Munawir Aziz,
Alumnus Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Pemerintah pimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) pada era mendatang memberi ruang bagi kampung untuk melakukan akselerasi. Kampung tidak lagi dimaknai sebagai lumbung ekonomi dan politik, tapi memiliki hak untuk dianggap penting sebagai penopang pemerintahan. Di tangan Jokowi, kampung-kampung akan disulap menjadi ruang yang nyaman untuk melahirkan sumber daya manusia kreatif, dan basis produksi kerajinan, agraria, serta ekonomi kreatif.
Pada awal masa pemerintahannya, Jokowi berjanji untuk melakukan blusukan dan pembenahan atas 1.000 kampung nelayan. Ia menganggap kampung nelayan merupakan bagian dari revolusi kebijakan tentang maritim dan politik lokal, yang mendorong orang-orang di setiap desa untuk menciptakan inovasi-inovasi kreatif berbasis sumber daya di daerahnya. Jokowi berencana membangun kampung nelayan dengan sistem integratif: mendorong Bank Rakyat Indonesia (BRI) membuat kantor cabang dan Pertamina dengan stasiun pengisian bahan bakar solar. Kolaborasi pembiayaan APBN dan CSR perusahaan-perusahaan merupakan bagian dari langkah produktif untuk membangun kampung nelayan.
Penamaan kampung dan desa tidak hanya dimaknai dalam sistem administratif dan kebudayaan. Kampung tidak lagi dipahami sebagai tempat berkumpulnya orang-orang kampungan yang udik, melainkan ruang bagi ide-ide inovatif dan basis produksi kerajinan kreatif. Jokowi lebih sering menyebut kampung untuk memberi tekanan pentingnya aspek kultural dan penghormatan atas hukum adat.
Dalam sejarahnya, dinamika kampung dalam setiap fase zaman menjadi penentu basis politik dan ekonomi. Pada masa kemerdekaan, UUD 1945 dan UU Pokok Agraria menjadi payung inisiasi untuk menempatkan desa sebagai bagian dari ketahanan pangan dan politik, namun terjadi penyimpangan dalam eksekusi kebijakan. Penyimpangan inilah yang menjadi akar dari sengkarut kepentingan atas desa, serta politisasi desa sebagai lumbung politik. Pada awal 1970-an, pemerintah Orde Baru melakukan konsolidasi politik dengan menguatkan represi keamanan hingga tingkat desa. Pembentukan organisasi militer berupa Bintara Pembina Desa (Babinsa) merupakan bagian dari strategi rezim Soeharto untuk menguatkan fondasi politik dan menjaga stabilitas keamanan. Desa dianggap sebagai akar dari subversi politik, sehingga perlu diamankan dengan menempatkan personel militer ke jantung politik desa. Dengan demikian, pemantauan terhadap perkembangan politik dan dinamika keamanan di tingkat desa dapat dilakukan secara terstruktur.
Pada tahun ini, lahir Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa. Undang-undang ini pada dasarnya menegaskan pengakuan negara terhadap keberadaan desa dan sistem hukum adat di kampung. Dari titik inilah UU ini secara signifikan memberi ruang perencanaan, penganggaran, dan evaluasi pembangunan. Kampung tidak lagi dimaknai sebagai lumbung ekonomi dan politik yang menguntungkan penguasa. Di tangan Jokowi, kampung diberi perhatian, kebijakan, dan bantuan yang memungkinkan lahirnya manusia-manusia cerdas yang mampu melahirkan komoditas kreatif. Bagaimana wajah kampung selanjutnya? Sejarah yang akan menulisnya. *
Berita terkait
Anak Bung Karno: Pemerintahan Jokowi-JK Jauh dari Trisakti
25 Juli 2016
Selain ketergantungan pada utang luar negeri, Rachmawati juga mengkritik impor barang-barang dari luar negeri.
Baca SelengkapnyaKalla Terbahak-bahak Dituding Biang Gaduh: Kasihan Masinton
22 Desember 2015
Jusuf Kalla tertawa terbahak-bahak saat dituduh oleh Masinton Pasaribu sebagai biang kegaduhan di pemerintahan.
Baca SelengkapnyaIstana Wapres: Masinton PDIP Justru Sumber Kegaduhan
21 Desember 2015
Tuduhan yang dilemparkan politikus PDIP, Masinton P, terhadap
Wakil Presiden M Jusuf Kalla justru membuat kegaduhan baru.
Kisah Menteri Susi, Datang ke Jokowi dengan Kepala Kosong
30 Oktober 2015
Susi Pudjiastuti mengaku datang dengan kepala kosong saat bergabung dalam kabinet Jokowi
Baca SelengkapnyaSetahun Jokowi, Pelayaran Rakyat Tagih Janji Tol Laut
27 Oktober 2015
Jokowi dinilai prioritaskan pelayaran niaga modern dan pelabuhan besar, bukan ke kapal kayu tradisional.
Langkah Berat Etape Satu Jokowi-JK
26 Oktober 2015
Tahun pertama Kabinet Kerja banyak terbebani ketidakpastian perekonomian global.
Baca SelengkapnyaWawancara Jokowi: Terungkap, Ini Pukulan Terberat Presiden
26 Oktober 2015
Kenapa Presiden Jokowi sepertinya membiarkan "perbedaan" antarmenteri secara terbuka?
Baca SelengkapnyaSurvei CSIS: Rakyat Ingin Kabinet Jokowi Dirombak
25 Oktober 2015
Di survei CSIS, publik memilih kursi menteri Jokowi diberikan kepada kalangan profesional.
Baca SelengkapnyaSurvei: Rizal Ramli Paling Memuaskan Publik, Ini Rapor Puan
25 Oktober 2015
Yang menarik dalam survei setahun Jokowi-JK itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli mendapat poin tertinggi dari masyarakat ketimbang Menteri Koordinator lainnya.
Baca SelengkapnyaSetahun Jokowi: Kepuasan Atas Kerja Jokowi Hanya 50,6 Persen
25 Oktober 2015
Kepuasan tertinggi publik terhadap kinerja pemerintah ada di bidang maritim.
Baca Selengkapnya