Burhanuddin Abdullah: "Saya Siap Mengambil Langkah Drastis"

Penulis

Senin, 5 Mei 2003 00:00 WIB

JAS di kursi Burhanuddin Abdullah kembali disampirkan ke tubuhnya. "Agar terbiasa kalau nanti terpilih menjadi Gubernur BI," katanya sembari tertawa. Rileks dan optimistis. Begitulah pembawaan urang Sunda kelahiran Garut 10 Juli 1947 ini, menghadapi sengitnya perebutan posisi nomor satu di bank sentral. Resepnya sederhana saja. "Saya menikmati jadi pensiunan," ujarnya lagi kepada Karaniya Dharmasaputra dan Iwan Setiawan dari TEMPO. Berikut petikan wawancara dengan mantan Deputi Gubernur BI dan Menteri Koordinator Perekonomian di era Presiden Abdurrahman Wahid ini. Jika terpilih, apa prioritas program Anda? Yang terpenting adalah bagaimana mengupayakan stabilitas moneter untuk mendorong daya kompetisi ekspor kita. Selain itu, saya menargetkan akan menyelesaikan persoalan BLBI pada tahun ini. Saya juga berniat mengkaji kembali berbagai ketentuan yang menurut saya telah menghambat fungsi intermediasi perbankan, khususnya dalam mengucurkan kredit ke usaha kecil dan menengah. Selama ini hubungan BI dengan pemerintah, khususnya Departemen Keuangan, terkesan kerap tak sejalan. Apa rencana Anda? Di mana pun di dunia ini, hubungan bank sentral dengan departemen keuangan memang sulit akur. Tugasnya kan bertolak belakang. Bank sentral memelihara kestabilan moneter, sebaliknya departemen keuangan lebih mengutamakan ekspansi kebijakan fiskal. Kalau mau jujur, BI tak bisa menganalisis sendiri berbagai faktor ekonomi untuk menentukan target pertumbuhan. BI perlu duduk bersama dengan pemerintah. Dulu kan ada yang disebut Dewan Moneter. Karena itu, saya berencana membentuk semacam komite bersama yang bertemu secara rutin, mungkin seminggu sekali, untuk menjaga keseimbangan di antara keduanya. Bagaimana pendapat Anda tentang OJK? Pada saat krisis seperti ini, kita punya banyak persoalan. Kita harus membuat prioritas apa yang mesti didahulukan. Apakah OJK merupakan prioritas? Untuk mendirikannya, dibutuhkan dana begitu besar. Persoalan berikutnya, bagaimana kapabilitas orang-orang yang mengelolanya nanti. Harus diakui, kita tak pandai merancang organisasi dalam situasi krisis. Jadi, Anda tak setuju? Kajian yang dibuat Bank for International Settlement tentang OJK sebenarnya tidak konklusif. Disebutkan, ada bank sentral yang efektif mengawasi perbankan. Tapi, di negara lain, ada juga yang lebih baik jika fungsi pengawasannya dipisah. Di Indonesia, ide ini muncul karena kita punya beban masa lalu, ketika bank sentral sering diintervensi. Menurut saya, sebaiknya OJK tak diterapkan saat ini. Mungkin 5-10 tahun lagi. Tapi kasus Bank CIC dan Lippo membuktikan pengawasan BI masih begitu kedodoran. Apa yang terjadi dalam kasus Bank CIC dan Lippo harus saya dalami lebih detail. Memang harus diakui, BI mesti memperbaiki fungsi pengawasannya. Sekarang kan sudah mulai mengarah ke sana. BI, misalnya, telah mengadopsi Kesepakatan Basel 1996 untuk memasukkan risiko pasar dalam perhitungan kecukupan modal bank. Apa kiat Anda untuk membersihkan BI dari korupsi? Saya siap melakukan berbagai langkah drastis untuk menegakkan disiplin. Untuk membersihkan BI, mau tak mau saya harus keras menegakkan aturan. Doakan saja. Selain PPP, partai mana yang mendukung Anda? Saya bertemu dengan anggota Dewan dari berbagai partai, tidak hanya PPP. Termasuk PDIP? PDIP, Golkar, PKB, dan lainnya jelas harus mendukung saya, dong, ha-ha-ha.... Beredar rumor, saat menjadi pengurus yayasan karyawan BI, Anda ikut menyetujui proyek pabrik kertas uang yang kini macet. Saya sedikit pun tidak tahu-menahu tentang rencana pendirian pabrik kertas uang itu. Soalnya, dari dulu sampai sekarang saya tidak pernah menjabat pengurus Yayasan Karyawan BI. Pabrik kertas uang itu kan proyek yayasan karyawan. Saya hanya pernah menjadi Ketua Umum Ikatan Pegawai BI (semacam serikat pekerjaRed.) dari Desember 1998 sampai tahun 2000. Anda diberi tugas pemerintah mengawasi kas APP. Ada konglomerat mendukung pencalonan Anda? Setahu saya, pemilik APP justru gatal-gatal selama saya duduk di sini mengawasi kas keuangan mereka. Jangan coba-coba, deh, konglomerat mengajak saya berkolusi. Tidak akan mempan. Try me.

Berita terkait

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

2 hari lalu

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

Gubernur BI Perry Warjiyo membeberkan lima aksi BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.

Baca Selengkapnya

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

2 hari lalu

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

Gubernur BI Perry Warjiyo yakin nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menguat sampai akhir tahun ke level Rp 15.800 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

3 hari lalu

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

BI menyebut inflasi IHK pada April 2024 tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,51 persen, yakni 0,25 persen mtm.

Baca Selengkapnya

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

5 hari lalu

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

Perkembangan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 2023 tumbuh positif.

Baca Selengkapnya

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

6 hari lalu

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

PNM menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga dasar kredit meskipun BI telah menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

6 hari lalu

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

Bank Rakyat Indonesia atau BRI mengklaim telah mendapatkan izin untuk memproses transaksi pengguna Alipay.

Baca Selengkapnya

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

6 hari lalu

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

BCA belum akan menaikkan suku bunga, pasca BI menaikkan suku bunga acuan ke angka 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

7 hari lalu

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.

Baca Selengkapnya

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

7 hari lalu

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

BI mempersiapkan perluasan cakupan sektor prioritas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).

Baca Selengkapnya

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

7 hari lalu

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca Selengkapnya