Kampung  

Penulis

Jumat, 26 September 2014 00:52 WIB

Munawir Aziz,
Alumnus Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Pemerintah pimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) pada era mendatang memberi ruang bagi kampung untuk melakukan akselerasi. Kampung tidak lagi dimaknai sebagai lumbung ekonomi dan politik, tapi memiliki hak untuk dianggap penting sebagai penopang pemerintahan. Di tangan Jokowi, kampung-kampung akan disulap menjadi ruang yang nyaman untuk melahirkan sumber daya manusia kreatif, dan basis produksi kerajinan, agraria, serta ekonomi kreatif.

Pada awal masa pemerintahannya, Jokowi berjanji untuk melakukan blusukan dan pembenahan atas 1.000 kampung nelayan. Ia menganggap kampung nelayan merupakan bagian dari revolusi kebijakan tentang maritim dan politik lokal, yang mendorong orang-orang di setiap desa untuk menciptakan inovasi-inovasi kreatif berbasis sumber daya di daerahnya. Jokowi berencana membangun kampung nelayan dengan sistem integratif: mendorong Bank Rakyat Indonesia (BRI) membuat kantor cabang dan Pertamina dengan stasiun pengisian bahan bakar solar. Kolaborasi pembiayaan APBN dan CSR perusahaan-perusahaan merupakan bagian dari langkah produktif untuk membangun kampung nelayan.

Penamaan kampung dan desa tidak hanya dimaknai dalam sistem administratif dan kebudayaan. Kampung tidak lagi dipahami sebagai tempat berkumpulnya orang-orang kampungan yang udik, melainkan ruang bagi ide-ide inovatif dan basis produksi kerajinan kreatif. Jokowi lebih sering menyebut kampung untuk memberi tekanan pentingnya aspek kultural dan penghormatan atas hukum adat.

Dalam sejarahnya, dinamika kampung dalam setiap fase zaman menjadi penentu basis politik dan ekonomi. Pada masa kemerdekaan, UUD 1945 dan UU Pokok Agraria menjadi payung inisiasi untuk menempatkan desa sebagai bagian dari ketahanan pangan dan politik, namun terjadi penyimpangan dalam eksekusi kebijakan. Penyimpangan inilah yang menjadi akar dari sengkarut kepentingan atas desa, serta politisasi desa sebagai lumbung politik. Pada awal 1970-an, pemerintah Orde Baru melakukan konsolidasi politik dengan menguatkan represi keamanan hingga tingkat desa. Pembentukan organisasi militer berupa Bintara Pembina Desa (Babinsa) merupakan bagian dari strategi rezim Soeharto untuk menguatkan fondasi politik dan menjaga stabilitas keamanan. Desa dianggap sebagai akar dari subversi politik, sehingga perlu diamankan dengan menempatkan personel militer ke jantung politik desa. Dengan demikian, pemantauan terhadap perkembangan politik dan dinamika keamanan di tingkat desa dapat dilakukan secara terstruktur.

Pada tahun ini, lahir Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa. Undang-undang ini pada dasarnya menegaskan pengakuan negara terhadap keberadaan desa dan sistem hukum adat di kampung. Dari titik inilah UU ini secara signifikan memberi ruang perencanaan, penganggaran, dan evaluasi pembangunan. Kampung tidak lagi dimaknai sebagai lumbung ekonomi dan politik yang menguntungkan penguasa. Di tangan Jokowi, kampung diberi perhatian, kebijakan, dan bantuan yang memungkinkan lahirnya manusia-manusia cerdas yang mampu melahirkan komoditas kreatif. Bagaimana wajah kampung selanjutnya? Sejarah yang akan menulisnya. *

Berita terkait

Anak Bung Karno: Pemerintahan Jokowi-JK Jauh dari Trisakti

25 Juli 2016

Anak Bung Karno: Pemerintahan Jokowi-JK Jauh dari Trisakti

Selain ketergantungan pada utang luar negeri, Rachmawati juga mengkritik impor barang-barang dari luar negeri.

Baca Selengkapnya

Kalla Terbahak-bahak Dituding Biang Gaduh: Kasihan Masinton

22 Desember 2015

Kalla Terbahak-bahak Dituding Biang Gaduh: Kasihan Masinton

Jusuf Kalla tertawa terbahak-bahak saat dituduh oleh Masinton Pasaribu sebagai biang kegaduhan di pemerintahan.

Baca Selengkapnya

Istana Wapres: Masinton PDIP Justru Sumber Kegaduhan  

21 Desember 2015

Istana Wapres: Masinton PDIP Justru Sumber Kegaduhan  

Tuduhan yang dilemparkan politikus PDIP, Masinton P, terhadap

Wakil Presiden M Jusuf Kalla justru membuat kegaduhan baru.

Baca Selengkapnya

Kisah Menteri Susi, Datang ke Jokowi dengan Kepala Kosong

30 Oktober 2015

Kisah Menteri Susi, Datang ke Jokowi dengan Kepala Kosong

Susi Pudjiastuti mengaku datang dengan kepala kosong saat bergabung dalam kabinet Jokowi

Baca Selengkapnya

Setahun Jokowi, Pelayaran Rakyat Tagih Janji Tol Laut  

27 Oktober 2015

Setahun Jokowi, Pelayaran Rakyat Tagih Janji Tol Laut  

Jokowi dinilai prioritaskan pelayaran niaga modern dan pelabuhan besar, bukan ke kapal kayu tradisional.

Baca Selengkapnya

Langkah Berat Etape Satu Jokowi-JK

26 Oktober 2015

Langkah Berat Etape Satu Jokowi-JK

Tahun pertama Kabinet Kerja banyak terbebani ketidakpastian perekonomian global.

Baca Selengkapnya

Wawancara Jokowi: Terungkap, Ini Pukulan Terberat Presiden  

26 Oktober 2015

Wawancara Jokowi: Terungkap, Ini Pukulan Terberat Presiden  

Kenapa Presiden Jokowi sepertinya membiarkan "perbedaan" antarmenteri secara terbuka?

Baca Selengkapnya

Survei CSIS: Rakyat Ingin Kabinet Jokowi Dirombak

25 Oktober 2015

Survei CSIS: Rakyat Ingin Kabinet Jokowi Dirombak

Di survei CSIS, publik memilih kursi menteri Jokowi diberikan kepada kalangan profesional.

Baca Selengkapnya

Survei: Rizal Ramli Paling Memuaskan Publik, Ini Rapor Puan

25 Oktober 2015

Survei: Rizal Ramli Paling Memuaskan Publik, Ini Rapor Puan

Yang menarik dalam survei setahun Jokowi-JK itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli mendapat poin tertinggi dari masyarakat ketimbang Menteri Koordinator lainnya.

Baca Selengkapnya

Setahun Jokowi: Kepuasan Atas Kerja Jokowi Hanya 50,6 Persen

25 Oktober 2015

Setahun Jokowi: Kepuasan Atas Kerja Jokowi Hanya 50,6 Persen

Kepuasan tertinggi publik terhadap kinerja pemerintah ada di bidang maritim.

Baca Selengkapnya