Kuat

Penulis

Senin, 12 November 2001 00:00 WIB

PADA tanggal 7 Februari 1965, di tengah kecamuk perang Vietnam, seorang pembantu Presiden Johnson menulis sepucuk memo, "Apa yang mungkin akan terjadi di Vietnam muram. Tenaga dan kegigihan Vietkong menakjubkan. Mereka dapat muncul di mana-manadan hampir di saat yang bersamaan. Mereka menanggungkan korban dalam jumlah besar dan mereka kembali lagi dalam jumlah lebih besar." Beberapa tahun kemudian, sekitar menjelang Maret 1968, Presiden Johnson akhirnya mengakui bahwa perang yang berkepanjangan itu tak dapat dilanjutkan. Ia menawari pemerintah Vietnam di Hanoi untuk berunding. Pertemuan di Paris dimulai Mei 1968meskipun perang dan pengeboman masih tetap terus, juga oleh panggantinya, Nixon, sampai akhirnya batas tercapai: April 1975 pasukan komunis menduduki Saigon. Negara-negara besar tak pernah seperti yang dibayangkan: ada berbaris-baris peluru kendali nuklir yang bisa menghancurkan bumi, tapi akhirnya tak berguna, juga dalam sebuah konflik. Ada teknologi yang piawai, dana peperangan yang hampir tanpa batas, tapi akhirnya tak efektif di depan orang-orang kurus yang, dengan tenaga dan kegigihan, muncul dari mana-mana, dan selalu kembali setelah kena gempur. Negara-negara besar, juga Amerika, tak selamanya bisa mengubah dunia menurut wajah yang mereka kehendaki. H.W. Brands menulis The Wages of Globalism, terbit enam tahun yang lalu, untuk menunjukkan hal yang sering diabaikan itu. Bahkan sebelum Johnson menyadari kegagalan di Vietnam, presiden yang sebenarnya tak tertarik dengan politik internasional itu sudah menyadari kemustahilan Amerika untuk sanggup mengatur orang lain kapan saja dan di mana saja. "Amerika Serikat harus menyesuaikan diri dengan waktu yang berubah dan keadaan yang berubah," tulis Brands. Siapa yang membaca surat kabar dengan setengah rajin akan mengatakan hal yang sama, tapi tentu masih ada orang Amerika yang percaya bahwa sebuah negara superkuat akan mampu membuat alam semesta merunduk, dan masih ada orang anti-Amerika yang "membuktikan" bahwa CIA-lah yang mengakibatkan seorang raja di Pasifik sakit gigi. Orang-orang yang menghancurkan World Trade Center dan mencoba menghancurkan Pentagon pada pagi hari 11 September 2001 itu barangkali juga menduga bahwa jika Amerika Serikat berubah, dunia pun akan berubah. Tapi lihat: seperti halnya bom Amerika tak membuat Vietnam menyerah dan Taliban takluk, juga serangan ke arah gedung-gedung di Amerika pagi itu tak akan membuat Amerika berpaling ke jalan yang benar, apalagi hancur. Tentu saja ada yang berubah di dunia. Tapi bisakah kita dengan yakin memutuskan, seperti menurut narsisisme Amerika yang paling baru, bahwa setelah 11 September, bumi dan kehidupan tak seperti dulu lagi? "Sebuah tafsiran yang menyesatkan tentang sebuah peristiwa yang mengerikan," seperti dikatakan Stanley Hoffman dalam sebuah esai yang ditulis dengan pikiran terang dalam The New York Review of Books awal November ini. Sebab apa yang terjadi sekarang adalah bahwa "negara-bangsa" tak lagi memainkan rol penting dalam hiruk-pikuk internasional (sesuatu yang sebenarnya sudah lama terjadi, dalam Perang Dingin)dan "perang" melawan terorisme sekarang ini tak lain adalah sebuah perang melawan sebuah NGO, Al-Qaidah, yang tak bertanah air, tak bertapal batas. Dalam kata-kata Stanley Hoffman, kini: "tak ada lagi yang sepenuhnya domestik dan yang sepenuhnya internasional." Teror, modal, teknologi, manusia, informasi. Tak berarti bahwa sebuah "dusun global" terbentuk. Kata "dusun" menyiratkan adanya perasaan saling dekat, saling kenal, dengan sebuah ruang yang ajek. Tapi kita tahu dunia hari ini tak seperti itu. CNN ditonton manusia di seluruh muka bumi, tapi arus informasi yang berjuta-juta setiap menit, melintas dari satu tempat ke tempat lain, menyebabkan rentang perhatian jadi kian pendek. Hari ini saya tahu di mana Kabul dan di mana Financial District, tapi esok hari informasi itu tak akan berguna, dan kita menyimpannya entah di mana. Yang tersisa hanya imajiimaji tentang "teroris", "kapitalisme", "Islam", "Barat", "Bush", "Usamah". Milan Kundera benar bahwa sekarang yang menentukan adalah "imagologi", dan mungkin itulah cerita sebenarnya dari kekerasan-kekerasan yang terjadi: dua menara di World Trade Center itu dihancurkan (sebagai bagian dari imaji "kekuasaan" dan "keangkuhan" Amerika), dan pesawat terbang, kapal induk, dan pasukan khusus dikirim ke Afganistan (sebagai anasir pokok imaji tentang perang pembalasan yang dahsyat). Imaji mengalahkan realitas, juga mempermainkan teknologidan menentukan kemenangan dan kekalahan. Sebab, seperti tampak di Vietnam, peluru kendali nuklir yang bisa menghancurkan bumi akhirnya tak berguna. Dana peperangan yang hampir tanpa batas akhirnya tak efektif. Siapa yang kalah? Bukan Amerika, bukan Vietnam. Siapa yang menang? Bukan Amerika, bukan Vietnam. Kecuali jika imaji menentukan lain. Goenawan Mohamad

Berita terkait

Solo Great Sale 2024 Diharap Menjadi Sarana UMKM Memasarkan Produk

4 menit lalu

Solo Great Sale 2024 Diharap Menjadi Sarana UMKM Memasarkan Produk

Solo Great Sale 2024 (SGS 2024) diharapkan menjadi sarana para pelaku UMKM memasarkan produknya.

Baca Selengkapnya

Sule: Mahalini akan Pindah Agama dan Menikah dengan Rizky Febian secara Islam

7 menit lalu

Sule: Mahalini akan Pindah Agama dan Menikah dengan Rizky Febian secara Islam

Sule menjelaskan bahwa Mahalini akan menjadi mualaf sebelum menikah dengan Rizky Febian secara Islam di Jakarta.

Baca Selengkapnya

Hasil Liga Inggris: Chelsea Kalahkan West Ham United 5-0, Nicolas Jackson Bikin Brace

8 menit lalu

Hasil Liga Inggris: Chelsea Kalahkan West Ham United 5-0, Nicolas Jackson Bikin Brace

Chelsea berpesta gol di gawang West Ham United dan mengalahkan lawannya itu dengan skor 5-0 dalam pertandingan Liga Inggris.

Baca Selengkapnya

Kado Hari Pendidikan Nasional: UKT Naik di Berbagai Kampus Negeri

16 menit lalu

Kado Hari Pendidikan Nasional: UKT Naik di Berbagai Kampus Negeri

UKT naik di berbagai kampus, buah dari penerapan Keputusan Mendikbudristek

Baca Selengkapnya

Gerakan Mahasiswa Pro-Palestina Meluas ke Australia dan Prancis

17 menit lalu

Gerakan Mahasiswa Pro-Palestina Meluas ke Australia dan Prancis

Gejolak demo mahasiswa Pro-Palestina merembet ke Australia dan Prancis, apa yang terjadi?

Baca Selengkapnya

Tiga Karyawan Tambang Nikel di Halmahera Selatan Dipecat usai Aksi Hari Buruh

25 menit lalu

Tiga Karyawan Tambang Nikel di Halmahera Selatan Dipecat usai Aksi Hari Buruh

Tiga karyawan PT Wanatiara Persada, perusahaan tambang nikel di Halmahera Selatan dipecat usai melakukan aksi Hari Buruh.

Baca Selengkapnya

Mengenal Tradisi Merti Desa Mbah Bregas di Sleman, Keteledanan dari Sosok Pengikut Sunan Kalijaga

36 menit lalu

Mengenal Tradisi Merti Desa Mbah Bregas di Sleman, Keteledanan dari Sosok Pengikut Sunan Kalijaga

Pelaksanaan upacara adat Merti Desa Mbah Bregas di Sleman hanya dilangsungkan satu tahun sekali, tepatnya Jumat kliwon pada Mei.

Baca Selengkapnya

Delay 5 Jam, Penumpang Lion Air SUB-BDJ Desak Kompensasi Rp 300 Ribu

37 menit lalu

Delay 5 Jam, Penumpang Lion Air SUB-BDJ Desak Kompensasi Rp 300 Ribu

Pesawat Lion Air JT 316 rute Surabaya-Banjarmasin delay selama lima jam karena menunggu kedatangan pesawat Lion Air dari Batam.

Baca Selengkapnya

Menpora Dito Ariotedjo Ingin Beri Bonus Tim Bulu Tangkis Indonesia yang Lolos ke Final Piala Thomas dan Piala Uber 2024

37 menit lalu

Menpora Dito Ariotedjo Ingin Beri Bonus Tim Bulu Tangkis Indonesia yang Lolos ke Final Piala Thomas dan Piala Uber 2024

Menpora Dito Ariotedjo menilai perjuangan wakil Indonesia di Piala Thomas dan Piala Uber 2024 patut diapresiasi.

Baca Selengkapnya

Riset Ungkap 10 Penyebab Bersin Paling Umum, dari Dupa sampai Bunga

40 menit lalu

Riset Ungkap 10 Penyebab Bersin Paling Umum, dari Dupa sampai Bunga

Berikut 10 penyebab bersin terbanyak hasil riset pada 2.000 orang, bukan hanya karena alergi atau sedang flu.

Baca Selengkapnya