Gubernur Bali Made Mangku Pastika sebaiknya memikirkan ulang rencana membatasi pembelian mobil. Moratorium pertumbuhan jumlah mobil selama lima tahun ke depan ini bukanlah solusi untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di Pulau Dewata. Masih banyak jalan lain yang bisa ditempuh.
Gagasan Pastika itu muncul setelah melihat jumlah kepemilikan kendaraan bermotor di Bali yang tinggi. Sebanyak 96 persen kendaraan di provinsi ini merupakan kendaraan pribadi. Jumlah sepeda motor terdaftar lebih dari 2 juta unit, sedangkan mobil pribadi 600 ribu unit. Inilah yang setiap hari membuat kemacetan di Denpasar, Gianyar, Badung, dan Tabanan. Belum lagi teratasi, sudah muncul mobil-mobil murah (low cost green car) yang diluncurkan pemerintah beberapa waktu lalu.
Bukan cuma Pastika sebenarnya yang gerah oleh pertumbuhan mobil. Gubernur DKI Joko Widodo, yang menghadapi problem serupa, pun risau. Ia bahkan terang-terangan menentang kebijakan mobil murah. Jokowi menuding pemerintah pusat berpihak pada industri otomotif dan melanggar roadmap untuk mengatasi kemacetan.
Hanya, memangkas izin pemilikan mobil baru dan bekas bukan jurus yang jitu. Bagaimanapun, masyarakat punya hak membeli kendaraan bermotor. Ada banyak keluarga yang telah bertahun-tahun menabung untuk membeli mobil atau sepeda motor. Betapa tidak adilnya jika mereka harus menjadi korban kebijakan tersebut. Tak cuma itu, kebijakan zero growth kendaraan baru di Bali akan berdampak penutupan usaha jual-beli mobil-motor.
Bali memang relatif sulit memperbanyak ruas jalan baru. Pembebasan lahan sering berbenturan dengan tempat peribadatan. Namun, tak seperti Jakarta yang kemacetannya sudah parah, Bali sebenarnya masih punya ruang untuk membuat kantong-kantong parkir menjelang titik-titik kemacetan. Dari tempat-tempat parkir, masyarakat bisa menggunakan shuttle bus menuju tempat tujuan. Bus-bus yang disediakan tentu harus nyaman.
Pemerintah Bali juga bisa menerapkan sistem jalan berbayar atau electronic road pricing. Sistem ini dipakai di semua kota besar di dunia, termasuk Jakarta, yang akan menerapkan kebijakan ini tahun depan. Kebijakan ini harus disertai dengan pengenaan tarif parkir yang mahal dan kenaikan pajak progresif yang tinggi.
Harus diakui, hampir semua kota di Indonesia memiliki transportasi yang buruk. Sebagian besar bus, angkot, taksi, dan kereta api tak nyaman, bersih, dan aman. Belum lagi disiplin pengendara yang buruk. Mass rapid transit (MRT) juga baru dalam tahap awal pembangunan di Jakarta. Bali, dengan jumlah penduduk 4 juta jiwa dan 6.000 turis yang datang setiap hari, jelas perlu memperbanyak dan menata kembali angkutan publik mereka. Pemerintah Bali, dengan melibatkan pertimbangan masyarakat adat, perlu pula merancang pembangunan MRT.
Sederet langkah pro-transportasi publik itu lebih masuk akal ketimbang menerapkan kebijakan moratorium pemilikan kendaraan.