Sang Penanam Kurma

Penulis

Senin, 5 Mei 2003 00:00 WIB

SALJU tercurah ke bumi Rockville di sebuah pagi, awal Desember 1990. Tumpukan salju di perbukitan pinggiran Washington, DC, Amerika Serikat, itu membentuk gundukan raksasa yang membuat perumahan warga seolah terapung di tengahnya. Di salah satu rumah, seorang lelaki berusia 40-an tahun mengisap dalam-dalam rokok kretek Dji Sam Soe kegemarannya, sambil berharap hujan segera reda. Hingga jarum jam melewati angka delapan, salju masih memenuhi udara. Merapatkan jaket tebalnya dan menenteng tas, Burhanuddin Abdullah, nama pria itu, menerobos udara dingin yang memaku tulang. Ia meloncat ke bus jurusan Medical Center, lalu naik subway ke tengah kota, sebelum tiba di Washington 30 menit kemudian. Dari stasiun, Burhan masih harus berjalan kaki 10 menit ke kantornya di markas IMF, di 16th Street. Begitulah "ritual" rutin yang mesti dijalani Burhan saat ia masih bekerja di IMF sebagai fixed-term staff, sejak 1989, dan terakhir menempati posisi Asisten Direktur Eksekutif IMF (1990-1993). Empat tahun lamanya, minimal delapan jam sehari, master ekonomi lulusan Michigan State University ini mesti membaca berbagai data ekonomi, berdiskusi, dan membuat laporan untuk Departemen Asia atau Direktur IMF. Selama bekerja di Amerika, ada dua hal yang mengusiknya. Pertama, ia selalu kerepotan mencari tempat mengepulkan asap rokok kreteknya. "Kalau lagi kepingin banget, saya terpaksa ke luar kantor dan mengisap rokok di pinggir jalan," kenang urang Sunda berusia 56 tahun itu sambil terkekeh. Yang lainnya berkaitan dengan suara miring tentang penggelembungan nilai pembelian rumah dinasnya di Rockville, dari seharusnya seharga US$ 470 ribu menjadi US$ 550 ribu. Terhadap isu ini toh Burhan tenang-tenang saja. Soalnya, kata dia, "Yang membeli rumah itu bukan saya, tapi kantor BI di Washington." Pada 1994, Burhan kembali ke Jakarta. Kariernya langsung melesat. Ia dipercaya menjadi Kepala Bagian Kerja Sama Ekonomi dan Perdagangan Internasional BI. Setelah berpindah ke beberapa pos penting lainnya, pada 1998 ia dipercaya menjadi Direktur Direktorat Luar Negeri. Dan dua tahun kemudian, insinyur pertanian yang banting setir menggeluti perbankan itu diangkat sebagai Deputi Gubernur BI. Pada November 2000, Burhan bersama tiga deputi gubernur lainnya serempak mengundurkan diri. Ketika itu, dikabarkan langkah tersebut diambil atas tekanan Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli dan Jaksa Agung Marzuki Darusman. Menurut seorang pejabat BI, saat itu para deputi gubernur, kecuali Burhanuddin, dianggap terlibat skandal BLBI. "Pilihannya cuma dua, mundur atau bakal di-Syahril-Sabirin-kan," katanya. Kepada TEMPO, Burhanuddin mengakui adanya pertemuan dengan Rizal dan Marzuki tersebut. Tapi, menurut dia, meski tak terkait skandal BLBI, ia memilih ikut mundur semata untuk menyelamatkan BI. Ia cuma menjadi "penganggur" selama tujuh bulan. Pada Juni 2001, Presiden Abdurrahman Wahid menawarinya memimpin tim ekonomi di Kabinet Gotong-Royong sebagai Menteri Koordinator Perekonomian. Sadar posisi Abdurrahman sudah di ujung tanduk, Burhan tak surut langkah. Saat itu ia cuma berkata, "Hadis Nabi mengatakan, meskipun esok kiamat, kalau masih ada biji kurma di tangan tanam saja." Dua bulan kemudian, Abdurrahman Wahid pun lengser. "Saya lalu jadi pengacara, pengangguran banyak acara," kata pria berpenampilan sederhana ini bercanda. Sebelum namanya dicalonkan sebagai Gubernur BI di awal tahun, sahabat cendekiawan Nurcholish Madjid ini asyik menikmati waktu luangnya dengan membaca buku filsafat dan agama. Belakangan, ia diminta Ketua BPPN Syafruddin Temenggung menjadi pengawas kas keuangan Grup APP. Menurut salah seorang pendukungnya, kans Burhanuddin di pentas Gubernur BI cukup terbuka. Hitung punya hitung, hingga pekan kemarin, ia telah mengantongi setidaknya 22 suara dari total 55 anggota Komisi Keuangan dan Perbankan di parlemen. Sokongan datang dari Fraksi PPP, PKB, Reformasi, dan PDIP. Bagaimana dengan Golkar? "Komitmen sudah ada, tapi belum bisa sepenuhnya dipegang," katanya. Tapi itu baru di atas kertas. Di lapangan, kata sumber itu lagi, semua masih bisa berubah. Apalagi jika kabar ini benar: seorang kandidat telah mengguyur dolar ke Senayan. Iwan Setiawan

Berita terkait

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

1 hari lalu

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

BI mencatat aliran modal asing yang keluar pada pekan keempat April 2024 sebesar Rp 2,47 triliun.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

2 hari lalu

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.

Baca Selengkapnya

Zulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi

2 hari lalu

Zulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi

Zulhas percaya BI sebagai otoritas yang memiliki kewenangan akan mengatur kebijakan nilai tukar rupiah dengan baik di tengah gejolak geopolitik.

Baca Selengkapnya

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

2 hari lalu

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

Nilai tukar rupiah ditutup melemah 32 poin ke level Rp 16.187 per dolar AS dalam perdagangan hari ini.

Baca Selengkapnya

Pengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan

2 hari lalu

Pengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan

BI menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen berdasarkan hasil rapat dewan Gubernur BI yang diumumkan pada Rabu, 24 April 2024.

Baca Selengkapnya

IHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia

2 hari lalu

IHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia

IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis sore, ditutup turun mengikuti pelemahan mayoritas bursa saham kawasan Asia.

Baca Selengkapnya

Uang Beredar di Indonesia Mencapai Rp 8.888,4 Triliun per Maret 2024

3 hari lalu

Uang Beredar di Indonesia Mencapai Rp 8.888,4 Triliun per Maret 2024

BI mengungkapkan uang beredar dalam arti luas pada Maret 2024 tumbuh 7,2 persen yoy hingga mencapai Rp 8.888,4 triliun.

Baca Selengkapnya

Alipay Beroperasi di Indonesia? BI: Belum Ada Pengajuan Formal

3 hari lalu

Alipay Beroperasi di Indonesia? BI: Belum Ada Pengajuan Formal

Para pemohon termasuk perwakilan Ant Group sebagai pemilik aplikasi pembayaran Alipay bisa datang ke kantor BI untuk meminta pre-consultative meeting.

Baca Selengkapnya

Rupiah Diprediksi Stabil, Pasar Respons Positif Kenaikan BI Rate

3 hari lalu

Rupiah Diprediksi Stabil, Pasar Respons Positif Kenaikan BI Rate

Rupiah bergerak stabil seiring pasar respons positif kenaikan BI Rate.

Baca Selengkapnya

Tingginya Suku Bunga the Fed dan Geopolitik Timur Tengah, Biang Pelemahan Rupiah

3 hari lalu

Tingginya Suku Bunga the Fed dan Geopolitik Timur Tengah, Biang Pelemahan Rupiah

Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut pelemahan rupiah dipengaruhi oleh arah kebijakan moneter AS yang masih mempertahankan suku bunga tinggi.

Baca Selengkapnya