Evaluasi Kebijakan Perumahan Swadaya

Penulis

Rabu, 22 Oktober 2014 00:37 WIB

Atantya H. Mulyanto,
Pengamat Kebijakan Publik, President & Chief Executive Officer PT Survindo Putra Pratama

Sampai 2014 ini, pemerintah mengakui kesulitan memenuhi kebutuhan hunian bagi masyarakat jika distribusi pendapatan dan perekonomian masih terpusat di Jakarta. Hingga kini, tingkat kekurangan pasok atau backlog perumahan sedikitnya mencapai 15 juta unit, dan hal itu dikhawatirkan membawa Indonesia ke krisis perumahan (Kemenpera, 30/8/2014). Indonesia Property Watch (IPW) mencatat jumlah backlog atau kurangnya pasokan rumah jauh di bawah kebutuhan riil, pada 2014 diperkirakan mencapai 21,7 juta unit rumah. Padahal, pada tahun-tahun sebelumnya, angka backlog hanya mencapai 13,6 juta.

Indonesia akan terus mengalami backlog perumahan selama pendistribusian pendapatan tidak merata, harga tanah tidak bisa dikendalikan, penghasilan masyarakat tidak terjangkau, serta perizinan pembangunan perumahan dipersulit oleh pemerintah daerah. Dengan tingkat pertumbuhan keluarga baru Indonesia yang rata-rata 800 ribu per tahun, dibutuhkan tambahan rumah baru yang setara. Dengan tingkat kemampuan penyediaan rumah oleh swasta rata-rata hanya 300-400 ribu unit rumah per tahun, peran pemerintah amat sangat diharapkan untuk menutup defisit antara demand dan supply perumahan ini.

Terdapat beberapa sebab belum tercapainya penyediaan jumlah rumah sesuai dengan kebutuhan. Antara lain, pertama, problem tata kelola pemerintah yang belum optimal, yakni dalam hal koordinasi di antara kementerian/lembaga serta terkait dengan kebijakan/program skema subsidi, baik yang diwujudkan dalam bentuk rumah tapak maupun rumah susun bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Backlog bertambah bila pemerintah tidak segera membuat terobosan kebijakan yang mampu "merumahkan" masyarakat.

Kedua, kegagalan dan kesalahan regulasi. Harus diakui, pemerintah selama ini gagal memenuhi kebutuhan tempat tinggal bagi masyarakat. Kegagalan itu terjadi sejak menyusun regulasi yang menyulitkan masyarakat memiliki rumah, seperti pasal pembatasan ukuran rumah minimal 36 meter persegi (m2) serta lima tahun terakhir mengubah pola subsidi uang muka pembelian rumah menjadi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang tidak memiliki benchmarking dan best practice di dunia.

Sila Kelima Pancasila mendekatkan landasan ideologi kebijakan perumahan seperti yang diterapkan di negara-negara kesejahteraan. Negara menjamin terpenuhi kesejahteraan rakyat dengan terpenuhinya kebutuhan perumahannya secara layak dan terjangkau. Indonesia sudah mengalami berbagai bentuk kebijakan perumahan, tapi belum berkembang secara memadai dan terlembagakan dengan baik.

Tantangan pemenuhan ragam bentuk kebutuhan perumahan rakyat terus berkembang. Namun pasar perumahan tidak kunjung dapat diregulasi secara efektif. Pada 1974, dengan dibentuknya Perumnas sebagai pengembang perumahan plat merah (baca sektor publik) dan ditugaskannya Bank Tabungan Negara (BTN) sebagai bank perumahan, tampaknya pemerintah mulai meletakkan kebijakan perumahan umum. Dalam perjalanannya, kebijakan perumahan umum di Indonesia tidak berkembang alias bantet. Istilah perumahan umum saja pun menjadi aneh terdengarnya.

Pada 2013, diterbitkan Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 6/2013 tentang Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya. Visinya adalah pemerintah memberikan bantuan stimulan berupa bahan material kepada MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) untuk membantu meningkatkan kualitas rumah dari RTLH (Rumah Tidak Layak Huni) menjadi RLH (Rumah Layak Huni). Adanya peraturan ini memberikan payung hukum agar penyaluran bantuan bisa lebih tepat sasaran yang pada gilirannya akan mendorong kemampuan masyarakat untuk memiliki rumah layak huni.

Dalam pelaksanaannya, menurut pengalaman penulis yang mendampingi realisasi program ini di lapangan, menemukan beberapa kelemahan. Pertama, banyak penerima bantuan stimulan berupa bahan material, yang kemudian menjualnya. Akibatnya, tujuan perbaikan rumah tak terealisasi. Kedua, banyak penerima bantuan stimulan yang tidak mampu memanfaatkannya untuk perbaikan rumah, karena ketiadaan tukang bangunan yang mampu mengerjakannya.

Artinya, ada kelemahan konsep di belakang SK Menteri Perumahan Rakyat tentang Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya. Kelemahan itu antara lain konsep perbaikan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Konsep ini mengandaikan semua calon penerima bantuan mampu memperbaiki rumah, dengan kesiapan tukang dan desainnya. Padahal, jika salah satu unsur perbaikan rumah tak terpenuhi, akhirnya tujuan perbaikan rumah akan gagal.

Atas dasar itu, mengapa pemerintah tidak mengadopsi saja konsep bedah rumah yang populer di televisi? Atau konsep Rumah Deret yang sudah diterapkan Jokowi, yang sebelumnya Gubernur DKI Jakarta, di beberapa kawasan kumuh? Rumah Deret adalah rumah sederhana yang dibuat dari bahan-bahan standar yang kemudian didesain dalam sistem knock-down. Rumah ini dibangun dalam satu paket-oleh tukang-dengan memperhatikan aspek lingkungan. Contoh Rumah Deret bisa dilihat di kampung Petogogan, Jakarta. *

Berita terkait

Kisruh Rumah Dinas Puspiptek, Pensiunan Peneliti Pernah Laporkan BRIN ke Kejaksaan Agung

2 hari lalu

Kisruh Rumah Dinas Puspiptek, Pensiunan Peneliti Pernah Laporkan BRIN ke Kejaksaan Agung

Penghuni rumah dinas Psupiptek Serpong mengaku pernah melaporkan BRIN ke Kejaksaan Agung atas dugaan penyalahgunaan aset negara

Baca Selengkapnya

Laba Bersih BTN Kuartal I 2024 Tumbuh 7,4 Persen, Tembus Rp 860 M

7 hari lalu

Laba Bersih BTN Kuartal I 2024 Tumbuh 7,4 Persen, Tembus Rp 860 M

BTN mencatat pertumbuhan laba bersih sebesar 7,4 persen menjadi Rp 860 miliar pada kuartal I 2024.

Baca Selengkapnya

Pria Bermobil Kepergok Curi Bra Wanita di Perumahan Discovery Bintaro Tangerang Selatan

28 hari lalu

Pria Bermobil Kepergok Curi Bra Wanita di Perumahan Discovery Bintaro Tangerang Selatan

Seorang pria pengendara minibus berwarna putih kepergok mencuri pakaian dalam atau bra milik warga. Aksi tersebut dilakukan di Perumahan Discovery Bintaro.

Baca Selengkapnya

Harga Rumah Naik Terus, Bagaimana Cara Belinya? Simak Tipsnya

36 hari lalu

Harga Rumah Naik Terus, Bagaimana Cara Belinya? Simak Tipsnya

Seperti yang diketahui, kini harga rumah naik terus. Lalu, bagaimana cara membelinya? Simak beberapa tipsnya berikut ini.

Baca Selengkapnya

Dirut BTN Targetkan Laba Bersih Rp 3,8 Triliun pada 2024

44 hari lalu

Dirut BTN Targetkan Laba Bersih Rp 3,8 Triliun pada 2024

BTN mengklaim memperoleh laba pada 2023 sebesar Rp 3,5 triliun dari kehati-hatian penyaluran kredit cost of credit.

Baca Selengkapnya

Basuki Hadimuljono Soal Program 3 Juta Rumah Prabowo-Gibran: Bagus, tapi Belum Dibahas

51 hari lalu

Basuki Hadimuljono Soal Program 3 Juta Rumah Prabowo-Gibran: Bagus, tapi Belum Dibahas

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengaku belum ada pembicaraan soal program tiga juta rumah yang diusung pemerintah baru.

Baca Selengkapnya

Lowongan Kerja di SMF Indonesia, Lulusan Hukum dan Akuntansi Bisa Melamar

53 hari lalu

Lowongan Kerja di SMF Indonesia, Lulusan Hukum dan Akuntansi Bisa Melamar

PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) Tbk. atau SMF Indonesia membuka lowongan kerja pada bulan ini.

Baca Selengkapnya

Sebut BTN Contoh Bank Sehat dengan Laba Bersih Rp 3,5 Triliun, Erick Thohir Wanti-wanti Ini ke Direksi dan Komisaris

3 Maret 2024

Sebut BTN Contoh Bank Sehat dengan Laba Bersih Rp 3,5 Triliun, Erick Thohir Wanti-wanti Ini ke Direksi dan Komisaris

Erick Thohir berharap BTN bisa turut membangun ekosistem pembangunan perumahan yang solutif untuk membantu mengatasi backlog perumahan.

Baca Selengkapnya

Bamsoet Dorong Pemenuhan Perumahan Rakyat

28 Februari 2024

Bamsoet Dorong Pemenuhan Perumahan Rakyat

Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo atau Bamsoet, dipercaya menjadi Dewan Pembina Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra).

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Pastikan Insentif PPN Pembelian Rumah Rp 5 Miliar Berlanjut Tahun Ini

30 Januari 2024

Sri Mulyani Pastikan Insentif PPN Pembelian Rumah Rp 5 Miliar Berlanjut Tahun Ini

Sri Mulyani mengatakan saat ini Kementerian Keuangan sedang mengurus regulasinya.

Baca Selengkapnya