Rendahnya Rasio Pajak

Penulis

Selasa, 17 Desember 2013 21:29 WIB

Ketika berkampanye sebagai calon presiden pada 2004, Susilo Bambang Yudhoyono berjanji menaikkan rasio pajak atas produk domestik bruto. Ia akan mendongkrak rasio pajak, yang saat itu cuma sekitar 12 persen, menjadi 19 persen. Sampai dua periode memerintah, janji ini tak bisa dipenuhi.

Rasio pajak sekarang bahkan lebih rendah dibanding saat Yudhoyono mulai memerintah. Rasio pajak tahun ini hampir dapat dipastikan di bawah angka tahun lalu, yang sebesar 11,5 persen. Soalnya, penerimaan pajak tahun ini begitu seret. Hingga Desember ini, pendapatan pajak baru mencapai Rp 814,7 triliun atau 82 persen dari target. Tahun lalu, penerimaan pajak mencapai Rp 980 triliun dengan PDB saat itu sekitar Rp 8.500 triliun.

Kegagalan itu menunjukkan ketidakmampuan pemerintah membenahi sistem perpajakan yang masih amburadul. Potensi pajak pun tidak bisa digali secara maksimal. Tak perlu membandingkannya dengan negara-negara maju. Dari standar negara-negara tetangga, yang secara ekonomi setara atau malah lebih rendah-seperti Filipina-rasio pajak kita masih kalah. Untuk rata-rata di kawasan Asia, rasio pajak sebesar 17-21 persen.

Pemerintah juga belum sanggup mengubah komposisi pembayar pajak. Di negara maju, komposisi pajak pribadi biasanya lebih dominan. Tapi di sini, situasinya terbalik. Penerimaan pajak kita masih sangat bergantung pada pajak penghasilan perusahaan (PPh badan), dengan porsi sekitar 80 persen. Itu sebabnya, begitu krisis ekonomi global berimbas pada kinerja perusahaan-perusahaan nasional, penerimaan pajak langsung tergerus. Laba penyumbang pajak terbesar, seperti sektor pertambangan dan perkebunan, menipis akibat turunnya harga komoditas itu di pasar dunia. Pajak mereka pun berkurang.

Tingkat kepatuhan membayar pajak di negara ini juga masih sangat rendah. Dari sekitar 5 juta perusahaan yang tercatat di Kementerian Hukum, hanya sekitar 500 ribu yang rutin melaporkan pemberitahuan pajak mereka. Yang lain sengaja mangkir dan tak terjangkau oleh petugas pajak, yang jumlahnya terbatas.

Begitu pula pembayar pajak pribadi. Masih ada 40 jutaan pekerja yang sekarang belum membayar kewajibannya, meski gaji mereka sudah melebihi batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Keadaan ini semakin diperburuk oleh terbatasnya jumlah petugas pajak, sehingga potensi pajak itu tidak terurus. Di pusat grosir Pasar Tanah Abang, Jakarta, misalnya, hanya ada dua petugas penagihan pajak. Padahal di sana terdapat lebih dari 10 ribu pedagang.

Advertising
Advertising

Itulah pekerjaan rumah yang masih terbengkalai, dari meningkatkan kepatuhan membayar pajak hingga menyediakan petugas pajak yang cukup. Belum lagi perlunya reformasi pengadilan pajak yang selama ini sering dikeluhkan masyarakat karena penuh dengan permainan kotor.

Siapa pun pemimpin setelah Presiden Yudhoyono nanti akan mengulang kesalahan yang sama bila terlalu sibuk membagi-bagi anggaran tapi melupakan urusan pajak sebagai sumber utama penerimaan negara.

Berita terkait

Daftar Pemenang Baeksang Arts Awards 2024, Moving Raih Daesang

4 menit lalu

Daftar Pemenang Baeksang Arts Awards 2024, Moving Raih Daesang

Daftar pemenang Baeksang Arts Awards 2024, termasuk Daesang, Film Terbaik, Drama Terbaik, Aktor dan Aktris Terbaik.

Baca Selengkapnya

Pj Bupati Tangerang Dorong Peningkatan Pelayanan RSUD

4 menit lalu

Pj Bupati Tangerang Dorong Peningkatan Pelayanan RSUD

Andi Ony meminta kepada seluruh jajaran RSUD Kabupaten Tangerang untuk terus berinovasi dan mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) dan sarana prasarana pendukung demi pelayanan yang maksimal.

Baca Selengkapnya

Kata Pengguna Layanan Starlink: Harga Lebih Irit, tapi Tak Cocok di Perkotaan, Kenapa?

7 menit lalu

Kata Pengguna Layanan Starlink: Harga Lebih Irit, tapi Tak Cocok di Perkotaan, Kenapa?

Kementerian Komunikasi dan Informatika menyatakan layanan koneksi Starlink lebih dibutuhkan di daerah yang terisolir dan minim jaringan internet.

Baca Selengkapnya

Setelah Gagal Masuk Senayan, Krisdayanti Bersiap Maju Pilwakot Batu Berikut Perjalanan Politiknya

12 menit lalu

Setelah Gagal Masuk Senayan, Krisdayanti Bersiap Maju Pilwakot Batu Berikut Perjalanan Politiknya

Karier politik Krisdayanti setelah gagal masuk Senayan kabar terakhir bersiap maju kandidat calon Wali Kota Batu dari PDIP.

Baca Selengkapnya

Respons KPK soal Ayah Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Disebut Makelar Kasus

14 menit lalu

Respons KPK soal Ayah Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Disebut Makelar Kasus

KPK buka suara soal kabar ayah Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali, Kiai Agoes Ali Masyhuri, sebagai makelar kasus Hakim Agung Gazalba Saleh.

Baca Selengkapnya

LPEI Ekspor sampai Belanda dan Korea Selatan lewat Desa Devisa Gula Aren Maros

16 menit lalu

LPEI Ekspor sampai Belanda dan Korea Selatan lewat Desa Devisa Gula Aren Maros

LPEI melalui Desa Devisa Gula Aren Maros mengekspor gula aren ke Belanda dan Korea Selatan.

Baca Selengkapnya

3 Game dan Tujuannya ala LinkedIn: Queens, Cross Climb, dan Pinpoint

18 menit lalu

3 Game dan Tujuannya ala LinkedIn: Queens, Cross Climb, dan Pinpoint

LinkedIn meluncurkan tiga jenis game gratis di platformnya pada 1 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Lewat Dubes Jepang, Menpora Ikut Lobi Klub Justin Hubner Agar Bisa Dilepas ke Timnas U-23 Indonesia

20 menit lalu

Lewat Dubes Jepang, Menpora Ikut Lobi Klub Justin Hubner Agar Bisa Dilepas ke Timnas U-23 Indonesia

Menpora Dito Aritedjo menyampaikan permintaan agar Cerezo Osaka melepas Justin Hubner ke Timnas U-23 Indonesia untuk laga lawan Guinea.

Baca Selengkapnya

Inilah 8 Penyebab Pikun Datang Lebih Cepat

23 menit lalu

Inilah 8 Penyebab Pikun Datang Lebih Cepat

Pikun diartikan sebagai penurunan fungsi bagian luar jaringan otak atau cortex yang menyebabkan penurunan intelektual.

Baca Selengkapnya

Bertemu di Malaysia, Jusuf Kalla Minta Hamas Bersatu dengan Fatah

24 menit lalu

Bertemu di Malaysia, Jusuf Kalla Minta Hamas Bersatu dengan Fatah

Ketua PMI Jusuf Kalla meminta Hamas untuk bersatu dengan Fatah ketika bertemu perwakilan kelompok tersebut di Kuala Lumpur.

Baca Selengkapnya