Analisis

Penulis

Senin, 3 Maret 2003 00:00 WIB

Lin Che Wei menganalisis angka-angka,
I Made Pastika menelaah jejak.

Seorang analis membutuhkan sebuah ruang yang hening. Bukan saja hening, juga tak terjangkau.

Ia memang bukan rahib. Tapi menganalisis adalah kesendirian yang mirip meditasi. Hanya dia yang tahu adakah di dalamnya berlangsung pembersihan diri dari nafsu menghantam, dari semangat untuk memaafkan, dari praduga dan prasangka. Hal-hal itusejumlah keributan tersendiridengan mudah akan mengarahkan proses analisis ke sebuah tujuan. Setiap analis yang baik tahu bahwa sebuah tujuan yang telah diletakkan bagaikan satu titik yang harus dituju akan mengarahkan proses analisis ke titik itu: berpikir secara teleologis adalah awal sebuah analisis yang selingkuh. Sebab itu, untuk bersih dan lurus, analisis harus bermula dari reduksi: aku meletakkan dalam kurung segala hal-ihwal yang akan menggangguku sebagai subyek yang sadar.

Tapi kemiripan antara meditasi dan analisis berakhir di situ. Antara keduanya ada perbedaan yang radikal. Meditasi sepenuhnya mengosongkan diri untuk menerima, sedangkan analisis melangkah maju, ulet, setahap demi setahap. Meditasi membuka diri secara langsung untuk misteri, untuk meresapkan ihwal yang paling remang sekalipun. Sebaliknya analisis bersiaga. Ia menghadapi apa yang terlontar di hadapan manusiakata lain dari "problem"dan di hadapan itu, ia mengidentifikasi, menyoroti, mencincang-urai.

Dalam arti tertentu, analisis mengubah dunia. Ia melahirkan ilmu modern: kimia yang mengurai anasir alam, kedokteran yang membongkar dan mengerti mekanisme tubuh, matematika yang melepaskan kuantitas dari kualitas. Alam kehilangan auranya yang magis ketika di abad ke-9 Yuhanna bin Masawayh memulai sebuah analisis: ia melihat badan manusia dengan dingin; dipelajarinya badan itu, ditemukannya anatominyadengan membedah mayat monyet. Seabad kemudian, Al-Razi menulis sebuah uraian tentang cacar air dan campak. Takhayul pun mundur. Yang menakjubkan telah bisa di-"ketahui".

Jika sejarah pemikiran ditulis dari Bagdad, "hilangnya pesona dunia" yang disebut Weber sebagai ciri modernitas mungkin bisa ditemukan di sana, dan semangat analitis pertama mungkin bisa disimpulkan dari Ibn Ahmad al-Bairuni (973-1048), ilmuwan besar yang menghendaki "metode logis" untuk memisahkan "fantasi" dari ilmu. Ia mengatakan: "Kita harus membersihkan pikiran kita dari semua hal yang membutakan orang pada kebenaranadat lama, semangat kelompok, gairah dan persaingan pribadi, niat berpengaruh." Dan jika sejarah pemikiran ditulis dari Eropa, hasil analisis pertama yang termasyhur barangkali dimulai ketika Descartes memisahkan res cogitans dari res extensa, yakin bahwa antara subyek yang berpikir dan dunia (termasuk tubuh sendiri) di luar subyek itu ada beda dan batas yang tegas.

Advertising
Advertising

Yang terkadang tak disebutkan adalah bahwa dalam pemikiran analitis ilmu itu ada kehendak untuk mengatasi persoalan dasar manusia: bagaimana manusia bisa melihat hal-ihwal dari sebuah pandangan yang mutlak, seakan-akan dari langit yang mahaluas, seperti ketika Adam masih di surga. Dengan kata lain, bagaimana res extensa tak mempengaruhi res cogitans. Atau, dalam bahasa Al-Bairuni, bagaimana seseorang bisa sepenuhnya bebas dari "adat lama, semangat kelompok, gairah pribadi". Begitu banyak orang, begitu banyak analis, hadir dengan perspektif masing-masing, yang saling menyusup bagaikan sebuah labirin. Dengan dituntun benang apa gerangan manusia bisa keluar dari labirin itu?

Descartes percaya akan metode matematis. Al-Bairuni metode "logis" seperti Socrates. Tapi mungkin kini orang terpaksa melihat ke arah yang lain. Inilah masa ketika kebenaran dilecut untuk menjadi sesuatu yang aktif, yang tak dengan sendirinya diterima oleh siapa saja dan kapan saja. Tak ada lagi kesimpulan yang tak ditawarkan, dirundingkan, dan kemudian diputuskan. Tak ada konklusi yang di luar proses politik, di luar kegigihan pengaruh dan mempengaruhi dan desak-mendesakdengan kata lain, di luar suara gaduh mereka yang mengepalkan tinju dan berseru-seru.

Sebab di luar sana orang ramai. Di luar sana ada bagian masyarakat yang prihatin atau berharap, yang terhimpun atau menghimpun diri di dalam sebuah kekuatan. Antara ruang hening sang analis dan keriuhan itu tak ada keterkaitan, tapi tak jarang selalu ada sebuah jalan yang tersembunyi.

Apalagi kita tahu analisis adalah bagian dari ilmu dan pemikiran modern, dan seseorang pernah mengatakan bahwa ilmu itu adalah scientia activa et operativa, ilmu yang agresif. Sudah di abad ke-17 Descartes (1596-1650) menghendaki filsafat yang praktis, yang akan "membuat kita jadi tuan dan pemilik alam".

Dari dorongan itulah ilmu modern memang mengubah dunia, tapi benarkah ia mengubahnya sendirian? Tidak, Anda akan menjawab. Orang ramai itu penting. Hanya ada sebuah caveat, sepotong catatan: kita kini hidup dalam kehausan nilai. Lembaga publik gagal memutuskan mana yang jahat dan yang tak jahat, dan orang pun kembali bersandar pada acuan moral yang pribadi. Bukan "melanggar hukum" yang dipertaruhkan, melainkan "keji" dan "tak keji", "adil" dan "tak adil".

Di situ politik pun menjadi passi, problem seakan-akan jadi soal to be or not to be. Hati gemuruh, panas, dan analisis berhenti. Apalagi tiap kali di sekitar sang analis hadir pelbagai anasir, juga hal-hal yang hendak dihindari Al-Bairuni: adat lama, semangat kelompok, gairah dan persaingan pribadi, niat berpengaruh. Res extensa berkecamuk.

Politik pun mulai, advokasi berangkat. Dan sang analis? Bagi saya, ia tetap membutuhkan sebuah ruang yang hening, yang tak terjangkau. Ada selalu saat ketika kita tahu: politik dan orang ramai bukanlah segala-galanya.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Goenawan Mohamad Bicara Pentingnya Kepercayaan dan Etik dalam Profesi Jurnalistik

23 jam lalu

Goenawan Mohamad Bicara Pentingnya Kepercayaan dan Etik dalam Profesi Jurnalistik

Goenawan Mohamad mengatakan etik bukanlah sesuatu yang diajarkan secara teoritis, melainkan harus dialami dan dipraktikkan sehari-hari.

Baca Selengkapnya

Dies Natalis ke-3 Politeknik Tempo: Utamakan Etika di Tengah Gempuran AI

1 hari lalu

Dies Natalis ke-3 Politeknik Tempo: Utamakan Etika di Tengah Gempuran AI

Dies Natalis Politeknik Tempo kali ini mengambil tema "Kreativitas Cerdas Tanpa Batas" dihadiri segenap civitas akademika Politeknik Tempo.

Baca Selengkapnya

MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

10 hari lalu

MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

Hakim MK telah memutuskan hanya 14 amicus curiae, yang dikirimkan ke MK sebelum 16 April 2024 pukul 16.00 WIB yang akan didalami di sengketa Pilpres.

Baca Selengkapnya

Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

51 hari lalu

Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar disertai gelombang demo mahasiswa terekam dalam film Djakarta 66 karya Arifin C. Noer

Baca Selengkapnya

53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

56 hari lalu

53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

Majalah Tempo telah berusia 53 tahuh, pada 6 Maret 2024. Panjang sudah perjalanannya. Berikut profil para pendiri, Goenawan Mohamad (GM) dan lainnya.

Baca Selengkapnya

53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

56 hari lalu

53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.

Baca Selengkapnya

Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

9 Februari 2024

Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

Pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad atau GM menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini seolah pemerintahan Orde Baru.

Baca Selengkapnya

Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

9 Februari 2024

Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

Budayawan Goenawan Mohamad bilang ia tak jadi golput, apa alasannya? "Tanah Air sedang menghadapi kezaliman yang sistematis dan terstruktur," katanya.

Baca Selengkapnya

ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

2 Februari 2024

ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

Karya Goenawan Mohamad yang ditampilkan berupa sketsa drawing atau gambar, seni grafis, lukisan, artist book, dan obyek wayang produksi 2016-2024.

Baca Selengkapnya

Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

27 November 2023

Jelang Masa Kampanye Pemilu 2024, Forum Lintas Generasi Buat Seruan Jembatan Serong

Forum Lintas Generasi meminta masyarakat bersuara jujur dan jernih dalam Pemilu 2024.

Baca Selengkapnya