Inovasi, Pendidikan, dan Imunisasi

Penulis

Sabtu, 13 September 2014 03:05 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Gindo Tampubolon*

Di antara para pendiri ASEAN yang bersepakat hari ini 47 tahun lalu, Indonesia paling ketinggalan berinovasi. Selama lima tahun terakhir, menurut Kantor Paten Eropa, Singapura mencatat 5.839 paten, Malaysia 1.563, Thailand 505, Filipina 210, dan Indonesia 100.

Ada yang lebih buruk lagi daripada kelemahan ini, yakni dangkalnya pemahaman mengenai dinamika yang mengaitkan tumpulnya inovasi dengan kesehatan atau imunisasi anak yang telantar. Ketiganya, inovasi, pendidikan dan kesehatan, terjalin dalam teori pertumbuhan Joseph A. Schumpeter, ekonom Universitas Harvard, yang menyoroti dinamika istimewa ketika satu negara, semacam Indonesia, tertinggal dari garda depan teknologi. Jarak teknologi seperti ini memberi peluang untuk lompatan teknologi, sekaligus mendirikan tembok hambatan. Seperti dituliskan ekonom Peter Howitt, dinamika peluang dan hambatan ini bertelur dua atau berekuilibrium ganda, memisahkan pemimpin dan pencorot.

Bagaimana prestasi Indonesia seperempat abad ini? Walaupun jumlah penduduknya paling besar, Indonesia paling buntut selama masa yang panjang ini untuk semua teknologi tersebut. Misalnya, untuk informatika tercatat Singapura 5.703, Malaysia 711, Thailand 161, dan Indonesia 31. Tak termungkiri, dalam pemahaman Schumpeterian, Indonesia bukanlah pemimpin, melainkan pencorot.

Walaupun jumlah penduduknya lebih besar daripada ASEAN-4 itu, prestasi Indonesia dalam khazanah ilmu tetaplah imut. Misalnya, dalam bidang biomedis berdasarkan data Scopus 1996–2012, ada 636 orang dewasa Singapura untuk setiap makalah ilmiah. Bandingkanlah negara lain, kali ini mesti ribuan supaya tidak terlalu memalukan, Malaysia 3, Thailand 6, Filippina 38, dan Indonesia 107. Ibarat maraton, Singapura sudah hampir mencapai garis final, Malaysia 30 meter lagi, sedangkan Indonesia masih 10 kilometer lagi.

Untuk mencoba memahami keadaan ini, lihatlah kemampuan ilmu dan matematika remaja belia 15 tahun. Saya menilik tiga perempat juta peserta Programme of International Student Assessment 2000 dan 2012. Seperti sering dikeluhkan, remaja Indonesia menempel di buntut. Tak sepersen pun yang mampu "meresapkan informasi, mengolahnya, dan menggunakannya untuk mengambil keputusan" atau mencapai tingkat lanjut.

Ada fakta yang jarang diresap karena hanya didapat dilakukan dengan menilik informasi belasan tahun. Remaja yang mentok di tahun 2000 adalah sarjana dan inovator yang gagal sekarang. Dengan nalar yang sama, remaja belia yang mentok di tahun 2012 mustahil ramai-ramai menjadi inovator mumpuni nanti. Janganlah bertaruh Indonesia akan bisa berdiri sejajar, paten demi paten, dengan satu pun dari ASEAN-4 atau Cina atau Korea pada 2045.

Jelaslah sistem inovasi berayun dalam jangka panjang bak maraton. Mengapa kemampuan ilmu/matematika remaja kita lemah? Teori tadi akan mengantar kita ke modal insani lain, yaitu kesehatan, khususnya kesehatan anak. Kalau kita kaji prestasi Indonesia dalam bidang kesehatan anak sejak 1990-an, kelihatan gambaran fraktal: corak karut-marut kecil mengikuti pola kasat-kusut besar. Dari setengah juta anak dalam Survei Sosial-Ekonomi Nasional 1992–2013, kami temukan: tak sekali pun Indonesia mencapai sasaran imunisasi global. Sekarang, semua ASEAN-4 sudah melebihi sasaran, namun Indonesia mentok.

Apa kaitannya imunisasi dengan nilai matematika dan inovasi puluhan tahun lagi? Kesehatan dini, khususnya imunisasi dan tercukupkannya gizi, berkaitan dengan kemampuan di masa selanjutnya. Di masa ini, dua kemampuan sangat penting: kemampuan abstraksi dan daya tahan belaka ketika melakukan kerja mental yang ketat (macam menelusuri kaitan dari imunisasi, lewat pendidikan ke inovasi, misalnya). Kedua, kegagalan ini adalah tanda kegagalan kita bersama sebagai bangsa karena masa depan Indonesia ada di tangan anak-anak kita.

Para dokter biasanya akan bilang: lebih gampang mengobati pasien kalau diagnosisnya jelas dan pasiennya tidak ngotot. Perbaikan kinerja inovasi Indonesia menuntut diagnosis yang jelas. Misalnya, data seperempat abad inovasi, belasan tahun prestasi sekolah, dan beberapa dasawarsa imunisasi. Data ini bersama persamaan diferensial yang menguraikan teori Schumpeter diunggah di situs google.com/site/tehtareknow/inovasi-asia.

Tulisan ini dibuat atas beberapa pertimbangan. Pertama, angket inovasi di Indonesia, hambatan dan pencapaiannya, praktis nihil. Karena didorong oleh nalar di atas, kami merintis kajian ini, namun dukungan pemerintah mengumpulkan diagnostik inovasi mutlak. Kedua, Indonesia mesti menggagas badan internasional, Asia Science Fund, yang memberi dana bersaing bagi peneliti/pencipta di Asia. Tantangan inovasi tidak pandang bulu dan tidak peduli batas, seperti pandemik kawasan dan bahaya lingkungan. Selain itu, badan semacam ini akan memberi sinyal tepat waktu kepada pembuat kebijakan tentang kinerja kita dibanding jiran.

Terakhir dan sekaligus di awal, program imunisasi di Indonesia perlu rancangan ulang untuk membantu kabupaten yang mengalami kesulitan dan menghargai kabupaten yang berhasil. Hanya dengan menyiapkan anak yang sehat, remaja yang cakap, dan pekerja yang berinovasi, bangsa kita bisa sejahtera pada masa seabad Indonesia merdeka.


Berita terkait

Apa Saja Imunisasi yang Wajib Diberikan kepada Bayi Berusia 1-2 Bulan?

3 hari lalu

Apa Saja Imunisasi yang Wajib Diberikan kepada Bayi Berusia 1-2 Bulan?

Bayi wajib melakukan imunisasi untuk mencegah bahaya kesehatan, terutama ketika berusia 1-2 bulan. Lantas, apa saja jenis imunisasi yang wajib dilakukan bayi?

Baca Selengkapnya

Mengapa Bayi Harus Diimunisasi?

3 hari lalu

Mengapa Bayi Harus Diimunisasi?

Bayi harus menjalani imunisasi karena beberapa alasan tertentu yang akan dibahas dalam artikel ini.

Baca Selengkapnya

6 Bahaya Bayi yang Tidak Diimunisasi

3 hari lalu

6 Bahaya Bayi yang Tidak Diimunisasi

Bayi penting untuk melakukan imunisasi secara rutin agar terhindar dari bahaya kesehatan mendatang. Lantas, apa saja bahaya bagi bayi yang tidak melakukan imunisasi?

Baca Selengkapnya

Vaksinasi Masih Jadi Tantangan, Banyak Orang Termakan Mitos Keliru

6 hari lalu

Vaksinasi Masih Jadi Tantangan, Banyak Orang Termakan Mitos Keliru

Masih ada warga yang menganggap vaksinasi dapat menyebabkan kematian sehingga pelaksanaannya masih sering menemui kendala.

Baca Selengkapnya

Jangan Beri Anak Parasetamol setelah Imunisasi, Ini Alasannya

7 hari lalu

Jangan Beri Anak Parasetamol setelah Imunisasi, Ini Alasannya

Jangan memberi obat penurun demam seperti parasetamol saat anak mengalami demam usai imunisasi. Dokter anak sebut alasannya.

Baca Selengkapnya

Alasan Masyarakat Perlu Imunisasi Seumur Hidup

8 hari lalu

Alasan Masyarakat Perlu Imunisasi Seumur Hidup

Imunisasi atau vaksinasi tidak hanya diperuntukkan bagi bayi dan anak-anak tetapi juga orang dewasa. Simak alasannya.

Baca Selengkapnya

Posyandu Garda Terdepan Tangani Kesehatan Ibu dan Anak

8 hari lalu

Posyandu Garda Terdepan Tangani Kesehatan Ibu dan Anak

Kegiatan Posyandu terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan pengembangan atau pilihan. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Asal Usul 29 April Ditetapkan sebagai Hari Posyandu Nasional

8 hari lalu

Asal Usul 29 April Ditetapkan sebagai Hari Posyandu Nasional

Presiden Soeharto menetapkan 29 April 1985 sebagai Hari Posyandu Nasional.

Baca Selengkapnya

Kenali Gejala Imunodefisiensi yang Mengganggu Kesehatan Anak

10 hari lalu

Kenali Gejala Imunodefisiensi yang Mengganggu Kesehatan Anak

Masyarakat diminta mewaspadai imunodefisiensi pada anak bila ditemui gejala berikut. Simak penjelasan pakar kesehatan anak.

Baca Selengkapnya

Cegah Komplikasi Penyakit pada Anak dengan Imunisasi

50 hari lalu

Cegah Komplikasi Penyakit pada Anak dengan Imunisasi

Imunisasi dapat membantu menghindarkan anak dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) dan menyebabkan komplikasi.

Baca Selengkapnya