Pemerintah harus segera menyiapkan bandar udara baru untuk mengganti atau mendampingi Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta. Jumlah pengguna bandara utama ini sudah melebihi kapasitas. Mengalihkan sebagian beban lepas landas dan mendarat pesawat ke Bandara Halim Perdanakusuma cuma solusi tambal-sulam. Cara ini malah bisa memunculkan masalah baru nantinya.
Ketika dibangun, Soekarno-Hatta dirancang untuk menampung 22 juta penumpang per tahun. Kemampuan itu kini tak lagi memadai. Ekonomi yang tumbuh pesat, ditambah maraknya penerbangan murah, membuat jumlah penumpang melonjak. Lima tahun lalu saja jumlah penumpang sudah menembus 37,4 juta dalam setahun. Angka ini berlipat ganda tahun lalu, menjadi 71,4 juta. Tak mengherankan, menurut Airport Council International, Soekarno-Hatta adalah bandara tersibuk ke-10 di dunia.
Kepadatan penerbangan itu tak hanya berdampak pada kenyamanan. Risiko terjadinya kecelakaan pun membesar. Sesaknya bandara membuat pesawat harus antre panjang untuk lepas landas ataupun mendarat. Petugas menara kontrol pun harus menangani pesawat jauh melebihi kemampuan. Hal ini bahkan pernah hampir berbuntut tragedi. Akibat salah perintah oleh petugas yang terpaksa menangani 30 pesawat (dari normalnya 8-10), dua pesawat nyaris bertabrakan di udara.
Semua itu tak bisa lagi dibiarkan. Soekarno-Hatta adalah pintu gerbang Indonesia. Buruk bandara ini, buruk pula kesan tentang Indonesia. Apalagi dibandingkan dengan bandara negara tetangga, Singapura dan Malaysia, yang jauh lebih modern dan nyaman. Maka, upaya PT Angkasa Pura II melakukan pembenahan patut didukung.
Tapi, bila pembenahan hanya dengan menambah kapasitas bandara, sebaiknya rencana ini dipikirkan ulang. Persoalan Soekarno-Hatta bukan hanya luas area bandara. Kepadatan langit Jakarta oleh seribu lebih pesawat per hari yang harus mendarat dan lepas landas juga jadi masalah. Langkah memperluas Soekarno-Hatta pun tak menyelesaikan masalah kemacetan dari dan ke bandara, yang kini kian kronis.
Mengalihkan sebagian beban ke bandara Halim Perdanakusuma, 40 kilometer di timur Soekarno-Hatta, juga bukan solusi. Pengalihan ini hanya mengurangi 5 persen beban Soekarno-Hatta. Artinya, bandara utama di Tangerang itu tetap padat. Menambah kapasitas penerbangan di Halim hampir mustahil. Daya dukung bandara milik Angkatan Udara ini terlalu kecil. Apalagi penggunaannya harus berbagi dengan pesawat militer atau rombongan VVIP.
Jika memang ingin tuntas mengatasi kelebihan beban Soekarno-Hatta, cara terbaik adalah membangun bandara baru. Bandara ini sebaiknya dibangun jauh di luar Jakarta. Keuntungannya, selain harga tanah lebih murah, untuk mengantisipasi pesatnya perluasan Ibu Kota dan sekitarnya.
Salah satu area yang bisa dipilih adalah kawasan Subang, Karawang. Alternatif lain, memperluas rencana pembangunan Bandara Majalengka, yang kini mulai disiapkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Memang lebih jauh. Tapi, jika dilengkapi jalur angkutan massal seperti kereta api, bandara ini dapat dicapai cukup hanya dalam dua jam dari Ibu Kota. Waktu tempuh ini terhitung normal karena, faktanya, akibat jalanan yang selalu macet, sekarang pun penumpang dari tengah Kota Jakarta bisa menghabiskan 3 hingga 4 jam untuk sampai ke Soekarno-Hatta.