Gandhi dan Kita

Penulis

Sabtu, 11 Oktober 2014 00:33 WIB

Anton Kurnia,
Penulis

Mohandas Karamchand Gandhi lahir pada 2 Oktober 1869 dan wafat akibat dibunuh seorang Hindu radikal pada 30 Januari 1948. Bulan ini kita memperingati ulang tahunnya yang ke-145. Layaknya Bung Karno (1901-1970) bagi kita, Mahatma Gandhi-demikian dia lebih dikenal-adalah pemimpin karismatis gerakan kemerdekaan India dalam melawan kaum kolonialis.

Kata Sanskerta "Mahatma" yang disematkan di depan namanya merupakan penghormatan bermakna "jiwa yang agung". Dia kerap pula dipanggil "Bapu" yang berarti "Bapak" dalam bahasa Hindi. Orang India secara luas memang menganggap Gandhi sebagai Bapak Bangsa yang berjiwa besar dan bijaksana. Dia menjadi simbol pemersatu dan ikon pluralisme. Kita tahu, India, seperti kita, terdiri atas berbagai etnis, bahasa, dan agama. Gandhi yang Hindu membaur tanpa pilih kasih di antara saudara sebangsanya yang muslim atau Sikh, walau akhirnya tewas di ujung peluru kaum seagamanya.

Hingga kini, hari kelahirannya, 2 Oktober, diperingati sebagai Gandhi Jayanti, hari libur nasional yang dirayakan bersama di India. Bahkan, pada 2007, Sidang Umum PBB menetapkannya sebagai International Day of Nonviolence atau Hari Anti-Kekerasan Sedunia. Itu bukan tanpa alasan. Gandhi dikenal konsisten melawan ketidakadilan dengan menggunakan prinsip anti-kekerasan. Sosoknya menjadi inspirasi gerakan hak-hak sipil dan kebebasan di seluruh dunia.

Salah satu ajaran Gandhi yang terkenal adalah penolakan terhadap tujuh dosa sosial, yakni kekayaan tanpa kerja, kenikmatan tanpa nurani, ilmu tanpa kemanusiaan, pengetahuan tanpa karakter, politik tanpa prinsip, bisnis tanpa moralitas, dan ibadah tanpa pengorbanan.

Bila kita kaitkan dengan situasi sosial-politik nasional kita saat ini, ajaran-ajaran Gandhi itu sangat relevan untuk direnungkan dan dimaknai bersama, terutama jika dikaitkan dengan isu keragaman dan kebajikan sosial. Gandhi berupaya menciptakan satu India yang menghargai perbedaan dan keberagaman. Nasionalisme Gandhi berdiri di atas prinsip kemanusiaan. "My nationalism is humanity," kata Gandhi, seperti pernah dikutip Bung Karno dalam pidatonya.

Selaras dengan ajaran Gandhi, Bung Karno pun punya semangat yang sama untuk membangun sebuah negara-bangsa yang tak diikat oleh sentimen suku atau agama. Bung Karno pernah menulis esai di Suluh Indonesia Muda (1926), yang menyerang pandangan sempit yang memecah-belah persatuan karena perbedaan agama, ras, atau etnis. Dia mengingatkan orang betapa bahayanya jika sentimen agama dan ras dibiarkan berkembang menjadi-jadi sehingga merusak persatuan bangsa.

Aksi anarkistis penolakan segelintir orang yang menamakan diri Front Pembela Islam (FPI) terhadap Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta, menggantikan Joko Widodo yang mundur karena terpilih menjadi Presiden RI, adalah contoh pandangan sempit yang tak mau menghargai keberagaman. Penolakan FPI itu didasarkan pada sentimen agama dan ras, karena Ahok seorang Tionghoa dan beragama Kristen.

Seperti ajaran Gandhi, ada baiknya kita kembali merenungi bahwa apa pun agama, suku, dan warna kulit kita, sesungguhnya kita satu dalam semesta kemanusiaan. Perbedaan bukan alasan untuk melakukan kekerasan. Manusia diciptakan berbeda-beda untuk saling melengkapi, bukan untuk saling memusuhi.

Berita terkait

Sejarah Panjang Kebaya dan Perlunya Jadi Identitas Budaya Indonesia

3 jam lalu

Sejarah Panjang Kebaya dan Perlunya Jadi Identitas Budaya Indonesia

Pakar mengatakan kebaya bisa menjadi identitas budaya Indonesia berbasis kelokalan dengan sejarah panjang busana di Nusantara.

Baca Selengkapnya

Mahasiswa STIP Jakarta Meninggal Dianiaya Senior, Mengapa Budaya Kekerasan di Kampus Terus Terulang?

13 jam lalu

Mahasiswa STIP Jakarta Meninggal Dianiaya Senior, Mengapa Budaya Kekerasan di Kampus Terus Terulang?

Seorang mahasiswa STIP Jakarta meninggal setelah dianiaya oleh seniornya. Lalu, mengapa budaya kekerasan itu terus terulang?

Baca Selengkapnya

Cara Perpustakaan Pikat Pembaca Muda

2 hari lalu

Cara Perpustakaan Pikat Pembaca Muda

Sejumlah perpustakaan asing milik kedutaan besar negara sahabat di Jakarta berbenah untuk menarik lebih banyak anak muda, khususnya generasi Z.

Baca Selengkapnya

Bamsoet Dukung Rencana Touring Kebudayaan

14 hari lalu

Bamsoet Dukung Rencana Touring Kebudayaan

Bamsoet mendukung rencana touring kebudayaan bertajuk "Borobudur to Berlin. Global Cultural Journey: Spreading Tolerance and Peace".

Baca Selengkapnya

Ingin Jadi Pusat Seni dan Budaya, Hong Kong Dirikan Museum Sastra

18 hari lalu

Ingin Jadi Pusat Seni dan Budaya, Hong Kong Dirikan Museum Sastra

Museum Sasta Hong Kong akan dibuka pada Juni

Baca Selengkapnya

Indonesia dan Jerman Sepakat Tingkatkan Kerja Sama Budaya

53 hari lalu

Indonesia dan Jerman Sepakat Tingkatkan Kerja Sama Budaya

Indonesia dan Jerman menandatangani Pernyataan Kehendak Bersama untuk meningkatkan dan mempromosikan hubungan budaya kedua negara.

Baca Selengkapnya

3 Tradisi Unik Jelang Ramadan di Semarang dan Yogyakarta

8 Maret 2024

3 Tradisi Unik Jelang Ramadan di Semarang dan Yogyakarta

Menjelang Ramadan, masyarakat di sejumlah daerah kerap melakukan berbagai tradisi unik.

Baca Selengkapnya

Terkini: Anies dan Ganjar Kompak Sindir Politisasi Bansos di Depan Prabowo, Ide BUMN Jadi Koperasi Pengamat Sebut Pernyataannya Dipelintir

5 Februari 2024

Terkini: Anies dan Ganjar Kompak Sindir Politisasi Bansos di Depan Prabowo, Ide BUMN Jadi Koperasi Pengamat Sebut Pernyataannya Dipelintir

Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan kompak menyindir politisasi bantuan sosial atau Bansos di depan Prabowo Subianto dalam debat Capres terakhir.

Baca Selengkapnya

Prabowo Janjikan Dana Abadi Budaya, RI Sudah Punya Anggaran Rp 2 Triliun di APBN

5 Februari 2024

Prabowo Janjikan Dana Abadi Budaya, RI Sudah Punya Anggaran Rp 2 Triliun di APBN

Segini besar anggaran dana abadi budaya yang sudah dikantongi Kementerian Keuangan sebelumnya.

Baca Selengkapnya

Debat Capres Usung Tema Kebudayaan, Apa Harapan Budayawan, Pekerja Seni, dan Sastrawan?

2 Februari 2024

Debat Capres Usung Tema Kebudayaan, Apa Harapan Budayawan, Pekerja Seni, dan Sastrawan?

Debat capres terakhir, 4 Februari 2024 salah satunya mengusung tema kebudayaan. Begini harapan budayawan, pekerja seni, dan sastrawan?

Baca Selengkapnya