Upaya melumpuhkan Komisi Pemberantasan Korupsi belum berhenti. Kali ini pemerintah, bersama politikus Senayan, berusaha memereteli wewenang KPK lewat Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Pelumpuhan secara terselubung ini harus ditolak karena akan mengendurkan perang melawan korupsi.
Rancangan yang kini dibahas oleh Komisi Hukum DPR itu sudah berkali-kali direvisi, tapi hasilnya tetap mengecewakan. Tak ada pembaruan hukum. Kalaupun ada perubahan proses hukum, hal itu dilakukan secara serampangan. Akibatnya, muncul kesan bahwa rancangan ini lebih bertujuan mengurangi wewenang sebagian lembaga penegak hukum, terutama KPK.
Sikap politikus Senayan yang ngotot membahas rancangan itu amat mencurigakan. Dengan mudah, orang akan melihat adanya konflik kepentingan. Banyak anggota DPR yang sudah ditangkap KPK. Tak sedikit pula politikus yang sering disebut terlibat dalam suatu kasus korupsi, tapi belum terjerat hukum, ikut membahas Rancangan KUHAP.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia harus bertanggung jawab atas rancangan yang aneh itu. Setelah sekitar 15 tahun kita gencar memerangi korupsi, pemerintah seharusnya tidak melakukan langkah mundur. Banyaknya pejabat dan politikus yang masuk penjara karena korupsi bukanlah salah KPK, melainkan kesalahan kalangan partai politik dan pemerintah yang tidak segera membersihkan diri.
Upaya memereteli wewenang KPK itu sungguh kentara. Lenyapnya tahap penyelidikan dalam Rancangan KUHAP, misalnya, jelas akan menyulitkan pembongkaran korupsi. Selama ini banyak skandal korupsi yang terkuak setelah KPK melakukan penyelidikan, penyadapan, dan kemudian operasi tangkap tangan. Dengan cara ini, para koruptor tidak bisa berkutik karena bukti-buktinya amat kuat.
Soal penyadapan memang masih diatur dalam rancangan KUHAP itu, tapi prosedurnya menjadi bertele-tele. Penegak hukum, termasuk KPK, harus mendapat persetujuan dari hakim pemeriksa pendahuluan-fungsi baru yang diperkenalkan dalam rancangan KUHAP. Itu pun hanya bisa dilakukan oleh penyidik. Artinya, kasus yang bisa disadap mesti sudah sampai pada tahap penyidikan.
Hakim pemeriksa pendahuluan memiliki wewenang yang amat besar. Tak hanya memberikan izin penyadapan, mereka juga berperan dalam urusan penahanan, penyitaan, dan penggeledahan. Hakim pemeriksa pendahuluan juga berhak menghentikan penuntutan dengan berbagai alasan. Putusan mereka bersifat final sehingga tak bisa dilakukan upaya banding dan kasasi. Aturan ini memungkinkan perkara korupsi yang ditangani KPK digugurkan seenaknya.
Komisi Hukum DPR seharusnya menghentikan pembahasan RUU KUHAP itu. Menteri Hukum sebaiknya segera menarik rancangan yang sangat anti-KPK ini. Jika tidak, dengan mudah publik akan menuding ada persekongkolan antara politikus Senayan dan pemerintah untuk melumpuhkan KPK.