Pemilu Serentak

Penulis

Jumat, 24 Januari 2014 23:33 WIB

Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan agar pemilihan presiden dan pemilu legislatif dilakukan serentak. Tentu bisa dipersoalkan kenapa Mahkamah baru sekarang membacakan putusan yang sudah ditetapkan tahun lalu itu. Tapi Mahkamah sekurang-kurangnya telah membuka peluang bagi pemilihan umum dan praktek demokrasi yang lebih sehat.

Keadaan yang lebih baik itu memang tak serta-merta berlaku. Dewan Perwakilan Rakyat pasti harus membuat undang-undang baru untuk pemilu serentak pertama pada 2019. Aturan pelaksanaannya pun harus dibuat. Tak soal jika, untuk itu, kemauan partai-partai politik kuat. Masalahnya, di sinilah justru ada keraguan.

Bagaimana kemauan itu tak segegap-gempita sambutan atas putusan Mahkamah sesungguhnya sudah terlihat melalui Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Beberapa pasal undang-undang ini, yang dimintakan uji materi oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Serentak, kemudian sebagian dibatalkan Mahkamah. Pasal-pasal itu, terutama yang belum dibatalkan, yang mengatur perolehan kursi minimal sebagai syarat mengajukan calon presiden dan wakil presiden, mencerminkan ego partai-partai besar.

Hasrat partai untuk melayani kepentingan diri sendiri itu teramat besar. Partai bahkan tak merasa risau jika harus melahirkan undang-undang yang pasal-pasalnya tak sejalan atau bertabrakan dengan konstitusi.

Dalam hal ketentuan tentang pemilihan presiden dan wakil presiden, jika partai setia merujuk pada pembahasan peraturan-peraturannya dalam sidang amendemen konstitusi, keinginan untuk melahirkan aturan-aturan yang cacat itu semestinya tak perlu ada. Pasal 22E ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 malah telah gamblang menegaskan bahwa pemilihan umum diadakan sekali dalam lima tahun, tanpa menyinggung pemilihan terpisah. Pasal inilah, antara lain, yang oleh pemohon uji materi diperhadapkan dengan pasal-pasal yang dianggap bermasalah dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008.

Advertising
Advertising

Munculnya keraguan terhadap kemauan partai itu sebenarnya bisa dihindari jika Mahkamah cukup menentukan apakah undang-undang yang berlaku sesuai dengan konstitusi atau sebaliknya. Dalam putusannya, Mahkamah memang hati-hati: dengan mengabulkan permohonan uji materi dan baru memberlakukannya mulai tahun depan, kekacauan penyelenggaraan pemilu tahun ini bisa dihindari. Tapi, menentukan kapan undang-undang dinyatakan inkonstitusional sebenarnya bisa berarti Mahkamah telah sekaligus membuat peraturan.

Tindakan membuat peraturan seperti itu memang bukan sesuatu yang diharapkan dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. Masalah apakah pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan terpisah atau serentak dengan pemilihan legislatif juga sama sekali tak bersifat genting. Maka, putusan terhadap permohonan Koalisi boleh dibilang melampaui porsinya.

Jika hal-hal itu terabaikan, baik oleh para pemohon uji materi maupun oleh publik secara luas, pasti karena apa yang seketika terlihat di cakrawala lebih mengundang antusiasme: bahwa di negeri ini bakal berlangsung pemilihan umum serentak.

Berita terkait

Lewat Dubes Jepang, Menpora Ikut Lobi Klub Justin Hubner Agar Bisa Dilepas ke Timnas U-23 Indonesia

39 detik lalu

Lewat Dubes Jepang, Menpora Ikut Lobi Klub Justin Hubner Agar Bisa Dilepas ke Timnas U-23 Indonesia

Menpora Dito Aritedjo menyampaikan permintaan agar Cerezo Osaka melepas Justin Hubner ke Timnas U-23 Indonesia untuk laga lawan Guinea.

Baca Selengkapnya

Inilah 8 Penyebab Pikun Datang Lebih Cepat

3 menit lalu

Inilah 8 Penyebab Pikun Datang Lebih Cepat

Pikun diartikan sebagai penurunan fungsi bagian luar jaringan otak atau cortex yang menyebabkan penurunan intelektual.

Baca Selengkapnya

Bertemu di Malaysia, Jusuf Kalla Minta Hamas Bersatu dengan Fatah

4 menit lalu

Bertemu di Malaysia, Jusuf Kalla Minta Hamas Bersatu dengan Fatah

Ketua PMI Jusuf Kalla meminta Hamas untuk bersatu dengan Fatah ketika bertemu perwakilan kelompok tersebut di Kuala Lumpur.

Baca Selengkapnya

Bahaya Tawon Vespa yang Telah Melukai 6 Santri di Tasikmalaya, Hewan Apa Itu?

4 menit lalu

Bahaya Tawon Vespa yang Telah Melukai 6 Santri di Tasikmalaya, Hewan Apa Itu?

Tawon vespa atau Vespa affinis, jenis serangga berbahaya yang bisa menyerang manusia dan hewan. Seberapa berbahaya sengatannya?

Baca Selengkapnya

Wali Kota Cilegon Siap Tunjukkan Pengelolaan Co-Firing TPSA Bagendung

7 menit lalu

Wali Kota Cilegon Siap Tunjukkan Pengelolaan Co-Firing TPSA Bagendung

Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon siap tunjukan proses pengelolaan sampah menjadi Bahan Bakar Jumputan Padat (BBJP) di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA) Bagendung.

Baca Selengkapnya

Sebab Anak Perempuan Lebih Rentan Terserang Lupus

12 menit lalu

Sebab Anak Perempuan Lebih Rentan Terserang Lupus

Dokter anak menyebut anak perempuan lebih berisiko terkena lupus dibanding laki-laki dengan perbandingan 9:1. Ini sebabnya.

Baca Selengkapnya

Sejarah Indonesia di Uber Cup dan Prestasi Pebulutangkis Putri

18 menit lalu

Sejarah Indonesia di Uber Cup dan Prestasi Pebulutangkis Putri

Indonesia berhasil mengukir sejarah meraih Piala Uber Cup pada 1975, 1994, dan 1996. Bagaimana prestasi pemin bulu tangkis putri

Baca Selengkapnya

Gaga Muhammad Bebas Bersyarat, Ini Syarat yang Harus Dipenuhi Napi untuk Mendapatkannya

18 menit lalu

Gaga Muhammad Bebas Bersyarat, Ini Syarat yang Harus Dipenuhi Napi untuk Mendapatkannya

Setelah menjalani hukuman sekitar 2 tahun, Gaga Muhammad telah bebas bersyarat. Namun, ia harus memenuhi beberapa syarat yang akan disebutkan dalam artikel ini.

Baca Selengkapnya

12 Senator AS Ancam Sanksi Pejabat ICC dan Anggota Keluarga Jika Perintahkan Tangkap Netanyahu

19 menit lalu

12 Senator AS Ancam Sanksi Pejabat ICC dan Anggota Keluarga Jika Perintahkan Tangkap Netanyahu

12 senator AS mengancam akan menjatuhkan sanksi terhadap ICC jika menerbitkan perintah penangkapan terhadap perdana menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Baca Selengkapnya

Terkini: Viral Cokelat Rp 1 Juta Kena Pajak Rp 9 Juta Ini Tanggapan Bea Cukai, Kata Jokowi soal Pabrik Sepatu Bata yang Tutup

28 menit lalu

Terkini: Viral Cokelat Rp 1 Juta Kena Pajak Rp 9 Juta Ini Tanggapan Bea Cukai, Kata Jokowi soal Pabrik Sepatu Bata yang Tutup

Bea Cukai menanggapi unggahan video Tiktok yang mengaku mengirim cokelat dari luar negeri senilai Rp 1 juta dan dikenakan bea masuk Rp 9 juta.

Baca Selengkapnya