal Partai Demokrat malah menjadi "teladan" untuk berkorupsi. Mereka cuma bermodal iklan, berisi slogan, dan disajikan secara manipulaif.
Dulu, mereka tak memilih gerakan melawan korupsi dengan berpuisi. Barangkali puisi lebih bertuah ketimbang iklan-dalam membuka kesadaran dan keinsafan menjadi insan mulia. Para menteri tentu tak mengoleksi buku Puisi Menolak Korupsi (Forum Sastra Surakarta, 2013), yang berisi ratusan sajak gubahan ratusan pujangga di Indonesia. Buku berketebalan 450 halaman itu bisa menjadi bacaan reflektif dan kritis. Beni Setia mengajukan sajak berjudul Genetika Korupsi 3, berisi sinisme: "Kata-kata birokrat kata-kata politisi satu maknanya: sudahkah korupsi?" Kita mengandaikan para menteri, legislator, dan elite partai politik melek puisi ketimbang berlagak menjadi bintang iklan untuk menolak atau melawan korupsi.
SBY mungkin tak memberlakukan kriteria literasi saat membentuk Kabinet Indonesia Bersatu II. Kita menduga para menteri bakal bebal dan bandel jika tak memiliki kebiasaan membaca buku mengenai korupsi. Di Indonesia, selama puluhan tahun telah terbit ratusan teks sastra bertema korupsi. Kita tak bisa memastikan buku-buku sastra bertema korupsi adalah bacaan para menteri dan legislator. Ah, mereka tentu meremehkan faedah puisi, novel, cerpen, serta drama dalam ambisi keprofesian dan peningkatan kehormatan. Mereka belum meneladani SBY. Kita berharap SBY terus menulis sajak bertema korupsi agar menjadi bahan bacaan untuk para menteri dan legislator periode 2014–2019.
Kita tak harus bergantung pada sastra untuk menjaga atau mengembalikan kewarasan para menteri dan legislator. Syafii Maarif (2014) malah mengajukan usul berbeda tapi berpijak pada literasi. Maarif menganjurkan agar para calon menteri membaca dua teks terkenal dari Mohammad Hatta dan Sukarno: Indonesia Merdeka (1928) dan Indonesia Menggugat (1930).
Pemikiran para penggerak bangsa dianggap memberi referensi bagi para menteri agar mengerti sejarah Indonesia, mentalitas perjuangan, dan kesanggupan memuliakan Indonesia. Literasi diharapkan menjadi kriteria dalam memilih dan menetapkan menteri. Maarif ingin kesadaran atas sejarah dan biografi para penggerak bangsa menjadi referensi perlawanan korupsi. Kita juga ingin memastikan para menteri dalam kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla memang kaum pembenci korupsi dan melek literasi agar Indonesia mulia. Amin.
Berita terkait
KPK Ajak Anak Muda Berpartisipasi pada Festival Lagu Antikorupsi
11 Agustus 2017
Festival ini merupakan salah satu upaya KPK dalam pencegahan korupsi di kalangan anak muda.
KPK Gelar Festival Lagu Anti Korupsi dengan Juri Sandy Canester
7 Agustus 2017
KPK menyelenggarakan Festival Lagu Suara Anti Korupsi dengan juri Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan Sandy Canester.
Baca SelengkapnyaKPK Bekali Kiat Menolak Korupsi kepada 38 Finalis Putri Indonesia
27 Maret 2017
Sebanyak 38 wanita rupawan mendatangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Mereka merupakan finalis ajang Putri Indonesia 2017.
Baca SelengkapnyaHanya Naik 1 Poin, Istana Berharap CPI Tahun Ini Lebih Baik
25 Januari 2017
Kepala Kantor Staf Kepresidenan Teten Masduki berharap skor Indeks Persepsi Korupsi (CPI) yang diraih Indonesia pada tahun ini lebih baik lagi.
Baca SelengkapnyaTI: Paket Kebijakan Perbaiki Indeks Korupsi Indonesia
25 Januari 2017
Dalam rentang waktu lima tahun terakhir, skor CPI Indonesia naik lima poin.
Baca SelengkapnyaKorupsi (Atas Nama) Partai
24 Oktober 2016
Rasanya tidak ada partai politik di Indonesia yang secara resmi memerintahkan kadernya untuk melakukan tindak pidana korupsi yang kemudian harus disetor ke partainya. Yang ada, partai tutup mata atas sumbangan kadernya, seberapa pun besarnya. Partai pada umumnya juga tidak pernah mempertanyakan asal-usul kontribusi dari kadernya. Konon, partai tidak boleh berburuk sangka terhadap kadernya sendiri, kendati jumlah dana yang disetor tidak masuk akal. Biasanya, kader yang banyak memberi dana untuk partai akan mendapat "reward", misalnya akan mendapat prioritas kalau ada lowongan jabatan di kelengkapan DPR, masuk panitia khusus yang menarik, jabatan di internal partai, atau nomor bagus calon anggota legislatif dalam pemilihan umum.
Baca SelengkapnyaSiasat Kenaikan Subsidi Partai
21 Oktober 2016
Lagi, Kementerian Dalam Negeri melempar wacana kenaikan bantuan keuangan untuk partai politik. Akankah gagasan ini menjadi langkah yang tepat untuk pembenahan partai?
Setahun lalu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pernah mengusulkan hal yang sama, yakni menaikkan bantuan keuangan partai sebesar Rp 1 triliun untuk semua partai yang memiliki kursi di DPR. Belum sempat direalisasi, usul tersebut kandas akibat penolakan masyarakat.
Resep Denmark Jadi Negara Paling Bersih dari Korupsi
16 Maret 2016
Apa resep Denmark menjadi negara paling bersih dari korupsi?
Baca SelengkapnyaSurvei BPS: Perilaku Antikorupsi Masyarakat Menurun
22 Februari 2016
Hasil survei BPS menunjukkan pengalaman antikorupsi
masyarakat lebih rendah dibanding persepsinya.
Kabar Baik, Peringkat Korupsi Indonesia Membaik!
27 Januari 2016
Kenaikan peringkat salah satunya berkat kinerja KPK dalam memberantas korupsi.
Baca Selengkapnya