Joko Riyanto,
Alumnus Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan dua peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). Pertama, Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Perppu ini mencabut UU Nomor 22/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang mengatur bahwa kepala daerah dipilih oleh DPRD. Kedua, Perppu Nomor 2/2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah. Perppu kedua ini menghapus tugas dan wewenang DPRD memilih kepala daerah.
Perppu adalah hak konstitusional presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (1) UUD 1945, "Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang." Dalam ayat (2) dinyatakan bahwa perppu itu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan berikut. Kemudian Mahkamah Konstitusi memperjelas frasa "kegentingan yang memaksa" bagi presiden untuk menerbitkan perppu.
Ada beberapa titik lemah Perppu Pilkada. Pertama, kegentingan yang memaksa sebagai syarat diterbitkannya Perppu Pilkada tidak jelas. Saat ini tidak ada ihwal yang menjadikan kegentingan yang memaksa (bencana, konflik, atau instabilitas politik). Justru, perppu itu keluar dari "kegentingan memaksa" SBY karena desakan dan kecaman dari rakyat atas aksi walk-out Partai Demokrat dalam Sidang Paripurna DPR, sehingga pilkada oleh DPRD menang. Bahkan Perppu Pilkada dapat dinilai sebagai cuci tangan Presiden SBY atas persoalan yang menimpa dirinya. Dengan Perppu Pilkada, SBY seolah ingin memberikan beban kepada pemerintah Jokowi dan tak ingin disalahkan sendiri jika Perppu Pilkada ditolak DPR.
Kedua, sepuluh syarat perbaikan yang dimasukkan ke dalam Perppu? Pilkada belum tentu menghilangkan dampak negatif pilkada langsung. Belum ada kajian dan penelitian mendalam atas sepuluh syarat itu untuk pilkada yang demokratis. Perppu Pilkada terkesan hanya mengakomodasi kepentingan politik SBY dan Demokrat dengan kedok sepuluh syarat perbaikan. Alasan menolak pilkada oleh DPRD tak demokratis juga keliru. Sebab, berdasarkan Putusan MK Nomor 97/PUU-XI/2013, MK menganggap bahwa pilkada melalui DPRD adalah demokratis. Jadi tidak ada kekosongan hukum.
Ketiga, dari sisi pembentukan legislasi, Perppu Pilkada tidak lazim. Sebab, Perppu Pilkada dikeluarkan hanya hitungan jam setelah pengesahan RUU Pilkada. SBY bisa dianggap melecehkan DPR dan konstitusi. Pasal 20 ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa setiap RUU dibahas oleh DPR dan presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Bagaimana bisa, setelah menandatangani RUU Pilkada, SBY lalu menerbitkan perppu. Norma yang terkandung dalam konstitusi tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi dan golongan.
Melihat beberapa kelemahan Perppu Pilkada, tampak SBY sedang "berjudi" dengan DPR. Dengan komposisi DPR baru, koalisi Prabowo akan memiliki 291 kursi. Sedangkan Koalisi Indonesia Hebat hanya punya 269 kursi. Kalau dilakukan mekanisme voting, secara hitungan, koalisi Prabowo akan menang dengan menolak Perppu Pilkada. Kita hanya berharap DPR mampu melihat kepentingan yang lebih besar ketimbang politik balas dendam.
Berita terkait
Dana Pengawasan Pilkada 2015 di 27 Daerah Masih Bermasalah
22 Agustus 2016
Bawaslu telah meminta Mendagri Tjahjo Kumolo untuk memfasilitasi penyelesaian permasalahan dana hibah pengawasan pilkada 2015.
Baca SelengkapnyaKPU Susun Opsi Verifikasi Dukungan Calon Perseorangan
12 Juli 2016
Hadar bakal meminta bantuan Direktorat Pendudukan dan Catatan Sipil memastikan keberadaan pendukung calon perseorangan.
Baca SelengkapnyaKajian KPK: Ada Calon yang Hartanya Minus Maju di Pilkada
29 Juni 2016
KPK melakukan penelitian dengan mewawancarai 286 calon yang kalah pada pilkada. Ini temuannya.
Baca SelengkapnyaPemungutan Suara Ulang Pilkada Kabupaten Muna Diwarnai Keributan
19 Juni 2016
Polisi mengevakuasi anggota KPUD Muna keluar dari TPS sambil melepaskan tiga tembakan ke udara.
Baca SelengkapnyaHari Ini Pemungutan Suara Ulang Pilkada Kabupaten Muna
19 Juni 2016
Ini merupakan pemungutan suara ulang yang kedua kali akibat saling gugat dua pasangan calon kepala daerah.
Baca SelengkapnyaRevisi UU Pilkada, Bawaslu Kini Bisa Periksa Politik Uang
6 Juni 2016
Bawaslu kini bisa memeriksa kasus politik uang dalam pilkada.
Baca SelengkapnyaSyarat Calon Perorangan Dipersulit, Ini Kata Pendukung Garin
6 Juni 2016
Pendukung Garin menilai seharusnya DPR sebagai wakil rakyat membuat aturan yang lebih bermutu.
Baca SelengkapnyaDisahkannya UU Pilkada Dinilai Memicu Potensi Konflik
5 Juni 2016
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menilai, ada persoalan yang akan terjadi seusai DPR mengesahkan UU Pilkada.
Baca SelengkapnyaUndang-Undang Pilkada Akhirnya Disahkan, Ini Reaksi PKS
2 Juni 2016
PKS sebelumnya menilai anggota DPR yang maju ke pilkada tak perlu mundur dari keanggotaan di Dewan, melainkan hanya perlu cuti.
Baca SelengkapnyaDPR Sahkan Undang-Undang Pilkada
2 Juni 2016
DPR akhirnya mengesahkan undang-undang tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota dalam sidang paripurna hari ini.
Baca Selengkapnya