Nunukan

Penulis

Senin, 9 September 2002 00:00 WIB

Di Pulau Nunukan, dunia bukan sebuah dusun global. Hanya sekitar 50 kilometer dari Tawau, di wilayah Sabah, Malaysia, orang-orang yang paling tak berdaya justru diingatkan apa artinya peta bumi yang disusun dari atas, dulu oleh kekuatan-kekuatan kolonial, kini oleh rezim-rezim yang tak punya hati. Perbatasan, paspor, dan hukum cambuk mencemooh dengan lantang seluruh percakapan selama dua dasawarsa terakhir ini tentang bumi yang tanpa-tapal-batas. Petugas imigrasi yang berseragam, para pemeriksa dan pembuat dokumen perjalanan yang getol, bisa menunjukkan dengan kelingking mereka betapa jauhnya Kalimantan Timur dari mobilitas abad ke-21 yang didengungkan di kota-kota dunia. Di sini, hanya tiga jam naik kapal bermotor dari Tawau, di wilayah Sabah, orang-orang Indonesia ingin meninggalkan negeri mereka yang penuh penganggur, tapi mereka bukan yang oleh Pico Ayer digambarkan dengan kalimat-kalimat yang bersinar sebagai transit loungers: orang-orang yang kita temui di ruang-ruang tunggu bandara, mereka yang hidup dalam perjalanan terus-menerus, yang tak begitu sadar akan ke negeri mana mereka tergolong, para musafir tetap yang bisa mengatakan, dengan gaya yang asyik, "akulah sukma multinasional di atas bola dunia yang multikultural". Tapi pada saat yang bersamaan, di Nunukan, seperti di "bola dunia yang multikultural" itu, tak ada bendera yang dikibarkan dengan gagah, tak ada lagu kebangsaan yang dinyanyikan dengan khusyuk. Yang ada hanyalah penawaran, permintaan, dan kecemasan. Dari balik perbatasan Malaysia, para majikandari firma elektronik tenar seperti Casio sampai agen penempatan tenaga kerja yang mencari babu dan pembantudengan senang bersedia membayar orang-orang Indonesia untuk menyerahkan tenaga sebangsa, sebagai komoditi, dengan tepat dan cepat. Seorang pemasok bisa mendapatkan $ 600 untuk setiap orang yang diserahkan ke seberang. Sang pemasok juga mendapatkan yang lain: bayaran dari tiap buruh yang merasa telah ditolong dari kesengsaraan pengangguran. Pengangguransatu senti jaraknya dari putus asaagaknya sesuatu yang sedemikian mencemaskan, bahkan mengerikan, hingga kesengsaraan lain praktis tak pernah terbayang di pelupuk mata. Yang perlu adalah pergi, meninggalkan, mencari, berpindah. Dalam sebuah laporan yang ditulis Sidney Jones yang dimuat dalam Asia-Pacific Magazine 1 April 1996, disebut kira-kira 5.000 migran ilegal dari Indonesia tenggelam di Selat Malaka antara tahun 1990 dan 1995, ketika mereka hendak menjangkau tanah Semenanjung. Jumlah 1.000 korban setahun itu bisa ditambah dengan mayat-mayat yang ditelan laut ketika ratusan orang hendak mencapai Sabah di Malaysia Timur. Para makelar tenaga kerja mengangkut mereka, tanpa mengindahkan keselamatan mereka. Para polisi Indonesia mengetahui keadaan mereka, tanpa melakukan apa-apa untuk mereka. Maka apa yang sebenarnya terjadi? Tiap malam, kapal-kapal sederhana melintasi selat dengan terengah-engah, sesak dan sarat. Tiap malam, ratusan orang Indonesia membobol dinding antara apa yang legal dan tak legal, bukan dengan membunuh, merampok, atau korupsi, melainkan semata-mata karena tiap malam mereka mengutuk perbatasan dan dikutuk perbatasan. Perbatasan adalah garis-garis yang diwakili oleh "alat-alat negara", tapi sebenarnya tak jelas benar apakah orang-orang berseragam itu alat negara. Sebab tiap malam, seperti halnya di Nunukan hari-hari ini, kita menyaksikan sebuah negara nasional yang tiba-tiba tampak tak relevan lagisesuatu yang mungkin tak perlu, sesuatu yang mungkin malah mengganggu. Tentu saja masih tetap dicatat, bahwa di Jakarta, para jenderal dan para pembesar bisa bicara keras tentang "NKRI", dan nasionalisme bisa diteriakkan dengan raungan ala Kwik Kian Gie. Tapi di Nunukan, kabupaten pulau di timur Kalimantan itu, Indonesia praktis berhentijustru bukan karena sebuah kekuatan asing, bukan pula oleh sebuah proses yang kini disebut "globalisasi". Sekitar 25 ribu warga negara, orang sebangsa, menjadi orang usiran, yang terdampar, lapar, patah harapan, tergeletak di tepi-tepi jalan. Mereka tak ada tempat untuk menetap, hanya ada tempat untuk pergi. Mereka tak cukup persediaan untuk makan. Penyakit berkecamuk. Sanitasi memburuk. Kemarin saya dengar lebih dari 40 orang telah mati. Kita tak tahu apakah sebuah wabah akan mulai. Seorang ibu dikabarkan menjual bayinya seharga 300 ribu rupiah. Ia dan suaminya datang jauh dari Flores. Mereka hendak pulang. Tapi sebenarnya ke mana mereka akan pulang? Nunukan, wilayah "Negara Kesatuan Republik Indonesia", sama-sama tertutup bagi mereka seperti halnya Sabah, wilayah Kerajaan Malaysia. Presiden Megawati sama acuh tak acuhnya dengan Yang Dipertuan Agung Malaysia. Di Nunukan, 25 ribu penderitaan adalah 25 ribu orang yang ditendang, dan 25 ribu orang yang ditendang adalah 25 ribu pengungsi. Tapidan inilah paradoksnyasetiap himpunan pengungsi, yang ingin atau terpaksa lepas dari sebuah negara dan sebuah bangsa, sebenarnya lari untuk sebuah negara, sebuah bangsa. Di Nunukan, negara-bangsa yang mereka cari itu mungkin tetap bernama "Indonesia". Namun pasti ia sebuah Indonesia yang lain: sebuah Indonesia yang tidak mengasingkan mereka, sebuah Indonesia yang tidak mengabaikan mereka, melainkan sebuah Indonesia yang bisa bertanggung jawab kepada mereka, dan sebab itu mereka bisa bertanggung jawab kepadanya. Goenawan Mohamad

Berita terkait

Lowongan Kerja Tergerus AI, Pakar Unair: Pekerja Skill Rendah Semakin Tertekan

5 hari lalu

Lowongan Kerja Tergerus AI, Pakar Unair: Pekerja Skill Rendah Semakin Tertekan

Pakar Unair mewanti-wanti regulator soal bahaya AI terhadap dunia kerja. AI bisa menyulitkan angkatan kerja baru, terutama yang memiliki skill rendah.

Baca Selengkapnya

Syarat dan Cara Daftar Akun SIAPkerja Kemnaker Berkonsep SSO

9 hari lalu

Syarat dan Cara Daftar Akun SIAPkerja Kemnaker Berkonsep SSO

SIAPkerja merupakan sistem dan aplikasi pelayanan dan ketenagakerjaan digital yang dirilis Kemnaker dengan konsep SSO. Begini maksudnya.

Baca Selengkapnya

Pemerintah Cabut Pembatasan Barang TKI, Begini Bunyi Aturannya

11 hari lalu

Pemerintah Cabut Pembatasan Barang TKI, Begini Bunyi Aturannya

Sebelumnya, pemerintah membatasi barang TKI atau pekerja migran Indonesia, tetapi aturan ini sudah dicabut. Begini isi aturannya.

Baca Selengkapnya

Dinantikan Tiap Jelang Hari Raya, Siapa Pertama Kali Pencetus THR?

28 hari lalu

Dinantikan Tiap Jelang Hari Raya, Siapa Pertama Kali Pencetus THR?

Konsep pemberian THR telah ada sejak awal 1950. Pencetusnya adalah Soekiman Wirjosandjojo, Perdana Menteri Indonesia dari Partai Masyumi.

Baca Selengkapnya

Pengamat Ketenagakerjaan Sebut Aplikator Wajib Beri THR Ojol

29 hari lalu

Pengamat Ketenagakerjaan Sebut Aplikator Wajib Beri THR Ojol

Payaman menilai aplikator wajib memberikan THR kepada ojol karena masuk kategori pekerja dengan jam kerja tidak tentu.

Baca Selengkapnya

3 Jurus Jokowi Pertajam Desain Ekonomi dan Ketenagakerjaan 10 Tahun ke Depan

34 hari lalu

3 Jurus Jokowi Pertajam Desain Ekonomi dan Ketenagakerjaan 10 Tahun ke Depan

Presiden Jokowi ingin mempertajam desain besar ekonomi dan ketenagakerjaan untuk 10 tahun ke depan. Apa maksudnya?

Baca Selengkapnya

Menilik Visi Misi Ketenagakerjaan Prabowo-Gibran: Meningkatkan Lapangan Kerja, Awasi TKA, hingga Serap Tenaga Lokal di Hilirisasi

37 hari lalu

Menilik Visi Misi Ketenagakerjaan Prabowo-Gibran: Meningkatkan Lapangan Kerja, Awasi TKA, hingga Serap Tenaga Lokal di Hilirisasi

Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran) menang dalam Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Ingat THR Harusnya Ingat Soekiman Wirjosandjojo, Penggagas Tunjangan Hari Raya Pertama

41 hari lalu

Ingat THR Harusnya Ingat Soekiman Wirjosandjojo, Penggagas Tunjangan Hari Raya Pertama

Pencetus THR adalah Soekiman Wirjosandjojo, Perdana Menteri Indonesia dari Partai Masyumi. Siapa dia? Bagaimana kiprahnya?

Baca Selengkapnya

Departemen Imigrasi Malaysia Tangkap 130 WNI Tak Berdokumen

19 Februari 2024

Departemen Imigrasi Malaysia Tangkap 130 WNI Tak Berdokumen

Kementerian Luar Negeri mengatakan KBRI belum menerima notifikasi kekonsuleran tentang penangkapan 130 WNI di Selangor, Malaysia.

Baca Selengkapnya

Narendra Modi Bakal Prioritaskan Reformasi Ketenagakerjaan Jika Menang Pemilu India

14 Februari 2024

Narendra Modi Bakal Prioritaskan Reformasi Ketenagakerjaan Jika Menang Pemilu India

Partai Bharatiya Janata mengatakan Narendra Modi dapat memprioritaskan reformasi ketenagakerjaan jika ia menang pemilu pada Mei mendatang.

Baca Selengkapnya